Hai sudah lama tak menulis reportase! Sudah lama tak posting, dengan alasan klasik “Gak mau buat pembaca ikutan galau dengan tulisan-tulisan orang yang masih nunggu panggilan kerja ini hehe”. Oke hari ini (minggu 12/10/14) FLP Lampung dan FLP cabang Bandarlampung kembali buka Taman Membaca buku untuk umum setelah beberapa bulan vakum. Agenda kali ini adalah taman baca dan rapat koordinasi kepengurusan FLP yang baru, setelah kak Ahmad Tarnudzy menjadi ketua FLP cabang Bandarlampung dan kak Tri Sujarwo jadi ketua FLP wilayah Lampung.
Taman membaca buku dimulai pada pukul 06.00 pagi sampai selesai. Selesai adalah ketika pembaca sekitaran taman rusa depan GSG Unila tak ada lagi yang datang untuk baca buku. Karena ini adalah hari baru setelah vakum, masyarakat masih ragu untuk datang dan baca. Padahal dulu rame banget, langsung merubung. Tapi gakpapa, setidaknya ada kemanfaatan karena cukup ramai yang mampira dan baca. Dengan tambahan buku cerita anak, dan tambahan buku dari penulis puisi dari FLP Cab. Bandarlampung yang telah menerbitkan buku kumpulan puisi ‘Lelaki dan Bidadari Dunia’.
[caption id="attachment_347465" align="aligncenter" width="177" caption="dok. pribadi. ini dia buku kumpulan Puisi Adit Al-Fikri "][/caption]
Adit menerbitkan secara indie melalui penerbit Dinamika Pustaka. Adit berjuang menunjukkan karyanya, bahwa puisi-puisi memang pantas dinikmati karena memiliki makna mendalam. Adit menerbitkan tidak dengan merogoh uang orangtua, melainkan dari hasil menabungnya. Sehingga ketika buku terbitan sudah datang kerumah, orangtua Adit kaget. “Kamu nerbitin buku dit?” tutur orangtuanya yang dilisankan kembali oleh Adit. Untuk ini kita belajar dari sosok Adit. Sosok Muda yang mandiri. Membuat karyanya, mengurus karya, menerbitkan, dan memasarkan sendiri karyanya. Untuk ini, promo diberikan Adit buku seharga 35 ribu itu sudah plus cokelat dan foto dari penulisnya sendiri. Sampai saat ini dari 300 buku kumpulan Puisi “Lelaki dan Bidadari Dunia” sudah terjual seratusan buku, dalam jangka waktu belum sebulan. Wah, suatau terobosan yang patut di contoh oleh generasi muda yang punya karya, berani dan mandiri.
Selagi taman baca dibuka, kami menyempatkan untuk bercengkrama menyambung dilaturahim berbagi kisah. Setiap kisahnya memang memberi pelajaran. Aku dapat banyak pelajaran dari seorang wartawan Lampung Post kak Tri Sujarwo. Yang ternyataaaa banyak kisah mengagumkan darinya, selamat dari ditilang polisi karena sebuah kartu, pengalaman melincah, cerita beliau nge-MC, bagaimana beliau menolak uang tip dari liputan, yang menurutnya itu idealis jurnalis. Seorang jurnalis gak boleh terima uang dari sesuatu yang mereka liput, kadang instansi yang diliput maksa kasih lembaran uang sebagai ucapan terimakasihnya. Nah kalaupun dipaksa banget, uang beliau terima namun disalurkan pada lembaga zakat dan dituliskan atas nama si instansi pemberi uang itu. begitulah cara beliau menghindari uang ‘ragu’ karena jika sumbernya tak jelas, mendingan ditinggalkan.
[caption id="attachment_347466" align="aligncenter" width="303" caption="dok. pribadi. taman baca FLP dari kejauhan"]
Kemudian rapat, agenda harus tetap berjalan. Kami membahas berbagai hal terutama tentang progja, perekrutan anggota FLP baru, progja pelatihan menulis dan lain sebagainya. Dulu di sekolah aku pernah jadi wakil ketua PMR di SMP, pernah jadi bendahara kelas, jadi koordinator bidang artikel majalah Deppel SMA. Tapi.. ini pertama kali jadi sekertaris di sebuah organisasi umum, jujur masih bingung. Apalagi ini bukan organisasi yang ada di ekstrakulikuler sekolah, yang lingkupnya kecil. Tapi ini adalah FLP (Forum Lingkar Pena) yang sudah bercabang-cabang se-Nusantara bahkan mendunia anggotanya. Jadi progja ini kelak akan dipertanggungjawabkan, secara me-nasional juga. Ini tak ringan :’)
Doakan kami agar bisa tangguh melaksanakan segala tugas kami! :’) salam!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H