Mengakui kesalahan ataupun sebuah kegagalan memang sulit, karena disamping pengakuan tentu ada banyak tuntutan yang datang. Dan tuntutan tersebut akan datang dari para korban secara langsung. Seperti yang terjadi kepada pembuat pesawat yang berasal dari Amerika Serikat ini. Dan inilah beratnya sebuah tanggung jawab setelah adanya pengakuan sebuah kesalahan.
Bisa dibilang pengakuan mereka seakan terlambat setelah jatuhnya korban. Seperti kejadian yang menimpa pesawat Lion Air JT 610 yang bertipe Boeing 737 Max 8 yang jatuh di Karawang, Banten menjadi tragedi terburuk sejarah penerbangan bangsa kita. Meskipun kejadiannya Oktober 2018 lalu, betapa banyak cerita-cerita kesedihan yang dialami oleh sebanyak 189 orang penumpang bersama dengan awak pesawatnya.
Dan kini juga sudah memakan korban di Ethiiophia Maret 2019 lalu di kota Addis Abbaba. Dalam peristiwa tersebut menelan korban sebanyak 157 orang. Padahal baru enam menit sejak lepas landas dari bandara dan waktu yang hampir mirip dengan pesawat jatuh yang ada di Karawang yakni menit ke 11 ke atas.
Bisa dipastikan jika masing-masing pihak keluarga ditanyakan sekarang tentu keluarga mereka yang jadi korban atas jatuhnya pesawat boeing tersebut, sulit untuk melupakannya.
Tapi kini, setelah hampir tujuh bulan, seperti yang dilansir oleh kompas.com (30/52019) sang CEO Boeing akhirnya mengungkapkan ke publik dan mereka telah gagal. Mereka menyepelekan tanda sistem darurat yang seharusnya muncul saat-saat keadaan darurat terjadi, justru sinyal itu rusak ataupun tidak berfungsi.
Dan menurut hasil investigasi terhadap jatuhnya dua pesawat dan beberapa pesawat lainnya dengan tipe yang sama, mengungkapkan adanya kesalahan yang sama yakni penunjukan data dalam sensor angle of attack (AOA) yang malfungsi mengaktifkan sistem anti-stall pesawat (MCAS). Dimana aktifnya MCAS membuat hidung pesawat akan terus turun dan membuat pilot kesulitan menguasainya. Sehingga akhirnya jatuh dan meledak.
Sang CEO-pun apakah hanya menyampaikan minta maaf kepada para korban? Tanpa adanya semacam upaya ganti rugi karena nyawa melayang akibat dari kesalahan sistem yang seakan disengaja? Yang artinya boleh dibilang pesawat Boieng 737 Max 8 adalah sebuah produk gagal yang dihasilkan oleh Boeing.
Kemudian tuntutan dari maskapai pesawat seperti garuda yang terpaksa harus memarkirkan pesawat dengan tipe itu.Mereka menutut ganti rugi setiap bulannya sebesar Rp.42 miliar perbulannya. Apakah pihak boeing akan memproses tuntutan itu?
Para maskapai yang lain juga akan menuntut hal yang sama seperti yang sudah dilakukan oleh 3 Maskapai Cina. Sampai Boeing akhirnya melakukan sertifikasi ulang terhadap seluruh produksi pesawat mereka tersebut yang tentu sudah ada di beberapa negara pemesan. Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI