Mohon tunggu...
Rinto F. Simorangkir
Rinto F. Simorangkir Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik dan lagi Ambil S2 di Kota Yogya dan berharap bisa sampai S3, suami dan ayah bagi ketiga anak saya (Ziel, Nuel, Briel), suka baca buku, menulis, traveling dan berbagi cerita dan tulisan

Belajar lewat menulis dan berbagi lewat tulisan..Berharao bisa menginspirasi dan memberikan dampak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gerakan Menuntut Orangtua, Kenapa Aku Dilahirkan?

6 Februari 2019   08:17 Diperbarui: 6 Februari 2019   08:59 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua hal yang mungkin tidak bisa kita atur dalam hidup ini yaitu, bagaimana kelahiran kita dan bagaimana kematian kita. Aku dilahirkan dari orang tua yang mana, warga bangsa apa, lahir di istana atau di gubuk kecil  sekalipun. Kematian juga sama, mungkin karena sakit, kecelakaan ataupun karena bencana, dan itu semua adalah rahasia ilahir.  

Seumur-umur baru tahu ada gerakan ini. Gerakan yang menentang jika ada anak yang dilahirkan tanpa seijin si anak terlebih dahulu,maka si anak bisa menuntut si orang tua yang hendak melahirkannya.

Seperti yang dilansir oleh kompas.com (5/2/2019), Seorang pria di New Delhi, India, berniat untuk megajukan gugatan hukum yang tidak biasa kepada orangtuanya. Diwartakan Oddity Central pekan lalu, pria bernama Raphael Samuel itu berniat menuntut sang orangtua karena sudah melahirkannya ke dunia tanpa izinnya.

Hidupnya bersama orangtuanya masih hangat dan baik-baik saja. Dia menyatakan tidak menentang anak-anak atau kehidupan itu sendiri. Dia hanya meyakini seseorang harusnya tidak dilahirkan tanpa izin yang bersangkutan. Sebab dia merasakan sendiri bagaimana pergolakan dan sulitnya hidup ketika mengalami masa-masa di sekolah maupun masa-masa setelah sekolah yaitu berkarir di kehidupan dunia kerja.

Dengan logika berpikir mereka, yakni, "Apakah anak yang dilahirkan bukan merupakan pemaksaan jika kehidupan yang akan mereka jalani setelahnya, mereka mendapatkan aniaya, mendapatkan perbudakan, penculikan, bahkan aborsi juga?" Dipaksa berkarir, dipaksa menikah, dan dipaksa segala sesuatunya.

Samuel menjadi salah seorang anti-natalitas, yakni orang yang meyakini bahwa melahirkan bayi tanpa meminta izin si calon bayi secara moral adalah perbuatan salah. Dan rencananya gerakan ini, gerakan anti-natalis akan dibuat perkumpulan dan perhimpunannya hingga secara nasionalisme di India. Dan akan terus gerakannya dikampanyekan hingga ke negara-negara lain.

Satu pesan kegerakan mereka yang mungkin mereka sampaikan bagi keluarga-keluarga yang ada yakni mari hidup tanpa anak. Meskipun jumlah orangnya masih sedikit berdasarkan pantauan dari Oddity Central, tapi ide kegerakan ini sudah mulai banyak yang melirik. 

Jika akhirnya terbentuk organisasi atau kegerakan ini, apakah Anda akan melirik juga kegerakan ini dan ikut mengkampanyekan kegerakan mereka kepada orang-orang yang lain juga?

Kemudian jika kegerakan ini terbentuk bisa  jadi suatu kegerakan ini menjadi model penantangan kepada Tuhan pencipta. Sebab bukankah kita dipanggil ke dunia ini, untuk bisa berkembang biak, menguasai serta mengusahakan seluruh apa yang sudah diciptakan-Nya? Serta sekaligus juga memelihara hingga menjadi suatu proses keseimbangan dunia.

Lanjut lagi, ketika sudah besar baru protes, bukankah sudah terlambat? Sebab bagaimana mau protes sejak masih belum ada wujudnya, ataupun mungkin masih di dalam kandungan, bahkan ketika sudah bayi sekalipun, kalau mau ngomong saja belum bisa?

Mungkin lebih baik penekanannya, supaya menjadi ingat-ingatan bagi pasangan-pasangan yang ada, supaya betul-betul bisa merencanakan kehidupan keluarganya dengan matang betul. Baik pernikahan, anak berapa, biaya hidup bagaimana, pendidikan anak-anak bagaimana, dan banyak hal lainnya yang harus dipikirkan dengan matang.

Dan bukannya asal kawin, asal beranak dan hidup serba asal-asalan. Melihat kawannya nikah diapun ingin menikah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun