Mohon tunggu...
Rio Alif Ramzy
Rio Alif Ramzy Mohon Tunggu... Lainnya - A cinephile as picky as coffee connoisseur.

A head full of imagination.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

"Eliana, Eliana", Meresapi Hubungan Kekeluargaan di Tengah Hingar Bingar Jakarta

14 April 2020   22:36 Diperbarui: 14 April 2020   22:42 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di mata penulis, Jakarta layaknya seperti New York. Kota dimana mata dapat terbutakan oleh dunia,  yang kaya dan miskin tinggal bersama di satu area, segala suku bangsa tumpah ruah layaknya satu piring isi gado-gado atau rujak Betawi, dan jiwa-jiwa tidak pernah benar-benar tertidur. Jakarta adalah hutan belantara beton yang tidak pernah pandang bulu dan selalu kejam. Walaupun begitu, ia indah. Wajah Jakarta begitu indah dengan segala energi, kemerlap dan kerusakannya. " Eliana, Eliana", meski usianya sekarang sudah 16 tahun, lebih mahir menangkap wajah Jakarta dan segala persoalannya dengan cara yang selalu relevan dan tak lekang waktu daripada banyak film serupa, terutama "A Copy of My Mind" yang idenya kurang lebih sama.

Eliana (Rachel Maryam) tiba-tiba pergi merantau ke Jakarta di hari pernikahannya, tidak bersua dengan keluarganya di Padang selama lima tahun. Eliana memiliki dua teman yang menjadi rekan-rekan seperjuangan, Heni (Henidar Amroe) dan Ratna (Marcella Zalianty). Sang Bunda (Jajang C. Noer) tiba-tiba datang ke Jakarta ke hadapan Eliana, dan Eliana harus berhadapan dengan hubungan ibu-anak yang bersitegang sementara Heni, yang sudah ia anggap sebagai keluarga sendiri, hilang entah kemana. Bersama Bunda, Eliana menghabiskan malam di belantara Jakarta mencari Heni dan memecah keheningan antara dirinya dan Bunda.

Eliana berusaha untuk melepaskan diri dari kekangan orang tua dan adat, dan dalam prosesnya ia merantau ke Jakarta untuk membuktikan bahwa ia bisa berdiri sendiri. Namun, di balik kekuatannya untuk meneguhkan diri dan membela dirinya dari pria-pria yang berusaha memanfaatkannya, Eliana tetap adalah makhluk pemula di dalam Jakarta. Ia tidak bisa benar-benar lepas dari bimbingan kedua teman dekatnya tersebut. Kenyataan ini justru terjadi di saat-saat pencarian Heni. Di depan Bunda, ia menguatkan diri, namun di belakang ia masih merasa belum aman dan nyaman. Ia bergantung pada kedua temannya untuk bertahan hidup. Tanpa Heni, Eliana sudah lama didepak dari kontrakannya. Sementara itu, Bunda menganggap bahwa ia mengetahui semua tentang Eliana dan apa yang terbaik untuknya. Kenyataannya, mereka berdua tidak cukup mengetahui diri masing-masing dan tidak berusaha menjembatani keduanya.

Di sisi lain, karakter supir taksi (diperankan dengan baik oleh Arswendi Nasution) yang cukup bagus sebagai pemanis dalam hubungan Bunda-Eliana secara luar biasa dikembangkan dengan eksposisi latar belakangnya yang natural dan menghadirkan topik yang ternyata juga melingkupi cerita utama: lunturnya identitas asal. Si supir taksi merupakan seorang pendatang dari Padang, namun Eliana tidak lagi bisa melihat identitas suku budaya itu padanya. Secara pintar, Riri Riza menyelipkan isu lunturnya suku budaya di Jakarta akibat pengaruh lingkungan yang menghadirkan benturan-benturan kemajemukan identitas, sembari mengajak penonton untuk melihat Eliana sebagai pribadi yang juga sudah dibentuk oleh Jakarta sampai-sampai Bunda seolah tidak lagi melihat Eliana yang sama.

"Eliana, Eliana" menghadirkan karakter-karakter perempuan yang kuat dan kompleks tanpa memaksakan diri demi merepresentasikan perempuan dengan lebih baik dalam sinema. Perempuan jarang menjadi sorotan utama dalam film-film yang mengulas kehidupan di Jakarta, padahal mereka hadir di segala sudut ibukota. Film ini sukses menggambarkan wanita-wanita yang berusaha teguh menyamai pria demi bertahan hidup di Jakarta tanpa meninggalkan kodrat mereka sebagai seorang perempuan. Tidak jatuh pada stereotip perempuan sebagai makhluk yang lemah maupun makhluk maskulin. Selain itu, film ini mampu untuk menangkap keajaiban dan keindahan Jakarta tanpa melupakan estetika. Sinematografi dan penyuntingan "Eliana, Eliana" dinamis dan romantis, seperti sedang melihat salah satu film Wong Kar-wai.

"Eliana, Eliana" adalah salah satu dari segelintir ilustrasi realistis Jakarta dalam sinema, dan tidak diragukan lagi bahwa tingkat pembentukan film ini sangat tinggi.

ELIANA, ELIANA | 2002 | Sutradara: Riri Riza | Pemeran: Rachel Maryam, Jajang C. Noer, Arswendi Nasution, Henidar Amroe, Marcella Zalianty | Penulis skenario: Riri Riza, Prima Rusdi | Sinematografi: Yadi Sugandi | Penata artistik: Adrianto Sinaga | Penyunting: Sastha Sunu | Penata suara: Thoersi Argeswara

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun