Tayangan salah satu stasiun televise baru-baru ini selalu menampilkan sisi lain dari pada salah satu pernyataan yang dikeluarkan oleh Ahok sang incumbent. Beliau mengatakan untuk tidak cuti, dan selalu saja dicari orang-orang yang mungkin sama dengan pemikiran stasiun televisi tersebut untuk bisa menegasikan dan bahkan akhirnya membuat suatu kesimpulan bahwa pernyataan yang dikeluarkan itu pasti salah. Kesimpulan tersebut seakan-akan menjadi sahih ketika yang mengeluarkan pendapat adalah orang-orang yang memang berkompeten dibidangnya.
Salahkah aku untuk tidak mengambil cuti, ketika aku ingin berjuang untuk rakyat, salahkah aku untuk tidak cuti, ketika aku ingin mengawal proses perancangan pembuatan anggaran pendapatan belanja daerah. Salahkah aku untuk tidak cuti ketika semua yang aku kerjakan dianggap sebagai sebuah keanehan bagi orang-orang yang memang ingin tetap mempertahankan jabatan dan posisinya. Dan menganggap bahwa cuti yang telah dibuatkan menjadi undang-undang tersebut merupakan suatu anugerah bagi sang incumbent.
Ahok memandang undang-undang untuk cuti bukan sebagai suatu kesempatan dalam mengkampanyekan segala visi dan misinya. Tapi lebih memandang kepada apa yang bisa aku kerjakan bisa membuat rakyat Jakarta semakin sejahtera. Melihat kepada omongan atau perkataan beliau sebelum keluarnya undang-undang ini juga mengatakan, bahwa ketika  seandainya Ahok tidak terpilih lagi dalam  pilkada yang akan berlangsung di tahun 2017, ia masih punya kado untuk pemerintah selanjutnya yaitu APBD yang sudah diketok palu. Artinya pemerintah selanjutnya hanya bisa melanjutkan programnya sesuai dengan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah yang sudah ditetapkan. Tidak bisa lagi mengotak-ngatik lagi rancangan-rancangan tersebut. Dan kalau mau, itu bisa dilakukan ditahun depannya, di tahun 2018.
Makanya sang incumbent kita ini, ngotot untuk tidak cuti. Alasannya jelas supaya bisa mengawal RAPBD tahun di 2017. Sebab memang banyak sekali peluang-peluang kecurangan yang akan bisa dilakukan seandainya beliau memang benar-benar cuti. Terbukti dari kasus UPS yang masih ditangani oleh pihak kepolisian. Adanya permainan anggaran yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu yang ingin mencari keuntungan lebih. Dengan alasan tidak ingin kecolongan lagi dalam soal-soal anggaran ini.
Jelas memang orientasinya, bukan mengada-ada. Dan bukan juga karena ingin melawan hukum. Sebab memang hukum dibuat supaya ada garis batas-batas dari tindakan seseorang, atau sekelompok orang maupun organisasi. Proses hukum yang dilakukan juga sedang berjalan. Dengan menggugat kembali ke MA tentang undang-undang yang mengharuskan calon dari incumbent untuk cuti.
Ada suatu perbedaan yang mencolok dari Ahok  dengan pemimpin-pemimpin daerah lainnya. Sementara dengan cuti ini, mereka bisa semakin tancap gas dalam berkampanye, sementara ahok tidak. Orang mengeluarkan banyak uang untuk bisa mengumpulkan orang, sementara Ahok tidak. Orang ingin selalu berusaha mempertahankan kekuasaannya dengan berbagai cara, sementara Ahok tidak. Malahan beliau mendorong supaya  pemimpin-pemimpin daerah yang terbaik dan berprestasi untuk ikut dalam proses demokrasi di Jakarta. Supaya sama-sama bisa membangun Jakarta ini semakin lebih baik lagi.
Seharusnya undang-undang dibuat, dengan memperhatikan banyak aspek yang harus dipenuhi. Sehingga tidak menimbulkan tafsiran ganda, dan bahkan memicu konflik tertentu. Terkhusus juga mengenai undang-undang untuk cuti bagi sang incumbent yang ingin mencalonkan kembali. Janganlah menjadi sebuah alat dimata orang lain, untuk menjatuhkan dan bahkan menyudutkan akan keputusan yang diambil oleh beliau. Sebab pemberitaan-pemberitaan yang tidak berimbang yang semakin sering dan massif dilakukan oleh televisi swasta tertentu memang  cukup bisa melemahkan bahkan menguras tenaga dalam mengambil langkah selanjutnya. Beruntung Jakarta memiliki Ahok yang merupakan pemimpin yang kuat, tegas,  berani dan jujur.
Mari kita semakin dewasa lagi memandang dan menilai mana pemimpin yang benar-benar bekerja untuk rakyat dan mana yang bekerja untuk dirinya sendiri atau golongannya semata. Dan diakhir dari masa jabatannya akhirnya rakyat bisa berkata, oh inilah pemimpin yang sejati, oh inilah pemimpin yang benar-benar memperhatikan rakyat kecil, oh inilah pemimpin yang benar-benar membuat kesejahteraan dan kemakmuran bagi daerah yang dipimpinnya. Diakhir dari tulisan ini, marilah kita memilih pemimpin yang bisa membawa kemajuan, pemimpin yang tidak goyah terhadap tudingan-tudingan miring, pemimpin yang bisa membawa perbedaan dari pemerintah sebelumnya dan menunjukkan banyak prestasi. Â Bukan memilih orang-orang yang suka melakukan kampanye hitam dengan melakukan tudingan-tudingan yang berujung kepada fitnah serta menggunakan aspek SARA dalam kampanyenya.
Marilah kita menjadi pemilih yang cerdas, pemilih yang tidak mau diimingi-imingi oleh-oleh oknum-oknum tertentu. Mari kita sukseskan pemilihan di tahun 2017 ini yang sudah ada didepan mata kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H