Pemerintah sebenarnya sudah memberikan lampu hijau bagi Baasyir. Tapi memang sang ustad uzur ini tak mau bergeming sedikitpun di dalam kasus yang menimpanya. Melainkan terus tetap bertahan di dalam pendiriannya yang teguh.
Sampai pemerintah khususnya Jokowi langsung perintahkan kuasa hukum-nya, Yusril Ihza Mahendra untuk bisa mengurus upaya-upaya pembebasannya. Menjumpai sang ustad tersebut, dan jujur langkah itu merupakan langkah yang berani dari pihak pemerintah. Karena pemerintah menyadari bahwa sesungguhnya sang Ustad sebenarnya sudah boleh keluar dari tahanan lapas. Dan faktor yang paling utama yang menjadi pertimbangan pemerintah tak lain dan tak bukan adalah rasa kemanusiaan.
Sakit-sakit yang beliau rasakan tentu akan mengundang rasa iba bagi beliau. Tapi sayang beliau benar-benar seakan sulit menerima syarat yang paling utama di dalam pembebasan tersebut. Dimana seperti yang dilansir oleh kompas.com (23/1/2019), ada empat poin di dalam syarat pembebasan tersebut yang tidak bisa ditoleransi dan harus segera dipenuhi.
Syarat formil bagi narapidana perkara terorisme yang diatur di dalam UU Nomor 12 Tahun 1995. Pertama, bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya. Kedua, telah menjalani paling sedikit dua per tiga masa pidana, dengan ketentuan dua per tiga masa pidana tersebut paling sedikit 9 bulan.
Ketiga, telah menjalani asimilasi paling sedikit setengah dari sisa masa pidana yang wajib dijalani. Keempat, menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan pemohon dijatuhi pidana dan menyatakan ikrar kesetiaan pada NKRI secara tertulis. Â Â Â Â
Disinyalir poin keempat, Baasyir enggan untuk mematuhinya. Hal itu ditunjukkan dari sikap kuasa hukum dari Baasyir sendiri. Kuasa hukum terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir, Mahendradatta, berpendapat, syarat menyatakan ikrar kesetiaan pada NKRI secara tertulis tidak dapat diterapkan dalam konteks pembebasan kliennya. Â
Dan kini kuncinya hanya ada pada beliau. Ketika pemerintah sudah memberikan jalan bagi beliau, dan tidak bisa tidak harus ada syarat yang harus dipenuhi beliau. Bebas bersyarat tentu punya syarat yang harus dipatuhi. Sebab kita semua sama di muka hukum.
Bapak Jokowi-pun sendiri menyatakan tidak bisa melakukan upaya intervensi hukum, alias melakukan upaya-upaya pengurangan syarat. Sebab kembali lagi Indonesia terbentuk karena ada Pancasila sebagai dasar negara kita dan UUD sebagai aturan yang mengatur hubungan kita di antara sesama anak bangsa. Jika hanya karena satu orang, syarat tersebut dikurangi, maka mungkin kekacauan akan segera datang.
Apakah Ustad Baasyir akan melunak dengan sikap yang sudah lama dipegangnya, demi kebebasannya? Atau tetap kembali pada prinsip awal yang sudah lama beliau miliki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H