Hutan Wonosadi mengalami tanah longsor dan banjir bandang. Akibat dari bencana tersebut Hutan Wonosadi mengalami kekurangan air bersih. "Keadaan saat ini sudah membaik dengan adanya mata air yang ada di hutan wonosadi. Air tersebut dapat digunakan irigasi dan kebutuhan rumah tangga". Ujar mbah Gimo, selaku tokoh Masyarakat setempat. Upaya pelestarian hutan perlu dilakukan dengan nilai-nilai kearifan lokal yang disampaikan secara turun temurun.
      Pada tahun 1965      Lima mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan yang tergabung dalam tim Pekan Kreativitas Mahasiswa bidang Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) melakukan penelitian mengenai tradisi lisan. Tim riset yang terlibat didampingi oleh dosen, Dr. Yosi Wulandari, M.Pd, yaitu oleh Annisa Fatati Rahmah (PBSI 2021), dengan anggota Ahmad Rif'an Rio F (PBSI 2022), Nafisatul Faridah (PBSI 2021), Reki Kusuma Wardana (PBSI 2021), dan Ainin Nuzha Izzatin Fauzia (Teknologi Pangan 2023). Penelitian dilakukan dengan mendatangi secara langsung yang bertepat di antara dua dusun yaitu, dusun Duren dan Sidorejo Desa Beji, Ngawen Gunung Kidul. Penelitian ini telah dilakukan selama 4 bulan dari bulan April -- Juli 2024.
      Dimana pemilihan lokasi riset dengan alasan terdapat banyak tradisi lisan seperti mitos, cerita rakyat, dan adat istiadat yang masih eksis namun belum memiliki dokumentasi dengan baik. Selain itu, masyarakat di Desa Beji berperan aktif dalam menjaga hutan dengan berbagai aktivitas berdasarkan kepercayaan yang diyakini. Berangkat dari keinginan untuk informasi lebih lanjut mengenai tradisi lisan Desa Beji dan sebagai sarana dokumentasi dari ancaman kepunahan tradisi lisan saat ini.
      Tradisi Lisan memberikan nilai-nilai yang berperan positif dalam menampilkan nilai moral dan etika dalam mitos bagi perilaku individu dalam Masyarakat yang bernama Ki Onggoloco dan Rara Resmi. Dimana legenda tersebut memiliki makna dan filososfi untuk selalu dapat Amanah menjaga hutan wonosadi. Mitos larangan yang ada di hutan wonosadi diantaranya siapapun yang mengambil kayu dalam hutan secara terang-terangan mengandung nilai filosofi ghasab. Nilai tersebut sebagai perlindungan dari kerusakan hutan agar tidak serakah mengambil yang ada dalam hutan. Mitos membutuh satwa memngandung nilai filosofis zalim. Dimana membunuh satwa dapat merusak ekosistem hutan wonosadi. Apabila orang yang berbuat zalim Tuhan tidak akan mengampuni dosannya dan berdampak buruk untuk manusia sendiri. Mitos larangan mengotori mata air hutan wonosadi mengandung nilai filososfis dharar.  Dimana nilai ini dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Hutan wonosadi memeiliki 3 mata air yaitu Pok Blembem, Kalas, dan Kepuh dimana mata air tersebut sebagai irigasi dan kebutuhan rumah tangga Masyarakat.
      Mitos tidak hanya menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini, tetapi juga sebagai alat untuk membangun identitas budaya dan memperkuat nilai-nilai moral dalam masyarakat. Upaya pelestarian mitos-mitos ini harus terus dilakukan agar kekayaan budaya Indonesia tetap terjaga dan dapat diwariskan kepada generasi mendatang. Dalam pelatihan tersebut telah dilakukan pengumpulan data dengan observasi, wawancara, dokumentasi, Focus Group Discussion (FGD) diikuti oleh kepala desa, ketua Pokdarwis, ketua Kehati, ketua Jagawana, dan masyarakat sekitar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H