Mohon tunggu...
Rio Nur Ilham
Rio Nur Ilham Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati

Bukan Basa-basi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Sampai Pers Menjelma Sales Narkoba

30 Juli 2023   22:57 Diperbarui: 30 Juli 2023   23:02 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi|Hol via Hukumonline.com

Dua jam sebelum kick off final Liga Champions Eropa pertengahan Juni lalu MH (28) harus memupuskan usahanya selama lima bulan terakhir untuk berhenti mengonsumsi narkoba. Hal itu terjadi setelah MH, teman saya sewaktu SMA ini, tak sengaja melihat berita media nasional bercentang biru di Facebook miliknya.

Saat itu MH tengah berselancar di Facebook menikmati riak-riak euforia klub Inter Milan, finalis yang didukungnya, sebelum menghadapi Manchester City. Namun, sewaktu dia mengusap-usap layar ponselnya sekali dua kali lagi untuk terus berpuas diri menyambut klub kesayangannya itu, terselip sebuah postingan berita, yang belakangan diketahui adalah berita tentang seorang balita di Samarinda yang tak sengaja menenggak air dari bong sabu-sabu.

Berita tersebut menyita perhatian khalayak pada umumnya. Tetapi bagi MH, yang lebih heboh adalah foto yang dipakai. "Aku nggak fokus ke beritanya. Aku langsung lihat fotonya," katanya. Foto yang dimaksud adalah potret lima bungkus plastik klip berisi sabu-sabu. Foto itu berkualitas jernih dan dengan objek yang di-zoom. Foto itulah yang menjadi biang kerok kegagalan pemurnian MH dari kecanduan laten narkoba.

MH bercerita bahwa dia sudah mencoba mengalihkan sugesti yang timbul dari foto tersebut dengan mengobrol bersama teman-teman dan kekasihnya. Mereka konon hendak pergi ke kafe untuk menonton pertandingan bareng. 

Sayangnya, ketika MH mengendus gerak-gerik teman-temannya yang masih pencandu sedang bersiap-siap pergi berbelanja sabu sebelum jadwal menonton tiba, MH luluh lantak. Dia akhirnya ikut patungan; rela tak rela untuk ikut berpesta. "Aku ikut CK (istilah di kota Medan untuk patungan membeli sabu) 50 ribu," ujarnya.

Saat itu malam Minggu, di malam besar pula, dan MH sedang bersama pacarnya. Setelah melihat foto tersebut dia langsung membayangkan malam itu akan menjadi malam panjang, sehingga semakin runtuh imannya. 

MH bahkan sampai mengatur siasat: kepada pacarnya dia berdalih ingin pulang sebentar mengambil sesuatu, rela menelantarkan sang pujaan hati agar bisa jauh-jauh dulu darinya. Itu dilakukannya supaya jalannya mulus menuju rumah kos salah seorang temannya tadi yang sudah disepakati sebagai tempat ritual nyabu.

"Gak sanggup aku nahannya. Terotak, Boy!" kata MH, mengakui. "Terotak" adalah bahasa slang anak-anak Medan, yang kalau diterjemahkan lebih kurang, "Terngiang-ngiang". Kami memang orang Medan.

Saya pun mencari berita yang dimaksud, dan menemukannya. Setelah melihatnya, saya yang juga pernah terjerumus jadi berpikir, media-media kita selama ini memang alpa terhadap keluh kesah kelompok marginal seperti MH. Media, bahkan instansi negara yang bergelut di bidang itu, terkesan tidak peka atau jangan-jangan memang tidak paham kalau foto barang bukti narkoba yang dipampang secara vulgar sebenarnya bisa memengaruhi psikologi pemadat yang sedang berproses untuk berhenti.

Foto yang dimaksud: tangkapan layar dan edit mandiri (dokpri)
Foto yang dimaksud: tangkapan layar dan edit mandiri (dokpri)

Ketik saja "narkoba" di mesin pencari. Ketika membuka bilah gambar, maka hasil dari pencarian "narkoba" hampir semuanya memuat foto secara vulgar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun