dok.pribadi
26 Juni 2015
Ramadhan hari ke 9
Hari ini setelah jaga pagi, aku segera bersiap ke rumah seorang kakak, untuk menghadiri Liqo dan buka puasa bersama. Walaupun sempat nyasar hehe. Setelah sampai di Perumahan Griya Kencana di jalan Pramuka, untungnya Liqo belum usai, namun terlewat tilawahnya, disana sudah adam Mbak Tya, murrabi kami. Sore itu lumayan ramai peserta Liqo. Biasanya yang hadir hanya dua, tiga atau empat orang, tapi tadi Alhamdulillah ada delapan orang anggota Liqo yang hadir. Liqo, atau lingkaran mengaji dan sharing ilmu islam ini baru saja aku ikuti. Baru beberapa bulan kalau tak salah, dan mereka adalah para dokter, dan aku perawat sendiri, dan paling bungsu hehe. Tak apa, yang penting ilmu dalam kajian dan para dokter yang usianya baru 23-24 tahun, tak jauh beda dari usiaku, sangat menyenangkan seluruhnya. Alhamdulillah.
Kajian kali ini oleh murrabi kami, mbak Tya membawa materi tentang ‘KATA’. Kata merupakan sesuatu yang sangat mudah terucap. Bahkan seorang umat dapat dengan mudah menghindari makanan haram, menahan lapar saat berpuasa, menghindari perbuatan judi, mencuri, menghindari membunuh, namun sulit sekali untuk menjaga kata untuk menghindari perkataan yang dimurkai Allah. Seperti Ghibah pada saudara sendiri, bahkan berbuat fitnah melalui kata-kata. Menurut hadist, hal itu seumpama menyantap daging saudara sendiri. Seseorang yang penampilannya menarik, rapi, namun dalam berbicara tak bisa dijaga, maka akan merusak anggapan orang dengan penampilan tersebut. Karena setiap kata, ungkapan, rintihan akan dimintai pertanggungjawabannya di hari akhir. Salah satu hal yang bisa membuat kita diringankan Allah dosanya, jika kita terlanjur berkata yang menyakiti hati seseorang adalah meminta maaf dan minta ampun pada Allah mengucapkan istighfar. Namun hal itu tak jadi pembenaran bagi kita untuk sering melakukan perkataan buruk ya. Ada sebuah hadist yang berisi bahwa “Bisa jadi kalian berbicara sepatah kata yang membuat Allah ridho, dan bisa jadi kalian berbicara sepatah kata yang membuat Allah murka,” Naudzubillah. “Cara meredam kata yang tak berguna adala DIAM. Karena dengan diam, menghindari diri kita dalam bertutur yang tak sesuai. Bicaralah jika itu baik, bicara baik namun tak sesuai konteks pembicaraan pun akan jadi sia-sia. Jadi berbicaralah jika kita memang menguasai konteks yang dibicarakan tersebut. Jika tidak, diam lebih baik”, ucap Mbak Tya. Lebih banyak lagi ilmu yang dibagikan Mbak Tya yang menyangkut ‘kata’ ini. kami pun dipersilahkan untuk bertanya apapun yang tak kami ketahui tentang materi ini.
Tak terasa sudah pukul setengah 6, beberapa dari kami masih mengamati Mbak Tya dalam memberikan kajian. Sedangkan beberapa lainnya sedang sibuk menyiapkan buka puasa, terutama pemiliki rumah, Ka Nora Ramkita yang sudah dari tadi idupin kompor, siapin sup buah dan kasak-kusuk disana, hehe. Kak Shinta dan Kak Ririn juga sudah cus ke tempat pemesanan ayam goreng yang akan kami santap. Lalu kami sama-sama memecahkan batu es, lalu terdengar adzan maghrib, kami segera minum air putih dan menyantap sup buah yang sudah disiapkan. Porsinya buanyak satu mangkuk, Lalu ada tekwan, ada sambal nanas buatan Kak Hani, ada bakwan goreng yang telah disediakan. Perut kami kenyang bahagia, hehe. Lalu kami sholat magrib berjamaah, setelah itu kami mengobrol hangat dan akhirnya kami mengurungkan niat untuk makan ayam goreng yang sudah dipesan. Ayam goreng itu di bawa pulang kerumah masing-masing. Namanya hawa mata orang yang berpuasa lebih kuat dari daya tampung perut kami :”)
dok.pribadi. iseng setelah sholat magrib berjamaah :)
Daerah Pramuka adalah salah satu daerah yang rawan. Walaupun banyak kantor polisi disana. Dan memang Ayahku gak bisa jemput karena hari itu akan main tennis malam hari. Akhirnya aku bilang, mau minap saja di rumah Ka Nora, sebelumnya aku belum bilang sama Ka Nora di bolehin minap atau engga. Ternyata langsung dibolehin menginap, hehe horee. Kami sholat tarawih lebih dulu sebelum membereskan berbagai hal pasca buka tadi. Lalu ke mini market untuk beli sikat gigi. Kembali kedalam rumah, membereskan bersama apa yang harus dibereskan. Setelahnya kami duduk bersama di depan TV sambil mengemil bakwan yang baru saja digoreng. Kemudian Ka Nora melihat penanak nasinya yang penuh dengan nasi. Ya, nasi itu harusnya sudah habis dimakan saat buka puasa bersama tadi, tapi karena sudah pada kenyang dan memilih untuk membawa pulang ayam gorengnya tanpa membawa nasi, jadilah nasi didalam magic-comnya masih full. Banget. “Kita apain nasi sebanyak ini dek? Yuk makan, biar gak banyak kebuang nasinya..” ajak Kak Nora. Waah tadinya menolak asupan makanan lagi, jadi harus makan, sayang juga kalau nasinya kebuang. Apalagi sambal nanas perdananya Kak Hani, masa harus ikutan kebuang? Alhasil kami menikmati sambal nanas Kak Hani juga, not bad lah. Hasil gilingan tangan lentik dokter Hani, hwehehe. Rasanya pedas, kayak sambal :p