Ada banyak hal yang kudapatkan dengan menulis. Meskipun keterampilan ini baru kudapatkan setelah sekian lama terus mencoba untuk menulis dan berlatih menulis. Yakni sejak di tahun 2016 lalu, tepatnyaa aku sudah bergabung dalam wadah keroyokan blog atau plarform seperti Kompasiana.
Mengingat waktu itu, terbilang sangat jarang dan bahkan dalam waktu sebulan belum tentu bisa menulis satu artikel saja untuk terbit di Kompasiana. Kurang di tahun 2017 akhir sudah mulai tampak kerajinan atau sudah mulai mencoba-coba untuk serius dalam bidang ini.
Waktu itu memang belum tahu untuk apa kita menulis? Apakah sekedar hanya eksis bahwa kita sekarang sudah dikenal sebagai seorang penulis? Seiring waktu berjalan rangkaian kegiatan menulis dari satu tulisan ke tulisan lain mulai terus berjalan. Maka mulai terasa bahwa ini bukan aktivitas yang serta merta lantas hilang begitu saja.
Mulai merasakan dampaknya. Dari awal tulisan yang bisa dibilang kurang baik, kini mulai tersusun dengan baik. Bahkan dampaknya saat kita juga akan berbicara ataupun berpidato atau diberikan kesempatan bicara di depan umum. Maka serangkaian kebiasaan yang sudah lama aku pupuk di dalam menulis jadi teringat dan menolong diriku untuk bisa terarah dalam menyampaikan satu pesan atau satu topik pembahasan.
Dan kini kegiatan menulis itu seperti kegiatan yang tidak bisa tidak ada dalam keseharian ku. Bisa dbilang hampir satu hari aku duduk diam termenung bahkan menjama tuts-tuts keyboardku untuk bisa dirangkaian dalam kata-kata sehingga akhirnya membentuk sebuah tulisan.
Apalagi masa-masa kini, masa-masa bulan Ramadhan, masa berpuasa, waktu seakan tidak terasa lagi. Di pagi hari tugas untuk mendidik anak-anak bangsa. Di siang harinya mulai berjibaku dengan laptopku. Sembari membaca berita-berita menarik, sembari menuliskan ide-ide yang tertuang di dalam benakku tentang ide tersebut.
Sehingga disetiap harinya, masa-masa ngabuburit bukan lagi masa-masa perjuangan. Apalagi sampai-sampai melihat detik demi detik jarum jam tersebut berdentang. Menunggu beduk entah kapan akan berdendang.
Sebab semuanya sirna begitu saja kala diriku sudah berada didepan notebookku. Memainkan jari jemariku hingga tertuang beberapa artikel terbentuk. Meskipun terkadang konsentrasi harus terbagi dengan suara-suara dari anakku. Terkadang juga meminta dipangku seakan ingin mendampingi papanya berjuang alias ingin menulis juga.
Padahal dia tidak tahu betapa menulis itu harus betul-betul keheningan dan konsentrasi jadi menu utamanya. Meskipun demikian hal tersebut bukanlah sebuah kendala yang menghambat untuk menulis. Bahkan sekalipun itu hujan petir, yang mengakibatkan sinyal terkadang turun naik, bahkan mati, yang namanya menulis tetap kulakukan.
Bahkan pernah dua kali, saat gledek datang, menyetrum jari-jariku yang sedang asik menulis. Sebab memang kondisi laptop yang kurang prima kondisinya. Yakni harus dicolokin ke listrik supaya batrenya awet. Sehingga ketika petirpun datang, seakan tak mengusik pikiran ini tuk bisa fokus merangkai kata demi kata. Sampai akhirnya kena setrum baru nyadar.
Jadi menulis itu adalah pembunuh kebosanan yang terbaik dalam diriku. Rasa bosan atau rasa capekpun seakan sirna begitu saja. Dan bahkan bukan itu saja. Menulis juga membuatku semakin dikenal, semakin banyak relasi, semakin banyak keluarga-keluarga baru tercipta. Bisa dikenal pemikiran kita bagaimana, bisa saling share atau saling berbagi. Dan masih banyak hal lainnya juga.