Mohon tunggu...
Rinto Pariaman Tono Aritora
Rinto Pariaman Tono Aritora Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Rinto Pariaman Tono R

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Di saat Istri Meminta Haknya

14 Maret 2014   23:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:56 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sehari setelah menikah memang begitu indahnya. Dunia serasa milik berdua sementara yang lainnya ngontrak begitulah kata pepatah lama padahal kita baru nikah saja ngontrak loh hahaha. Dan benar saja aku sangat merasakannya dimana pada pagi harinya ada yang menyiapkan sarapan meskipun yang buat sarapan juga sama posisinya yaitu karyawan seperti aku ini. sementara malamnya tanpa kupinta dia mantan pacarku melayaniku dengan makanan malam. Aah benar-benar menyenangkan dimana dulu makan sendiri di warung tegal ataupun RM Betawi sekarang ada yang nemanin bahkan dipandangin lagi yang bikin nafsu makan tidak usah pake jengkol tapi habis nasi sebakul.

Sebulan kemudian mengetahui dia hamil semakin berlaksa kebahagian kami berdua. Walau aku dengan lebaynya berkata : “uda say..gak usah kerja dulu!” namun istriku ini tidak mau resign, katanya takut jenuh.

Setelah melahirkan putri pertama yang kami beri nama ‘Pyaari’ yang artinya ‘Kasih’ kebahagian tidak lagi berlaksa namun tidak terhitung yang biasa di Bahasa Inggris disebut ‘so much’

Dalam 3 bulan masa cuti melahirkan kulihat sukacita istriku begitu melimpah, kelihatan dari auranya yang menyambutku setiap sore jika pulang kerja.

“Kalau sore begini kok pyaari bobo sih? Itu papa pulang!” kata istriku bangun dan menyambutku.

Namun sehari setelah masa cuti selesai, aku melihat raut sedih diwajahnya, seakan menceritakan tidak ingin berpisah padahal sore nanti pasti akan ketemu dan putri kami pun pasti tidak masalah karena ada ‘sang pengasuh’ yang menemaninya.

Setelah 7 bulan kami sangat bersyukur melihat tumbuh kembang putri kami yang normal dan aktif. Hingga suatu hari istriku meminta : “Bagaimana jika Pyaari berumur setahun, dia menjadi ibu rumah tangga saja?”

Kayak kata artis-artis yang mendapat penghargaan di awards-awards tentu saja aku specchles mendengarnya. Meski kucoba menggerak-gerakkan mataku agar tidak jadi menitikkan airmata yang sudah terbendung karena niatnya yang mulia namun pikiran masih dihantui ‘bagaimana caranya membagi gajiku untuk bayar cicilan rumah, biaya hidup dan juga kontrakan?’

Dengan berat hari kujawab : ‘Lomom ma hasian! (terserah kamu saja say!)”

Setelah Pyaari berumur satu tahun dan sangat aktif akhirnya dia memintaku lagi tuk mengizinkan dia menjadi ibu rumah tangga. Namun akhirnya aku harus jujur dan mengakui bahwa gajiku belum cukup untuk menutupi semua biaya hidup. Jika selama ini dia waswas karena pengasuh tidak ada keluarga terdekat yang memperhatikan putri kami, Kusarankan untuk pindah ngontrak di dekat rumah mertua, atau pilihan kedua tunggu 3 atau 6 bulan lagi.

Meski kuperhatikan saat bekerja ada perasaan tidak ingin meninggalkan putri kami tiap paginya namun karena alasan ekonomi tidak ada pilihan baginya selain menjalankan posisinya sebagai ibu rumah tangga plus wanita pekerja.

Setelah 4 bulan berlalu akupun sudah pasrah jika dia benar-benar resign dari kerjaannya. Dengan sharing ke bapa rohaniku yang lebih dulu berumahtangga aku mendapat sebuah kalimat yang merubah pandanganku : “jangan takut dengan rezeki sebab itu sudah ada yang ngatur, ingat anak juga asset yang lebih berharga dari assets apapun, hak istrimu untuk selalu dekat dengan putrinya, jadi kita sebagai suami harus iklas memberi haknya untuk merawat titipan Tuhan”

Setelah turun dari angkutan umum yang lewat dari rumah kontrakanku akupun memasuki rumah dan melihat wajah istriku yang berseri-seri. Hari ini aku akan minta dia resign dan aku putuskan untuk pindah ke rumah KPR yang sudah kami beli walau jauh dipinggiran Bogor sana.

“aku punya kabar gembira” ucapku sambil membuka sepatuku.

“aku juga’sahutnya

“aku duluan”

“gak aaah..dimana-mana itu ladies first” rengeknya.

“Ok, katakanlah” ucapku.

“sebenarnya buat perusahaanku bukan kabar baik tapi bagiku ini kabar baik”

“maksudnya?” tanyaku

“Perusahaanku merumahkan beberapa karyawan dan aku salah satunya sayang” teriak istriku dengan wajah berseri.

“dan kamu tahu…aku dapat pesangon 5 bulan gaji” teriakknya kesenangan memelukku.

“kita pindah ke rumah KPR kita saja minggu depan yah!” pintanya memelukku dan kurasakan tangannya seperti memegang pipinya, mungkin sedang menghapus airmatanya.

“thnks God” ucapku sambil memeluknya erat dan membiarkan airmataku menetes.

“kamu kenapa Say?” Tanya istriku yang melihatku menyeka airmata.

“Amazing God” ucapku.

“sebenarnya aku juga sudah memutuskan kau resign, ternyata Tuhan yang merencanakannya buat kita” jawabku memeluknya lagi tapi kini lebih erat.

Note : sekarang sudah hampir 5 tahun tinggal di pinggiran Bogor semenjak aku memberikan hak buat istri jadi ibu rumah tangga 24 jam penuh.Bahkan kami sudah dikaruniakan 1 orang anak lagi namun berkat dan rezekiNya tidak terhitung. Selalu cukup dan cukup. Lagu Kidung jemaat yang temponya cepat dan riang itu pun kunyanyikan dengan sendunya “Berkat Tuhan mari hitunglah, kau niscaya kagum oleh kasihNYA, berkat Tuhan mari hitunglah, kau niscaya kagum oleh kasihNYA.”

*Artikel ini dibuat karena sharing teman yang baru berumah tangga dan punya kasus seperti saya semalam*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun