varian Omicron kemarin, orang-orang langsung memberi tanggapan sinis.
Sudah lebih satu bulan topik tentang pandemi Covid-19 tidak pernah disinggung sama sekali di grup WhatsApp paguyuban warga perumahan kami. Maka ketika seorang warga baru membagikan link berita tentang "Drama apa lagi ini?" tanya seorang pengurus paguyuban, diikuti berbagai tanggapan sinis lain dari warga. Pengurus paguyuban dan warga yang memberi tanggapan sinis tersebut sebelumnya sangat aktif dalam penanggulangan Covid-19 di komplek perumahan kami, terutama ketika menghadapi lonjakan kasus pada gelombang kedua pandemi Covid-19.Â
Mereka aktif mensosialisasikan prokes, menggalang dukungan untuk menyukseskan karantina bagi warga terinfeksi, membantu warga untuk mendapatkan akses terhadap vaksin dan sebagainya. Maka sikap sinis tersebut saya yakini bukan bagian dari pengingkaran terhadap Covid-19 karena pengaruh teori-teori konspirasi, tapi terlebih karena efek dari apa yang disebut oleh sosiolog Daisy Indira Yasmine sebagai kejenuhan pandemi (pandemic fatique).
Perubahan-perubahan yang wajid dijalankan masyarakat untuk menanggulangi pandemi tanpa jelas kapan akan berakhir, menurut Daisy, dapat menyebabkan kejenuhan yang  ditandai dengan stress dan sikap pasrah ( kompas.com 24/03/21I). Kondisi psikologis masyarakat seperti ini sangat berbahaya terutama dalam upaya mengantisipasi serangan varian Omicron yang menurut berita terbaru telah sampai ke negara tetangga, Singapura (kompas.com, 02/11/21).
WHO mengakui bahwa varian Omicron masih  dalam penyelidikan intensif karena masih banyak misteri tentang varian tersebut yang belum diungkap secara pasti.Â
Tapi berdasarkan bukti-bukti yang telah berhasil dikumpulkan, WHO telah menetapkan Omicron sebagai VOC (Variant of Concern). Artinya, WHO mengakui varian yang pertama kali ditemukan di benua Afrika tersebut sebagai varian virus Corona yang menyebabkan peningkatan penularan dan kematian serta dapat mempengaruhi efektivitas vaksin.
Omicron diyakini dapat menular lebih cepat dibanding varian-varian lain sebagaimana terbukti dari kasus-kasus infeksi varian tersebut yang meningkat dalam waktu dekat di hampir seluruh wilayah Afrika Selatan.Â
Jika perkiraan para ahli tentang kemampuan penularan varian Omicron jauh di atas varian lain, terbukti benar, maka cukup masuk akal mengkahwatirkan serangan gelombang ketiga yang bisa jadi lebih dasyat.Â
Mengingat agresivitas varian tersebut, beberapa langkah pencegahan juga mungkin harus diubah menjadi lebih ketat. Masalahnya, masyarakat mulai menunjukkan tanda-tanda kejenuhan dan mulai pasrah. Hal ini mesti mendapat perhatian serius dari pemerintah  karena jika sikap pasrah menyebar semakin luas di tengah masyarakat, pandemi dengan varian apapun akan semakin berbahaya.
Pelanggaran protokol kesehatan tidak lagi hanya dilakukan oleh orang-orang yang sejak awal mengingkari pandemi karena berita-berita hoaks dan teori-teori konspirasi.Â
Orang-orang yang benar-benar percaya dan sebelumnya taat prokes juga mulai abai karena pandemi seperti tak berujung, sementara pemerintah kerap menunjukkan inkonsistensi dalam pembuatan aturan, ditambah berita-berita tentang bisnis pejabat yang berhubungan dengan penanganan Covid-19, korupsi dan berbagai bentuk-bentuk tak simpatik dari pemerintah.Â