Setiap tahun pasti ada bulan Ramadhan dan setelahnya ketemu dengan bulan yang baru yakni Syawwal, bulan untuk perayaan kemenangan kita..Bahkan arti dari syawal itu sendiri adalah peningkatan. Artinya setelah mengalami bulan-bulan terik di bulan Ramadhan, ditambah dengan menahan haus dan lapar, maka akhir dari bulan itu menjadi tanda kemenangan kita terhadap segala godaan dan tantangan yang datang ke kita.
Mengalami syawal atau peningkatan dalam kehidupan kita, baik itu tingkat kerohanian kita, maupun tingkat kedeewasaan berpikir kita di dalam bertindak. Tapi ketika melihat fenomena masyarakat yang terjadi di bangsa kita, baik di pusat ibukota seperti DKI Jakarta maupun di daerah seperti yang ada di Buton. Betapa kita merasa miris dengan situasi dan kondisi yang terjadi di sana.
Di DKI Jakarta, seperti yang dilansir oleh detik.news.com (5/6/2019), tepatnya di Kawasan Harmoni, Jakarta Pusat, betapa miris melihatnya saat menunaikan sholat Id, justru terjadi saling lempar antara dua kelompok masyarakat.
Kemudian kejadian yang ada di Buton, dimana kondisinya sekarang justru menjadi siaga 1. Ada korban meninggal, 87 rumah terbakar dan bahkan700 warga mengungsi akibat perseteruan di antara dua desa yang saling bertenggaan. Padahal katanya hanya dipicu oleh hal-hal sepele, yakni sekelompok pemuda satu desa memainkan gas-gas motornya di kampung tetangganya.
Tapi warga kampung yang mendengar keusilan warga desa tetangganya tidak terima dengan perlakuan tersebut. Maka akhirnya pecah konflik di antara dua desa itu.
Mendengar dan melihat kisah di atas, tentu kita harus semakin berpikir dan semakin merenung, apakah berkah Ramadhan yang kita jalani selama ini, hanya sebagai puasa untuk menahan haus dan lapar semata? Tanpa mencoba melakukan intropeksi yang lebih dalam serta menyeluruh. Bahkan dimungkinkan untuk melihat siapakah diri kita di depan sang Pencipta kita? Sudahkan Dia dipermuliakan lewat puasa kita? Sudahkan Dia merasa bahwa puasa yang kita jalankan berkenan di hadapan-Nya?
Jika belum, maka tak heran melihat proses-proses konflik yang terjadi di beberapa daerah kita. Tak heran saat-saat melihat kita begitu gampang untuk dijadikan objek oleh oknum atau dari satu kubu politik yang merasa tidak puas dengan hasil pemilu. Menjadikan kita sebagai ujung pergerakannya untuk melakukan demo demi demo.
Padahal yang katanya itu adalah perjuangan melawan kecurangan, tapi yang ada justru perjuangan menghancurkan sistem berdemokrasi di tanah air kita. Memanfaatkan agama jadi alat politik oleh oknum tertentu.
Oleh karena itu, melihat kondisinya memang sudah terjadi. Tentu hal ini harus menjadi catatan ramadhan kita bersama. Untuk bisa dijadikan pembelajaran betul untuk bulan-bulan ramadhan di tahun depannya.
Dimana setelah berhasil menjalankan penuh puasa di bulan Ramadhan, jangan lagi mudah diprovokasi, jangan lagi mudah atau gampang marah, jangan lagi mudah untuk dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu.
Tapi hendaknya kita bisa betul-betul menjaga diri kita, menjaga ibadah puasa kita,menjaga pikiran kita, menjaga keluarga kita supaya mengikuti teladan kita, menjaga perekonomian keluarga kita supaya setelah lebaran tidak meninggalkan utang dimana-mana.