Mohon tunggu...
Rio walmansius Marpaung
Rio walmansius Marpaung Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa ilmu politik universitas Kristen Indonesia

Entrepreneurship.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dinamika Politik dan Militer di Indonesia Pada Masa Reformasi

28 Juni 2024   01:12 Diperbarui: 28 Juni 2024   04:21 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Reformasi di Indonesia yang dimulai pada tahun 1998 menandai transisi penting dari rezim otoriter menuju demokrasi. Kejatuhan Soeharto dan runtuhnya Orde Baru menjadi katalis perubahan mendasar dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa, termasuk hubungan antara militer dan politik. Pada masa Orde Baru, militer memiliki peran dominan dalam politik melalui konsep Dwi Fungsi ABRI, yang memberikan mereka otoritas dalam pertahanan dan urusan sipil. Namun, dengan dimulainya Era Reformasi, tuntutan untuk mengurangi peran politik militer dan meningkatkan profesionalisme menjadi salah satu agenda utama.

Langkah awal reformasi militer dimulai dengan pemisahan Polri dari ABRI pada tahun 1999, membentuk TNI (Tentara Nasional Indonesia) dan Polri (Kepolisian Negara Republik Indonesia) sebagai entitas terpisah. Tujuan utama pemisahan ini adalah untuk menghilangkan peran ganda militer dalam politik dan fokus pada fungsi mereka sebagai penjaga kedaulatan negara. Selanjutnya, fraksi TNI/Polri di DPR dihapuskan pada tahun 2004, mengurangi keterlibatan militer dalam legislatif. Reformasi struktural lainnya termasuk pengurangan jumlah perwira aktif yang menjabat posisi sipil dan peningkatan transparansi serta akuntabilitas dalam institusi militer.

Tantangan dalam Implementasi Reformasi

Meskipun langkah-langkah reformasi militer telah membawa perubahan signifikan, pelaksanaannya tidak lepas dari tantangan. Salah satu tantangan utama adalah resistensi dari dalam tubuh militer sendiri. Banyak perwira militer yang merasa kehilangan kekuasaan dan pengaruh, yang mengakibatkan munculnya resistensi terhadap perubahan. Selain itu, budaya dan mentalitas militer yang sudah terbentuk selama Orde Baru sulit diubah dalam waktu singkat. Kasus pelanggaran hak asasi manusia oleh anggota militer, seperti yang terjadi di Aceh dan Papua, menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah dalam hal penegakan hukum dan profesionalisme militer.

Peran Militer dalam Stabilitas Keamanan

Di tengah proses reformasi, militer tetap memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas keamanan nasional. Mereka terlibat dalam berbagai operasi keamanan, termasuk penanggulangan terorisme, konflik separatis, dan tugas kemanusiaan seperti penanganan bencana alam. Operasi militer di Aceh melalui Operasi Terpadu dan di Papua melalui Operasi Tinombala adalah contoh konkret bagaimana militer terlibat dalam upaya menjaga keutuhan wilayah dan keamanan nasional. Namun, keterlibatan militer dalam operasi ini sering kali menimbulkan kontroversi terkait pendekatan yang mereka gunakan dan dampaknya terhadap hak asasi manusia.

Penguatan Demokrasi dan Hubungan Sipil-Militer

Reformasi militer juga berjalan seiring dengan penguatan demokrasi di Indonesia. Pemilu yang lebih terbuka, kebebasan pers, dan peningkatan partisipasi masyarakat sipil menjadi indikator penting dari kemajuan demokrasi. Namun, hubungan sipil-militer tetap menjadi aspek kritis dalam proses ini. Penting bagi pemimpin sipil untuk memperkuat kontrol demokratis terhadap militer dan memastikan bahwa reformasi terus berjalan tanpa hambatan. Upaya ini termasuk mengintegrasikan perwira militer ke dalam struktur sipil melalui pelatihan dan pendidikan, serta memastikan bahwa kebijakan pertahanan nasional dibuat melalui proses demokratis yang transparan.

Dampak Reformasi terhadap Stabilitas dan Demokrasi

Reformasi militer telah memberikan dampak positif terhadap stabilitas dan demokrasi di Indonesia. Dengan mengurangi keterlibatan militer dalam politik, Indonesia berhasil menciptakan iklim politik yang lebih demokratis dan terbuka. Namun, proses ini masih perlu diawasi dan ditingkatkan untuk memastikan bahwa reformasi yang telah dicapai tidak mundur. Tantangan dalam menegakkan hak asasi manusia dan akuntabilitas masih perlu diatasi untuk memperkuat kepercayaan publik terhadap institusi militer. Sebagai contoh, penanganan kasus pelanggaran HAM di Aceh dan Papua harus dilakukan secara transparan dan akuntabel untuk menunjukkan komitmen pemerintah terhadap reformasi.

Kesimpulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun