Mohon tunggu...
Rio Muqni
Rio Muqni Mohon Tunggu... lainnya -

man wish for simple things

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sabar Berbuah Sangat Manis

31 Mei 2012   12:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:33 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sudah dua tahun setelah pernikahanku dengan Via, walaupun kami belum diberkahi dengan seorang anak namun aku dan istriku bisa menjalani hidup sederhana yang bahagia. Kami bisa menjalani kebahagiaan kami yang dengan sangat sederhana ini semata-mata karena istriku yang sangat sabar. Kesabarannya selalu saja bisa meluluhkan emosiku yang kadang mau meledak dengan sangat keras bila aku sedang sharing dan menceritakannya beberapa masalah tentang pekerjaan dan lain-lain. Dia tidak pernah berbicara keras denganku ketika saya mengajaknya bercerita. Entah pernah makan apa istriku karena dia bisa sangat sabar dengan kesederhanaan hidup kami, padahal jika sebenarnya dia mau maka aku pasti bisa mendapatkan sebuah pekerjaan yang lebih dari sekedar menjadi seorang pengajar bahasa yang mengajar di sebuah kursusan kecil yang tidak terlalu terkenal.

Saat itu ketika aku sedang menceritakan tentang pekerjaan yang lebih menjanjikan yang dengan gaji yang cukup tinggi di banyak perusahaan di kota besar seperti ini bisa meningkatkan taraf hidup kami, bahkan aku juga memakai alasan jika kami bisa membangun rumah yang lebih besar lagi dari pada tempat kecil kami sekarang yang masih harus sibuk-sibuk jika musim hujan tiba. Namun yang dikatakan istriku pada saat aku mengutarakan itu semua malah tidak seperti orang lain pada umumnya yang banyak memimpikan rumah besar.

“Tidak apa-apa jadi pengajar pa, tugasnya mulia loh!”

“mama tidak masalah dengan penghasilan papa yang tidak seberapa, yang penting itu sudah cukup buat kita…!” kata istriku saat itu sambil menyiapkan makan malam kami.

“tapi ma..kan saya bisa dengan mudah mendapatkan penghasilan yang lebih dari ini, percuma dong Sarjanaku!” sanggahku dengan sedikit lebih ngotot.

“ia..saya tau, tapi ini sudah sangat cukup kok buat saya”

“lagian saya dan papa kan punya penghasilan yang hampir sama dari pekerjaan yang sama pula?”

“kalau itu di gabung kan sudah lebih dari cukup pa?”

“buktinya sekarang kita juga masih bisa dan terus menabung kan?”

“…”

Memang benar gajiku dan gaji istriku yang juga bekerja sebagai pengajar di sebuah SD swasta di dekat tempat tinggal kami selama ini masih bisa disisihkan untuk tabungan. Namun aku tetap merasa bahwa kami masih bisa lebih, dan waktu aku bermaksud melanjutkan perbincangan kami, istriku lansung memotong.

“Papa taukan kalau Allah tidak suka dengan sesuatu yang berlebihan?”

“apa lagi di zaman sekarang yang namanya cukup kurang bisa di hargai lagi sekarang…”

“bahkan orang-orang di tuntut mengejar kesuksesan dan harta dengan tidak sabar dan akhirnya jadi berlebihan, karena itu mungkin akan sulit kita melihat orang yang benar-benar mau bersyukur dari dalam hati ketimbang dikeluarkan dari mulut…”

“saya gak mau papa seperti itu…saya gak mau kita seperti itu pa”

“….”

Begitulah kata-kata istriku yang lansung membuatku terhenyak dan terdiam yang akhirnya hanya senyum yang bisa kubalaskan kepadanya. Terkadang aku sering menganggap istriku adalah wanita yang sedikit cuek dan tidak peduli dengan apa yang sedang gempar diberitakan. Namun akhirnya aku tau bahwa dia bukan tidak peduli tapi kesabaran dan rasa syukurnya itu yang membuatnya seperti itu. Dia juga pernah mengatakan bahwa

“generasi sekarang sedang sekarat, dan akan sulit untuk diperbaiki apa lagi kalau kita tidak punya posisi dan bahkan orang dulunya bercita-cita untuk mengobati Negara kita ini saat mendapatkan posisi malah berpaling dan ikut dalam keadaan yang sekarat itu”

“dan hal yang paling bijak sebagai guru kita lakukan adalah berusaha untuk menunjukkan apa yang benar dan salah kepada generasi yang kelak akan menjadi penerus pejuang kita”

Memang istriku adalah wanita yang rajin membaca dan menulis, namun aku tidak menyangka bahwa ternyata dia ternyata adalah salah satu orang yang peduli dengan bangsa ini karena selama ini aku jarang melihat istriku berkomentar tentang berita-berita yang sedang gempar di televisi walaupun aku sering ngomel-ngomel sendiri setelah melihat berita tentang korupsi.

***

Semenjak apa yang di katakan istriku saat percakapan kami itu aku sedikit demi sedikit mengikuti jejak istriku dan aku sadar aku lebih menikmati apa yang kupunya sekarang dan menjadi lebih nyaman ketika sedang mengajar murid-murid kursusanku itu. Bahkan aku juga sekarang mengikuti kebiasaan puasa senin-kamis istriku.

Suatu hari ketika aku selesai mengajar dan seperti biasanya aku lansung menuju kerumah, namun ternyata itu tidak bisa lancer pasalnya jalan yang sering kulewati itu ternyata terjebak macet.

“loh…kok di sini bisa macet?”pikirku

Memang tidak seperti biasanya jalan selebar dua mobil truk ini menjadi macet, karena itu tentu saja aku merasa heran dengan macet ini. Pasalnya jalan ini tidak sering di lewati walaupun tetap jalanan umum. Hanya orang-orang yang tinggal disekitar wilayah jalan itu yang setiap hari menggunakannya dan kebanyakan dari pengguna jalan itu adalah pengendara motor walaupun ada beberapa juga mobil yang sering melintas di jalan itu.

“aduh…udah masuk maghrib”

“bentar lagi adzan nih, bisa telat buka nih!…” pikirku sambil menunggu antrian untuk jalan.

Namun ternyata sudah hampir sejam aku menunggu namun belum juga bisa lewat macet ini. Beberapa pengendara motor dibelakangku mulai mengomel dan berusaha mendahului pengendara didepannya dengan melewati jalur yang berlawanan dan mengambil alih seluruh badan jalanan itu.

“oeee gimana bisa lewat kalau kalian ngambil nutup jalur sebelah?” omel seorang yang berpakaian serba putih dan berpeci putih juga.

“udztad nih”pikirku

Namun yang tidak masuk akal ketika udztad itu sedang menceramahi dan mengomel-ngomel kepada pengendara lain yang dia anggap salah itu namun posisi kendaraan udztad itu ternyata sangat kontras dengan omelannya. Pasalnya diapun berada melewati tengah badan jalan itu.

Aku hampir meledak juga saat itu karena merasa sudah sangat penat. Namun apa yang dilakukan udztad itu membuatku ingat akan kesabaran yang diceritakan istriku serta puasa yang sedang kujalani. Akhirnya selama sejam lebih aku menunggu dengan sabar bisa lolos dari kemacetan itu.

Saat sampai di rumah aku lansung di sambut oleh istriku tersayang yang lansung melayaniku karena tau aku sedang puasa. Namun bukan hanya itu karena aku merasa aneh ketika dia melayaniku. Wajahnya terlihat cemberut sambil terus memperhatikanku.

“Ada apa ma? Kok terlihat sedih?” tanyaku penasaran melihat ekspresinya.

“gini pa…emmmm…sayaa….itu..ee anu”

“napa ma? Ayo cerita ada apa?” tanyaku yang semakin penasaran.

“ada apa sih ma?” nadaku yang semakin meninggi setelah melihat dia mengusap air matanya dan membuatku takut setengah mati.

“anu pa…emmmm”

“sayaaa…”

“sa sayaa…”

“kamu kenapa ma?”ayo jawab sambil memegang kedua pundaknya dan menaikkan wajahnya yang tertunduk itu.

“saya…”

“saya… Hamil pa” sambil tertawa geli melihatku yang terlihat sangat cemas.

“ya..sudah 2 bulan pa”

Lansung aku tersentak ketika dia menyebutkannya lagi. Perasaan senang yang tak terbendung ini membuatku mendekapnya dang mengangkatnya dengan kegirangan yang tak terlukiskan.

“kesabaran dan rasa syukur itu memang akan berbuah sangat manis” Dalam hati dan kuucapkanAlhamdulillah.

Makassar, 01 June 2012

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun