Hampir 3 bulan sudah berada di satu Kampus besar tapi sederhana di Kota istimewa ini. Jogjakarta namanya. Banyak cerita cerita di balik perjalanannya, unik, mengesankan, mengesalkan, mendebarkan, menakutkan, dan segala macam rasa yang tak pernah berhenti silih berganti di hari-harinya.
Mencoba menuliskan rasa itu untuk bisa mengabadikan di tiap-tiap momen yang akan kujalani, kelak akan menjadi titik demi titik yang akan boleh kusambung menjadi garis yang mengarah kepada panggilan yang sebenarnya yang sudah Tuhan taruh di dalam hidupku.
Mengasah kembali otak, kemudian mengelola hati dan jiwa ini supaya bisa mengikuti dan tidak begitu ketinggalan dari teman-teman seperjalanan lainnya. Mengasah terus lewat tugas-tugas yang diberikan oleh sang pembimbing untuk bisa meraih cita yang sudah lama dipendam selama ini.
Perjalanan bertambahnya ilmu dan title secara resmi dan diakui oleh Negara, sebenarnya bukan hanya untuk gagah-gagahan semata bahwa aku telah lulus dari kampus bergensi ini. Tapi entah mengapa di bangsa ku, sertifikat dan ijazah masih menjadi syarat utama untuk bisa mendapatkan penghidupan dan pengakuan lebih baik lagi di tengah-tengah masyarakat.
Sehingga mau atau tidak semua orang berlomba untuk masuk melalui pintu itu, untuk bisa mendapatkan pengakuan. Dan berharap ketika bisa mendapatkannya hal tersebut bisa dipertanggungjawabkan lewat hasil dan tindakan nyata lewat keilmuan yang bakal dihasilkan. Keilmuan tersebutpun bisa menolong banyak orang di tengah-tengah kesulitannya.
Semakin unik ketika mendengar cerita dari satu dosen ketika sedang mengajar, bahwa dia sengaja masuk ke sini supaya hanya mengejar embel-embel yang ada di belakangnya yakni alumni dari kampus terbaik yang ada di Indonesia ini. Sebab katanya mayoritas orang-orang yang dipilih oleh masyarakat itu adalah orang --orang dari alumni kampus tersebut.
Yah mengingat tahun 2024 sudah ada di depan mata, sehingga mengejar hanya untuk ambil S2 akan bisa kelar sebelum tahun politik tersebut datang.
Tapi bagi diriku, hal-hal tersebut hanyalah penghias dan pemanis saja. Sebab hal esensi yang tetap harus kujaga adalah menjaga dan mencoba memajukan lembaga atau organisasi dimana telah mengutus aku ada di tengah-tengah kampus tersebut. Sebab tantangan kedepan tidaklah semakin mudah, butuh inovasi, butuh kepemimpinan yang kuat, butuh kebijakan yang akan menjawab kebutuhan lima, sepuluh, dua puluh bahkan tiga puluh tahun ke depan.
Persis akan mencapai waktu-waktu yang ditunggu bangsa ini, yaitu Indonesia emas 2045. Dan di dua tahun setelahnya, menjadi paruh kedua, tiga puluh tahun lembagaku berulang tahun. Ingin melihat dan bertindak bersama bahwa lembaga ini akan menjangkau bangsa-bangsa lewat visi dan misi nya.
Mengebut dan bahkan tidak kasih kendor waktu-waktu belajar, minggu demi minggu hingga satu semester kedepan. Tak sadar ternyata sudah boleh kulewati. Â Berharap hasilnya maksimal sehingga menjadi bekal untuk masuk pertarungan selanjutnya di semester depan, dan di semester depannya lagi.
Berharap bukan hanya sampai Strata dua atau tingkat magister, pola-pola belajarku kini harus memakai strategi untuk tembus sampai strata tertinggi tingkat pendidikan yang ada di bangsa ini. Sebab kembali lagi bahwa tantangan ke depan bukan semakin mudah, tapi semakin sulit. Baik membedakan makna, atau membedakan nilai-nilai,yang menjadi ciri utama bahwa di masa depan tersebut kita jauh lebih baik. Akhirnya bisa memprediksi tindakan dan kebijakan apa yang dilakukan. Hal tersebut akan semakin memperjelas apa yang akan kita capai dengan persiapan yang matang.