Mohon tunggu...
Rinto F. Simorangkir
Rinto F. Simorangkir Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik dan sudah Magister S2 dari Kota Yogya, kini berharap lanjut sampai S3, suami dan ayah bagi ketiga anak saya (Ziel, Nuel, Briel), suka baca buku, menulis, traveling dan berbagi cerita dan tulisan

Belajar lewat menulis dan berbagi lewat tulisan..Berharao bisa menginspirasi dan memberikan dampak

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Peringkat Korupsi Kepala Daerah di Sumut dan Sulitnya Melawan Sistem?

11 Desember 2019   17:21 Diperbarui: 11 Desember 2019   17:26 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak bisa tidak perubahan itu akan tercapai jika pemimpin daerah atau kepala daerah adalah orang-orang yang punya integritas dan moralitas yang tinggi. Disamping punya sebuah visi perubahan atau visi pembangunan yang akan dikerjakan ditiap daerah-daerah dimana ia akan maju. Sebab akan percuma meskipun punya visi yang begitu bagus tapi tidak dibarengi dengan integitas dan moralitas yang tinggi, maka visi sang kepala daerah tersebut bisa dipastikan tidak akan terealisasi.

Melihat data yang dihadirkan oleh Kompas pada edisi spesial hari Korupsi Dunia (Hakorda) yang jatuh pada tanggal 9 Desember 2019 kemarin sungguh mengejutkan bagaimana prestasi yang ditorehkan oleh Provinsi Sumatera Utara.

Jelas-jelas kepala daerah yang terjaring operasi tangkap tangan sejak lembaga KPK terbentuk sejak 2003 lalu, Sumatera Utara menempati urutan ke-3 penyumbang terbanyak di dalamnya. Tentu prestasi tersebut sangat tidak mengenakkan bagi warga Sumatera utara khususnya.

Posisi tersebut-pun bisa dibilang bersaing dengan Provinsi Jawa Timur yang sama-sama menyumbang 13 kepala daerah terjerat korupsi. Artinya peringkat dua dan tiga sama-sama dimiliki oleh dua provinsi tersebut. Dimana peringkat pertama disumbangkan oleh Provinsi Jawa Barat yang menyumbangkan 14 Kepala Daerah yang terjaring OTT.

Kemudian saat melihat bidang-bidang yang biasanya dijadikan sapi perah untuk menambah pundi-pundi sang kepala daerah tersebut ternyata yang paling gemar dan paling besar persentasenya suap infrastruktur berjumlah 31 kasus. Nomor dua dan ketiga adalah penyalahgunaan APBD dan suap lainnya yang jumlah masing-masing 20 kasus dan 18 kasus.

Suap perijinan sumber daya alam dan suap pembahasan APBD ada pada peringkat keempat dan kelima. Sedangkan untuk suap pengadaan jabatan ada pada peringkat ke-9 dari 10 bidang area yang sering jadi lahan basah dari para koruptor yang merupakan kepala daerah.

Seperti kita ketahui bersama bahwa walikota Medan yang merupakan pusat ibukota dari Provinsi Sumatera Utara terjerat di dalam kasus pengadaan jabatan di lingkungan pemerintah Kota Medan. Djulmi Eldin yang kini kasus hukumnya masih dalam proses penyelidikan hingga berkasnya nanti lengkap baru akan disidangkan.

Dan fakta yang sangat menarik saat sang Bupati Pakpak Barat dalam pledoinya saat sidang pengadilan beberapa waktu yang lalu menyatakan bagaimana sistem yang sudah kuat dibangunnya ternyata bisa jebol. Sudah menjaga sekuat tenaganya untuk tidak pada korupsi, tapi ternyata akhirnya jatuh juga karena memang godaannya begitu besar yang ditawarkan di depan matanya.

Artinya aroma korupsi yang begitu kentalnya di daerah provinsi Sumatera Utara  bisa membuat sang kepala daerah terjatuh juga meskipun sudah berjaga-jaga untuk itu. Sehingga siapapun kepala daerah yang akan memimpin mustahil dia tidak akan korupsi?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun