Keberadaan nuklir sama seperti elektron, dimana elektron dilambangkan sebagai muatan negatif. Hal tersebut berlaku di seluruh bidang ilmu pengetahuan sepeti biologi, kimia, maupun fisika. Elektron mendapat kesan negatif karena dahulu ilmuwan-ilmuwan melambangkan elektron sebagai muatan negatif, padahal kita tahu itu hanya simbol negatif. Sedangkan dalam ilmu pengetahuan khususnya fisika, elektron memiliki manfaat yang sangat besar. Bahkan diseluruh penemuan-penemuan penting, elektron mengambil tempat yang sangat vital.
Begitulah keberadaan nuklir ditengah masyarakat Indonesia.
Keberhasilan Albert Einstein menemukan suatu persamaan yang amat terkenal yaitu E = mc2 : massa dapat diubah menjadi energi, telah mengawali babak baru di kehidupan dunia. Ketika kecepatan suatu massa mendekati kuadrat kecepatan cahaya, energi yang maha dahsyat tereksitasi dari proses itu. Walaupun massa tersebut sebesar atom sekalipun. Tak ayal jika bom atom dapat meluluhlantakan Hiroshima dan Nagasaki dalam hitungan menit. Satu kata dari kejadian itu :nuklir. Dari kejadian bom dahsyat itu, ada dua keyakinan yang muncul : nuklir dapat menghentikan perang dunia, dan nuklir dapat memperparah keadaan dunia. Setelah bom itu diluncurkan pilot Amerika, Jepang menyerah dan perang dunia kedua berakhir. Itu dampak positifnya. Namun waktu terus berlanjut hingga nuklir memunculkan paradigma negatif. Ratusan hulu ledak nuklir di bangun di negara-negara Barat dan Amerika. Seperti Rusia, Amerika Serikat, hingga menjalar ke tanah Asia, yaitu China, Korea Selatan, dan Israel. Sampai saat ini, negara Islam di Timur Tengah, Iran juga sedang marak-maraknya membangun instalasi nuklir.
Di balik kejadian dunia itu, nuklir telah menjadi sesuatu hal yang menakutkan. Nuklir diidentikkan dengan senjata, bom, rudal, roket, dan sebagainya. Belum berakhir stigma negatif tentang nuklir, muncul masalah baru. Meledaknya salah satu reaktor nuklir di Chernobyl pada 26 April 1986 menyebabkan kehadiran nuklir semakin dikhawatirkan bahkan membawa ketakutan. Bencana meledaknya pembangkit listrik tenaga nuklir yang terletak di dekat Pripyat di Ukraina itu mengakibatkan partikel radioaktif dalam jumlah besar tersebar ke atmosfer di seluruh kawasan Uni Soviet bagian barat dan Eropa. Bencana nuklir ini dianggap sebagai kecelakaan nuklir terburuk sepanjang masa. Bahkan sekarang kota Chernobyl telah berubah menjadi kota mati tak berpenghuni.
Sulit untuk mengubah paradigma negatif masyarakat tentang nuklir. Mereka terlanjur mengetahui bencana-bencana mengerikan ketimbang manfaat-manfaat besar dari nuklir. Dapat dimaklumi bahwa untuk pembangunan PLTN di indonesia masih terkendala kepercayaan dari masyarakat. Jepang yang notabenenya adalah raja teknologi dunia pun masih kewalahan menghadapi bencana tsunami yang merusak sistem PLTN Fukushima, apalagi Indonesia yang kedisiplinan kerjanya jauh di bawah Jepang. Masyarakat tidak sepenuhnya percaya akan kemampuan sumber daya manusia di bidang teknologi nuklir. Terkait dengan bayang-bayang Chernobyl dan Fukushima, masyarakat mengkambinghitamkan kemampuan SDM Indonesia. Namun diluar rencana pembangunan PLTN, sungguh banyak peranan iptek nuklir di kehidupan masyarakat. Hanya saja masyarakat tidak menyadari itu. Seringkali masyarakat menggunakan fasilitas di rumah sakit untuk ront-gen, atau penggunaan deteksi barang di bandara, serta masyarakat menikmati beras hasil dari teknologi nuklir. Itu adalah contoh kecil dari pemanfaatan teknologi nuklir di masyarakat. Tanpa sepengetahuan mereka, nuklir telah membawa kesejahteraan bagi. Namun secara terang-terangan, nuklir masih menjadi hal yang mengerikan di mata masyarakat. Penggunaan kata senjata nuklir oleh Amerika Serikat dan Korea Selatan telah menghipnotis pikiran kebanyakan masyarakat. Jika dahulu Amerika atau negara-negara lain memakai kata nuklir untuk kesejahteraan, boleh jadi saat ini paradigma masyarakat berbeda.
Jajak pendapat PLTN di Indonesia yang dilakukan PT. Andira Karya Persada tahun 2012 merepresentasikan bahwa pengetahuan masyarakat Indonesia tentang iptek nuklir masih rendah. Jajak pendapat tersebut dilakukan di 33 provinsi dengan sampling 3000 responden nasional. Dari jajak pendapat tersebut, didapat data bahwa pengetahuan masyarakat terhadap iptek nuklir masih rendah yaitu sekitar 31,77 % mengetahui manfaat iptek nuklir. Sebanyak 52,93 % masyarakat menerima pembangunan PLTN untuk menjamin pasokan listrik, sebanyak 24,23 % tidak setuju dan 22,83% lainnya menjawab tidak tahu. (sumber : infonuklir.com)
Phobia nuklir dan stigma negatif tentang nuklir telah menahan sebuah perubahan besar di negara ini.Disaat 78% pasokan listrik Perancis berasal dari PLTN, 68,23% penduduk Indonesia tidak mengetahui kehadiran nuklir. Hal itu dapat dimaklumi karena kurangnya sosialisasi tentang nuklir dan manfaatnya terhadap kesejahteraan masyarakat. Keadaan tersebut membuat pihak anti-nuklir menyebarkan opini yang belum sepenuhnya benar tentang nuklir. Masyarakat Indonesia yang kebanyakan masih awam tentang nuklir hanya mengkonsumsi berita-berita negatif dari berbagai media. PTLN yang dapat meledak, limbah radioaktif yang dapat membahayakan kesehatan, biaya pembangunan yang mahal, dan berita-berita miring lainnya menyebabkan dogma negatif masyarakat mencuat serta membuat masyarakat ‘membenci’ PLTN. Sehingga, bukan hanya PLTN yang ditolak, namun pemanfaatan teknologi nuklir selain PLTN juga menjadi sasaran penolakan. Asal ada kata nuklir, teknologi tersebut akan ditolak.
Pemerintah menjadi pihak penting yang dapat meyakinkan masyarakat tentang nuklir dan pemanfaatannya. Dengan sosialisasi dan usaha-usaha pengenalan iptek nuklir, diharapkan masyarakat akan mengubah haluan pikirannya dari yang tadi menolak berubah menjadi mendukung. Bahkan bila diintesifkan, masyarakat akan membutuhkan pemanfaatan iptek nuklir untuk menunjang kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H