Mohon tunggu...
Nova Rio Redondo
Nova Rio Redondo Mohon Tunggu... Mahasiswa - #Nomine Best Student Kompasiana Award 2022

Mahasiswa Teknologi Informasi UIN Walisongo Semarang. Personal Blog: novariout.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Memahami Lebih dalam Peribahasa Jepang tentang Berbicara

24 Mei 2023   21:20 Diperbarui: 24 Mei 2023   22:20 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah beberapa hari lalu membahas tentang frasa Jepang "Koi no Yokan" kali ini saya kembali tertarik dengan sebuah pribahasa Jepang yang berbunyi (Tojita kuchi ni renge nashi). Atau jika dibahasa Indonesiakan memiliki arti "Di mulut yang terkunci, tidak ada bunga teratai".

Jika anda mencari pribahasa tersebut menggunakan Google seperti biasa, maka anda tidak akan menemukan apa-apa tentang makna kalimat tersebut, apa lagi sebuah artikel yang membahas hal tersebut. Jika anda menemukannya pasti jumlahnya juga tidak terlalu banyak.

Setelah saya cari di Google ternyata tidak ada karya khusus yang secara spesifik terkait dengan pribahasa "Tojita kuchi ni renge nashi". Menurut asumsi saya pribahasa ini lebih umum digunakan dalam percakapan sehari-hari atau dalam tulisan-tulisan yang membahas tentang pepatah atau ekspresi dalam bahasa Jepang.

Sederhananya, pribahasa ini mengandung makna yang mendalam dan mengajarkan pentingnya berbicara dan berbagi pemikiran atau ide-ide yang ada dalam pikiran manusia. 

Pribahasa ini mengingatkan kita bahwa jika kita tetap diam dan tidak mengungkapkan pemikiran atau sebuah ide, maka tidak akan ada kemajuan atau perkembangan yang dapat terjadi. Perumpamaan nya sama seperti bunga teratai yang indah dan harum.

Dalam budaya Jepang yang cenderung menghargai kesopanan dan sikap merendahkan diri, pribahasa ini mendorong orang untuk melepaskan kekangan dan berani berbicara dengan keyakinan. Pribahasa ini juga mengingatkan kita bahwa komunikasi yang baik adalah kunci untuk membangun hubungan yang kuat, tentunya disertai dengan salin memahami.

Di mulut yang terkunci, sesorang tidak dapat mengekspresikan diri kita sepenuhnya, berkontribusi pada percakapan atau pertukaran gagasan, atau berkomunikasi dengan orang lain. Dalam konteks ini, pribahasa tersebut mendorong manusia untuk menghargai kekuatan komunikasi yang jelas dan efektif dalam membangun hubungan dan memperluas pemahaman.

Keseluruhannya, "Tojita kuchi ni renge nashi" mengajarkan tentang pentingnya berbicara dan berkomunikasi dengan bijaksana. Pribahasa ini mendorong kita untuk melepaskan kekangan dan merangkul kekuatan komunikasi untuk menciptakan pemahaman, membangun hubungan yang kuat, dan mewujudkan perubahan positif dalam kehidupan setiap manusia.

Terkadang, kita (termasuk saya) mungkin merasa enggan atau takut untuk berbicara karena takut merasa dihakimi, diabaikan, atau tidak dipahami. Namun, dengan mempertahankan keheningan, kita kehilangan kesempatan untuk memberikan kontribusi yang berharga dan mewujudkan perubahan.

Jika kalian tertarik atau ingin mengeksplorasi tema-tema ini lebih lanjut, silahkan dapat menjelajahi karya sastra Jepang klasik seperti karya Natsume Soseki atau Haruki Murakami yang sering mengangkat tema-tema kehidupan dan eksplorasi batin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun