Â
Perihal pengeboman di Filipina waktu lalu, tepatnya pada Minggu (27/1/2019) lalu di Filipina, tepatnya di Jolo, Provinsi Sulu di Bagian Selatan Mindanao pada sebuah katedral. Berdasarkan laporan APF, seperti yang dilansir oleh Kompas.com (28/1/2019) disebutkan ada sebanyak 18 orang dinyatakan tewas dalam serangan bom tersebut dan 83 orang lainnya mengalami luka-luka. Di antara para korban, terdapat lima tentara, seorang angota penjaga pantai, dan 12 warga sipil.
Tentu peristiwa tersebut menjadi sangat mengejutkan warga Filipina saat itu. Tapi yang lebih mengejutkan lagi ternyata, diumumkan oleh pihak otoritas keamanan Filipina, bahwa pelakunya adalah sebuah keluarga yang berasal dari Indonesia.
Dimana seperti  yang dilansir oleh kompas.com (1/2/2019), Otoritas Filipina tengah mencari sosok pria yang menjadi pemandu dan mengantarkan pasangan suami istri asal Indonesia ke gereja di Jolo untuk melancarkan aksi bom bunuh diri. Kemudian ada seorang pria yang dikenal sebagai "Kamah" telah menjadi tersangka dalam pemboman tersebut.
Menteri Dalam Negeri Filipina, Eduardo Ano mengatakan, dirinya yakin bahwa dua pelaku, pasangan suami istri, yang melancarkan bom bunuh diri di Gereja di Jolo, Provinsi Sulu, pada Minggu (27/1/2019) lalu berasal dari Indonesia.
"Mereka adalah orang Indonesia. Saya yakin bahwa mereka adalah orang Indonesia," kata Ano, yang juga mantan kepala militer, kepada CNN Filipina, dilansir The Straits Times, Jumat (1/2/2019). Â Â Â Â Â Â Â
Kemudian Kepala Kepolisian Provinsi Sulu, yang membawahi Jolo, Pablo Labra mengatakan beberapa saksi mata menunjuk pria dan perempuan yang mereka percaya berada di balik aksi pemboman itu. Dimana berdasarkan para saksi mata bahwa saat terjadi pengeboman, sang istri duduk di dalam gereja sementara suaminya keluar. Perempuan tersebut, yang digambarkan memakai jaket berwarna keabuan, terlihat membawa ransel.
Sampai saat ini Konsul Jendral Indonesia di Davao, Berlian Napitupulu, saat dihubungi BBC News Indonesia, mengatakan belum mendapatkan informasi tentang pasangan Indonesia yang disebutkan melakukan penyerangan itu.
Namun peristiwa ini akan menjadi tugas berat kita di dalam mengklarifikasi akan temuan-temuan pihak otoritas Filipina. Terutama dalam beberapa hari ke depan juga, mereka akan merilis hasil pemeriksaan DNA para korban yang ada saat itu, untuk memastikan kebenarannya.
Semoga ada kejelasan kedepannya bagaimana hasil laporan otoritas keamana Filipina. Benarkah orang Indonesia atau bukan? Jika benar, maka ini harus menjadi PR terbesar kita. Â Dan bisa dibilang hal ini tentu akan menjadi kegagalan kita di dalam program deradikalisasi waktu lalu yang sudah dikerjakan oleh pemerintah kita waktu lalu. Salah satunya mempertemukan para korban terorisme dengan para pelakunya sendiri.
Apalagi hal ini akan menjadi kemirisan bagi kita sendiri. Sebab bukan hanya Indonesia bisa dibilang menjadi bangsa pengirim terbesar nomor 2 tenaga kerja buruh migran setelah Filipina se ASEAN, prestasi kita juga ternyata sudah mengirimkan para teroris untuk melakukan teror kepada bangsa-bangsa lain.