Entah apa yang melintas di kepala saya dengan melabelkan "pengusaha licik". Malam ini menjelang tidur, ketika sedang asik melihat-lihat berita regional di seputar Jawa Barat, dua hari yang lalu tepatnya tanggal 18 Mei 2017, telah terjadi kecelakaan yang melibatkan sebuah truk kontainer akibat rem blong dan menyebabkan tabrakan beruntun hingga 10 mobil di jalan tol Cipularang KM 91 di Kabupaten Purwakarta arah ke Jakarta. Tercatat 4 orang meninggal dunia, dan menyisakan banyak korban luka berat serta ringan. Sebenarnya berita rem blong di tahun 2017 ini sangat-sangat tidak asing, tidak lama sebelumnya masih seputar kendaraan besar dan rem blongnya yang terjadi di Jawa Barat juga tepatnya di Cipanas Kabupaten Cianjur, melibatkan bus dan tak lama kemudian ada truk dengan kejadian sama.
Saya pun yang bisa dalam seminggu 1 hingga 2 kali pulang pergi ke Jakarta menggunakan jalan tol Cipularang, setiap harinya pasti menemui ada truk ataupun kendaraan besar yang tergeletak di pinggir jalan tol, entah itu sekedar berhenti, mogok, atau bahkan menabrak pembatas jalan yang mungkin sudah bisa ditebak, rem blong menjadi alasan utama. Ya, lagi-lagi rem blong mewarnai tajuk berita utama soal kecelakaan kendaraan besar, terutama di Jawa Barat.
Sebagai "frequent flyer" jalan tol Cipularang, saya merasa keselamatan saya dan pengguna jalan tol lainnya terancam dengan kondiri padatnya mobil-mobil besar bisa truk ataupun bus yang lalai dalam menaati aturan di jalan tol ini. Tidak siang tidak malam ataupun sore, pasti selalu ada kendaraan besar dengan bobot yang sangat berat melintas di jalan tol. Bila tidak salah, untuk kendaraan berat pun ada aturan jalannya dan harus menyesuaikan waktu yang ditentukan oleh dinas perhubungan terkait. Tidak sering juga kendaraan super berat ini melintas dengan kondisi lambat menyusul kendaraan berat lainnya dari sebelah jalur cepat (kanan) atau bahkan mereka ketika menyusul kendaraan di depannya suka membanting setir dengan mengambil jalur kanan dengan mendadak, sehingga disinilah saya mengasumsikan dengan kondisi mengangkut beban berat dan selap selip ingin cepat-cepatan yang bisa menimbulkan bahaya kecelakaan. Bahkan yang paling parah, bila malam hari, kendaraan super besar ini beberapa lampu kendaraannya yang tidak lengkap, atau bahkan seperti kasus bulan Januari ketika saya hendak kembali ke Bandung, di KM 36 saya menemui kontainer yang ditempel kertas seukuran A4 bertuliskan "jaga jarak lampu rem mati!".
Sebagai pengusaha, saya cukup mengerti bila setiap perusahaan dituntut untuk bisa mendistribusikan barang dengan cepat agar proses produksi bisa berjalan dengan baik, hingga pada akhirnya banyak pula yang mengabaikan kondisi kendaraan besar pengangkut barang produksi mereka. Inilah kenapa saya merasa baper dan menyebut mereka yang tidak memperhatikan kondisi kendaraan-kendaraan pengangkut mereka dengan baik, yang penting bisnis berjalan dengan baik. Selain itu juga kondisi mental dan fisik dari supir kendaraan besar yang kadang kurang diperhatikan, entah karena kejar target tanpa peduli waktu, sehingga dengan kondisi yang kurang prima pun selama masih bisa menyetir tetap jalan.
Saya pribadi mengingatkan khususnya kepada diri saya, dan umumnya kepada para pengusaha untuk mengutamakan pelayanan yang baik kepada supir-supir serta armada mereka agar baik kendaraan dan supir serta kernet harus dalam kondisi fit, sehingga angka kecelakaan fatal di jalan tol bisa ditekan. Selain itu, saya menghibau kepada para pengusaha pengangkut untuk menaati waktu jalan operasional kendaraan-kendaraan mereka. Kebayang kan mobil rusak harus biaya, supir truk luka harus biaya, dan tentunya bisa jadi dijatuhkan tindakan kriminal karena lalai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H