Mohon tunggu...
Rio Ismail
Rio Ismail Mohon Tunggu... lainnya -

Rio Ismail (Suwiryo Ismail), lahir di Gorontalo dan menyelesaikan kuliah di FISIP Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sam Ratulangi, Manado. Mengawali kiprah sebagai jurnalis di Manado pada awal 1985. Pada saat bersamaan juga menjadi aktivis di organisasi non pemerintah (Ornop) atau NGO di Lembaga Bantuan Hukum (LBH/YLBHI) Manado. Pernah menjadi Direktur LBH Manado, Direktur Eksekutif WALHI Sulawesi Utara, anggota Dewan Nasional WALHI, dan Deputi Direktur Eksekutif Nasional WALHI. Pernah bergabung menjadi anggota Solidaritas Perempuan dan duduk di Dewan Pengawas Nasional Solidaritas Perempuan selama dua periode. Beberapa tahun terakhir mendirikan The Ecological Justice dan aktif melakukan advokasi dan pendidikan politik untuk isu lingkungan, hak azasi manusia, gender/feminis, korupsi dan money laundering, dan memantau arus pembiayaan internasional/MDB's yang berdampak pada perusakan lingkungan dan pelanggaran hak azasi. Disamping sebagai praktisi dan konsultan lepas untuk pengembangan strategi komunikasi dengan pendekatan integrated marketing communication (IMC) dan political marketing.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Melawan Barat dengan Cara Mengobral Kekayaan Alam Kepada Kekuatan Ekonomi Baru

23 April 2015   05:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:46 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

oleh Rio Ismail

Pidato Jokowi di arena KAA nampak dari luar sebagai pernyataan ideologis yang menggugat dominasi USA dan Eropa dalam pertarungan global.  Statement “membuang World Bank, IMF dan ADB”, sungguh pernyataan menyentak dan berani.  Selama ini hanya Ahmadi Nejad, Evo Morales, dan “duo almarhum” -- Fidel Castro dan Hugo Chaves – yang berani selantang itu.  Dulu Seokarno juga melakukan cara yang sama, “melinggis” Amerika dan Inggris dan “mengganyang Malaysia”. Andai ini diucapkan Jokowi saat pilpres, saya tentu menjadi bagian dari pendukung Jokowi yang sangat gembira dan akan all-out membelanya.

Sungguhkah Jokowi serius dengan pernyataannya? Mnegapa baru setelah terpilih mengatakannya secara lantang? Atau, jangan-jangan pernyataan ini tidak beda dengan kebanyakan kepala Negara yang bikin pernyataan heboh dan terkesan heroik hanya untuk mengalihkan berbagai isu atau masalah di dalam negeri? Bukankah Soekarno juga mau mengganyang Malaysia juga untuk alasan yang sama? Ahmadi, Evo, Fidel dan Chaves memang menentang barat dan mengerahkan sumber daya yang ada di dalam negeri untuk kepentingan rakyatnya. Jokowi justru mengobral sumberdaya di dalam negeri untuk kejayaan pemain baru di dalam ekonomi global yang berpusat di China. Apa yang beda dengan kekuatan ekonomi yang sebelumnya berpusat di US dan Eropa?

Atas nama pembangunan projek infrastruktur yang didanai sindikasi perusahaan pembiayaan dari China, Jokowi mengubah sistem perizinan dengan memangkas hak masyarakat untuk ikut menentukan keputusan. Termasuk keputusan mengenai tataruang, AMDAL, ijin lingkungan dan izin usaha.  Jokowi bahkan bahkan menyodorkan Perpres No. 193 Tahun 2015 (perubahan keempat atas Perpres No. 71 Tahun 2006) dan Perpres No. 194 Tahun 2014 (perubahan kedua atas Perpres No.4 Tahun 2010) untuk mempercepat pembangunan 36 PLTU bertenaga batubara yang berkekuatan 20.000 MW sebagai bagian dari paket pembangunan infrastruktur listrik sebesar 35.000 MW yang akan dibangun Jokowi-JK dalam lima tahun ke depan.

Ini tentu adalah paket yang tidak terpisahkan dengan upaya membantu sejumlah perusahaan batubara raksasa,  antara lain PT Asmin Koalindo Tuhup, PT Billiton Indonesia/BHP IndoMetCoal, PT Indika Indonesia Resources, Broken Hill Property (BHP) Billiton, Churchill Mining, Rio Tinto, BP, PT Arutmin Indonesia, PT Adaro Energy Tbk., PT Churchill Mining PLC, Kaltim Prima Coal (KPC), PT Bumi Resources, PT Berau Coal, Banpu Public Co. Ltd, PT Kideco Jaya Agung, PT Bahari Cakrawala, PT Tanito Harum, PT Bayan Resources Tbk, PT Gunung Bayan Pratama Coal (GBP). Termasuk tentunya tiga anak perusahaan PT Toba Bara Sejahtera milik Jenderal (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan -- yang kini menjabat Kepala Staf Kepresidenan Joko Widodo – yaitu PT Adimitra Baratama Nusantara (ABN) di Sanga-Sanga, Kutai Kartanegara (menguasai areal seluas 2,990 hektar, sumberdaya 156 juta ton, dan cadangan batubara 117 juta ton); PT Indomining di Sanga-Sanga, Kutai Kartanegara (memiliki areal 683 hektar, sumber 37 juta ton, dan cadangan batubara 22 juta ton); dan PT Trisensa Mineral Utama di Loa Janan, Muara Jawa dan Sangasanga, Kutai Kartanegara (memiliki areal 3,414 hektar, sumberdaya 43 juta ton, dan cadangan batubara 8 juta ton).

Untuk kepentingan bercokolnya jaringan modal asing baru, Jokowi juga menerbitkan Perpres No. 30 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (perubahan ketiga atas Perpres No. 71 Tahun 2012). Ini merupakan Perpres yang memberikan legalitas bagi pemerintah dan swasta untuk melakukan pengambil-alihan tanah rakyat secara paksa dan sepihak untuk kepentingan pembangunan infrastruktur. Perpres ini juga diterbitkan setelah pembebasan tanah di sejumlah proyek seperti pembangunan PLTU Batang 2.000 MW ditentang rakyat. Termasuk pembebasan tanah untuk proyek pembangunan dua jalur kertaapi khusus batubara di Kaliman Tengah dan Kalimantan Timur, yaitu jalur kereta api Puruk Cahu-Batanjung oleh PT Perkeretaapian Tambun Bungai (PTB), konsorsium yang didirikan oleh China Railway Group Limited bekerja sama dengan PT Mega Guna Ganda Semesta dan PT Royal Energy Consortium. Juga kereta api Kutai Barat-Balikpapan yang dikerjakan PT Kereta Api Borneo, perusahaan yang didirikan bersama Joint Stock Company (JSC) Russian Railways. Proyek jalur rel ini akan melintasi 357 kawasan pertambangan, termasuk diantaranya 20 kawasan berstatus Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP), yang dikuasai perusahaan-perusahaan batubara skala besar yang disebut di atas.

Menteri ESDM Sudirman Said sejak dua bulan silam (setelah ada Perpres No. 30 Tahun 2015) langsung meminta Panglima TNI untuk membantu mengerahkan militer dalam proses pembebasan tanah untuk kepentingan pembangunan infrastruktur pembangkit listrik bertenaga batubara. Apakah ini berarti bahwa tentara akan terlibat menyokong pembangunan berbagai proyek seperti di China? Kita masih harus liat lagi apa yang akan terjadi. Tapi jangan lupa, kita pernah punya pengalaman bagaimana SBY melibatkan TNI dalam proyek konservasi di kawasan lindung dan kawasan yang ada ancaman dari masyarakat untuk mendukung proyek perubahan iklim sejak 2011 hingga 2014.

Kalau melihat fakta-fakta ini, Jokowi sepertinya sedang menyajikan "fiksi ideologis" yang tak clear basis materialnya. Ini bisa jadi kebohongan publik. Bisa juga sekedar wacana yang terkesan heroik tapi tak ada apa-apanya bahkan terkesan menyembunyikan apa yang sesungguhnya terjadi. Lalu, di mana letak Nawacita dan semangat melawan kekuatan ekonomi barat? Mau keluar dari mulut harimau masuk mulut macan? Bukankah blok ekonomi baru, terutama kekuatan pembiayaan yang berbasis pada BRICS Bank (New Development Bank) dan Asia Infrastructure Investment Bank (AIIB) sama sekali tak memiliki kebijakan dan prosedur perlindungan sosial dan lingkungan? Mau berapa banyak kekayaan alam yang akan diobral dan berapa banyak orang yang harus disingkirkan atau dikorbankan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun