Mohon tunggu...
Mario Manalu
Mario Manalu Mohon Tunggu... Editor - Jurnalis JM Group

A proud daddy

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Menurunkan Jokowi dari Menara Gading

25 Januari 2015   20:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:24 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada hari peringatan Hak Asasi Manusia (HAM) di awal bulan Desember yang lalu, Jokowi kembali menegaskan janji politiknya semasa kampanye untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia pada masa lalu. Penegasan itu membuat publik, terutama para keluarga korban pelanggaran HAM, pemerhati dan aktivis,  melambungkan harapan tinggi dan merasa telah menjatuhkan pilihan pada orang yang tepat dalam Pilpres yang lalu. Publik toh tahu janji itu tidak mudah diwujudkan karena Reformasi Indonesia telah berjalan sekitar 17 tahun, tapi belum ada satupun pemimpin yang berhasil mewujudkannya. Semua masih berada pada tingkat “memberi janji”.

Kuatnya cengkraman kaki tangan penguasa Orde Baru (atau politisi bermental ORBA) pada pemerintahan pasca-reformasi ditenggarai sebagai penyebab utama sulitnya agenda itu terwujud. Maka Jokowi menjadi tumpuan harapan karena diyakini tidak mempunyai “hutang masa lalu” dan kepentingan politik yang dapat menjerumuskannya ke cengkraman maha kuat itu. Tetapi kalau kita bercermin sejenak ke isu-isu terkini, kinerja Jokowi di bidang penegakan hukum agaknya tidak seindah janji-janjinya.

Mulai dari pemilihan Jaksa Agung, Kapolri, sikapnya terhadap “kriminalisasi” KPK, sama sekali jauh dari harapan publik. Bahkan Jokowi dianggap kalah tegas dari presiden sebelumnya yang sering mendapat cap “tidak tegas”. Kemarahan publik atas sikap mengambang itu, tercermin dalam komentar sinis seorang aktivis Migrant Care, sesudah Jokowi memberi keterangan pers mengenai kasus Bambang Widjoyanto: "Pernyataan Jokowi tidak lebih tegas dari seorang ketua rukun tetangga (RT). Kita butuh seorang presiden, bukan petugas partai".

Jika dalam isu-isu hukum terkini yang tentu sangat sensitif,  Jokowi tidak mampu menunjukkan  ketegasannya dalam membela  kepentingan masyarakat yang lebih luas, pantas kita bertanya, mampukah dia menuntaskan kasus-kasus HAM masa lalu yang sebagian sudah dilupakan masyarakat? Sesungguhnya pertanyaan ini tidak menyangkut mampu atau tidak mampu. Lebih pada komitmen dan saya yakin komitmen itu masih ada. Hanya saja, Jokowi sekarang seakan tinggal di sebuah menara gading kekuasaan yang dibentengi oleh pelbagai kepentingan politik. Persis seperti pemimpin-pemimpin sebelumnya  yang tidak bisa lepas dari cengkraman rejim ORBA.

Dari puncak menara itu dia mengamati hiruk pikuk negeri ini dan mesti permisi dari para petugas menara tiap kali ingin turun tangan. Maka tindakan-tindakan, pernyataan dan sikapnya sering kali telah disitir oleh para petugas menara politik, maka hasilnyapun mengambang agar tidak berbenturan dengan kepentingan politik manapun. Hilanglah  semua ketegasan yang pernah ditunjukkannya saat memerintahkan pembakaran kapal-kapal illegal;  saat menolak grasi para terpidana mati; dan semua ketegasan yang pernah ditunjukkannya saat menjabat Gubernur dan Walikota itu.

Tahun ini akan genap 50 tahun kita hidup dalam bayang-bayang sebuah peristiwa pelanggaran HAM paling memilukan yang pernah terjadi di negeri ini, yakni peristiwa 1965. Haruskah kita menunggu lebih lama lagi untuk menyelesaikannya (dan kasus-kasus lain) agar kita bisa hidup berdamai dengan masa lalu dan belajar dari sejarah untuk hari esok yang lebih baik? Mungkin kita tidak perlu menunggu lebih lama, kalau kita berhasil menggugah kesadaran pemimpin yang baru saja kita pilih untuk kembali ke jati dirinya. Maka untuk kepentingan yang lebih panjang, kita tidak cukup berseru “Save KPK”, tetapi juga “Pak Presiden, turunlah dari menara gading politik dan jadikan kami (rakyat) sebagai bentengmu”

Lih. “Jokowi: Saya Berkomitmen Tuntaskan Kasus HAM”. KOMPAS, 11 Desember 2014.

"Pernyataan Jokowi Tidak Lebih Tegas dari Seorang Ketua RT". Kompas.com, 23 Januari 2015.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun