dok. Pribadi. suasana ruangan HD
Ruang Haemodialisa tempat kami selanjutnya. Dari pendidikan gak ada libur, tapi karena kami mulai dinas di ruangan ini pada hari minggu, dan di hari minggu ruangan hemodialisa tutup, terpaksa kami libur. Masa iya kami harus menggedor ruang hemodialisa agar tetap buka di hari minggu?enggak dong ya? Hehe, dan momentum libur itu aku gunakan untuk istirahat seharian di rumah, setelah pulang dinas malam di ruang mawar pada pukul 9 pagi. benar-benar terasa tepar, karena pasiennya lumayan bikin.. hmm bikin apa ya?haha
Oke, hari keamrin (07 April 2014) aku berada di ruang hemodialisa pada pukul setengah 8 pagi, setelah satu jam sebelumnya berada di Masjid Al-Mulk rumah sakit ini sejak pukul 06.30. biasa kalo dianter si bos (ayah) harus berangkat pagi-pagi buta, menghindari macet katanya -_-. Pukul setengah 8 aku menuju ruangan hemodialisa, disana sudah ada Azis dengan BB ditangannya, di sisi lain terlihat seorang ibu berpakaian hansip pegawai negeri sedang bergelut dengan derigen bewarna putih. terlihat cairan di dalamnya adalah bening, tentu isinya bukan minyak tanah apalagi bensin ya. Derigen putih yang isinya tinggal sedikit itu kemudian isinya dibuang ke selokan, sedangkan pegawai lain menggunakan seragam pekarya membawa derigen dari dalam keluar, agar semua bisa dikosongkan. Banyak derigen putih di sana, bertumpuk. Ada tulisan di atasnya, berlabel warna merah bertuliskan ‘Acide’ dan yang satunya berlabel biru bertuliskan ‘bicarbonate’. Aku masih belum mengentahui, untuk apa cairan itu ada di ruangan hemodialisa. *awam
Dengan baju biru yang seharusnya dipakai di ruang OK, namun kami kenakan di ruangan ini, karena memang harus bersih dan menghindari terjadinya kotoran karena darah, sepatu pun harus dilepas, harus pakai sendal jepit yang masihbaru ya hehe. Terlihat seluruh kakak ruangan sedang sibuk melakukan kegiatannya masing-masing. Pasien? Masih belum ada, karena pasien masih di depan, diruang tunggu. Para perawat terlatih ini sedang melakukan persiapan pemasangan segala selang, pembersihan mesin dan lain sebagainya, disisi lain, karena kami masih mahasiswa dan baru dinas dihari pertama, kami di intruksikan untuk memasangkan plester yang kelak akan digunakan, yaa sembari menempel plester mata kami siaga melihat cara kakak perawat bertindak melakukan aktivitasnya.
Ketika seluruh perlengkapan siap, semua beres, pintu mulai dibuka. Takjub, karena tiba-tiba pasien dan keluarganya masuk, dan...”Kok tiba-tiba rame?” jelas ternyata sekali buka, yang masuk hampir 40-an pasien. Kakak perawat bertindak dengan sangaaaat gesit, aku sangaat, sangat takjub melihat yang mereka lakukan. Mulai dari terapeutiknya, pencarian cimino yang dipakai pasien, pemasangan selang, penusukan jarum, pemasangan heparin, gak sampai 2 menit, selang sudah tertempel di tangan pasien. Dan sementara pasien didiamkan, dengan kondisi sudah terpasang selang, sembari menunggu alat dialiser dibersihkan. Kemudian lanjut ke pasien selanjutnya, lagi.. pergerakan yang sangat ligat, jadi mikir nih, seandainya punya remote, pingin di perlambat atau di pause sejenak gitu ya, biar bisa liat step-stepnya hehe.
Kemudian karena hari ini adalah hari pertama bagi kami, tingkat III Poltekkes Tanjung Karang, S1 Stikes Umitra, dan profesi Ners Umitra, jadi yang dinas pagi itu ada 16 orang. Ramai ya? Hehe. kami diberikan bimbingan oleh kakak yang ada disana. Beliau adalah kak Hermanto. Sudah sangat dewasa, dan terlihat cerdas dan sangat berpengalaman. Beliau mengajari kami bagaimana mengisi format pengkajian pasien HD (Haemodialisa) dan cara mengisi atau mendokumentasikan tindakan, dan untuk membaca monitor untuk mengetahui berapa tarikan mesinnya, berapa Quick Blood nya, dan lain sebagainya.
Pertama beliau menguji kami dengan pertanyaan sederhana, “Kalian sekarang dinas di ruang HD, sekarang saya tanya HD itu apa sih?”
“Hemodialisa kak” jawab seseorang dari kami
“Iyaa, Hemodialisa. itumah anak kecil juga tau..”
“Cuci darah kak!” jawab seseorang semangat.
“Iyaa cuci darah, nenek-nenek juga tau.. pengertian ilmiah nya?”
Kami diam, senyam-senyum. Mikir.. diri pingin jawab tapi bener gak ya? “Penyaringan darah dengan membran semi permeable..” *ini dengan nada rendah, berbisik doang, kalo salah bisa diketawain nih*
Akhirnya pak Hermanto menjawab, “Nih.. jadi saya kasih clue nya ya, biar kalian rangkai sendiri deh kalimat ini baiknya gimana, jadi Hemodialisa adalah suatu proses metabolisme dimana zat toksin dalam darah dikeluarkan melalu ginjal pengganti atau dialiser (penyaring)..” *makasih pak, itu gak hanya sekedar clue, tapi udah jadi kalimat pengertiannya, hehe* Kemudian beranjak dari situ, beliau mulai mengenalkan pada kami tentang mesin cuci darah itu. mulai dari selang-selang yang banyak itu, dengan kode warna yang membedakan, kemudian membaca monitor, apa itu Quick Blood (QB) a.k.a Blood Pump, Ultra Filtrasi Rate (UFR), Ultra Filtrasi Goal (UFG),Ultra Filtrasi Remove, selang inlite, selang Outlite.
Bagaimana cara pemberian heparin sebagai anti koagulan agar darah tak mengendap dengan rumus 1KgBB= 50 unit heparin. Jadi tiap berat badan yang naik dikalikan 50 unit heparin. Jadi pasien HD ini ada namanya berat kering dan berat basah. Berat kering adalah berat badan pasien setelah Hemodialisa terakhir misalnya 45 kg. Kemudian berat pagi ini sebelum Hemodialisa adalah 48 Kg, nah itu disebut berat basah. Kenapa? Karena 48 Kg itu adalah berat pasien saat masih terjadi penumpukan sampah di ginjal seperti Ureum Kreatinin, bahkan karena bertumpuknya air karena ginjal tak mampu lagi menyaring dan menghasilkan hasil ekskresi berupa Urine, seperti yang kita ketahui pasien cuci darah jika minum banyak pun urine nya hanya setetes atau dua tetes, bahkan tak ada sama sekali.
BALIK LAGI, jadi BB kemarin 45 kg setelah HD, BB pagi ini 48 Kg, jadi kenaikan Berat badan 3 Kg ya? Nah jadi pemberian heparin tinggal dikalikan sama kenaikan BB itu, 3 kg di kali 50 unit heparin. Catatan: sebagian besar pasien cuci darah diruangan ini melakukan Cuci darah sebanyak seminggu 2 kali. Jadi jika mereka datang di hari senin, mereka akan datang kembali pada hari kamis. Jadi kenaikan BB dikarenakan peningkatan sampah/ air yang tidak bisa di saring oleh ginjal mereka.
Ada lagi sentilan pertanyaan dari pak Hermanto. “Kalau ada pasien lagi cuci darah nih ya, terus tiba-tiba pasien fibris.. demam, panas nih, tindakan apa yang kita lakukan?”
Dari kami, anak Poltekkes menjawab “Kompres hangat pak..”
“Oke kompres hangat, dimana?”
“Diketiak, di paha, di...” jawab Azis.
“Kalau dari S1, dimana kompres hangatnya?”
“Sama pak. Hm, kalau dari kami di paha atau ketiak aja pak..”
“Salah semua..” Alis kami mengerut penasaran. “Kalau pasiennya fibris, sedangkan dia lagi cuci darah, yang kita kompres adalah...ini. Dialisernya. Ambil kain hangat, lalu kamu lilitkan dialisernya, lihat reaksi 15 menit kemudian...karena di dialiser ini lah banyak aliran darah pasien. Sharing tersebut berhenti, saat pak Hermanto dipanggil teman sejawatnya untuk melakukan sesuatu. Jadilah ilmu dari beliau kami serap, yak beliau gak mau dibilang menggurui, mengajari, tapi beliau hanya sekadar sharing ilmu yang dia miliki, karena baginya hidup itu pilihan. Mau berbagi atau tidak, pilihan. Ada mahasiswa atau tidak, tidak pengaruh apa-apa baginya.
Selanjutnya kami melanjutkan aktivitas, melakukan tensi darah, memantau monitor, dan mengobservasi tindakan kakak perawat, melihat mereka memasukan heparin secara intermitten setiap satu jam berlalu heparin dimasukkan sebanyak 1 cc. Kemudian kami di ajak keruangan oleh Clinical Instructure kami. Ns. Maryati,Skep. Karena beliau esok hari cuti dinas untuk melakukan ibadah umroh, jadi kami diberikan perbekalan dulu oleh beliau. Seakan kuliah, ya benar-benar kuliah bersama beliau, beliau mengajari kami mengenai seluk beluk ginjal secara menarik, terstruktur, mulai dari pengenalan ginjal yang seperti kacang merah, sekepalan tangan manusia. Berat ginjal normal orang dewasa 80- 140 gram. Lenih besar ginjal kiri dari ginjal kanan, dan posisinya lebih tinggi ginjal kiri dari ginjal kanan.
Beliau menjelaskan, bahwa di dalam ginjal itu terdapat nefron yang berfungsi sebagai penyaring zat sisa yang tak dibutuhkan tubuh, seperti protein nabati yang paling banyak ada di dalam tubuh protein ini namanya ureum. Sedangkan protein otot namanya Kreatinin. Protein-protein tersebut diserap tubuh secukupnya, jika berlebih protein akan dibuang tubuh melalui ginjal dalam bentuk urine. Jika ginjal rusak, protein yang seharusnya dikeluarkan jadi tidak bisa keluar, akhirnya diserap kembali oleh tubuh. Itulah sebabnya orang yang memiliki masalh pada ginjal, ketika kita melakukan tes lanoratorium kadar Ureum dan Kreatininnya tinggi.
Ginjal juga membantu menjaga keseimbangan elektrolit, asam dan basa dalam tubuh. Misalnya nih kita makan buah. Buah itu mengandung kalium. Kita yang normal jika makan banyak buah pun pasti akan segar-segar saja ya, tapi tidak bagi mereka yang memiliki masalah pada ginjal. Kalium diserap secukupnya oleh tubuh, Kalium selebihnya yang harus dibuang malah tak tersaring, mengendap dan diserap lagi kedalam tubuh sehingga terjadi hiperkalemia yang mempengaruhi keasaman darah. Sehingga pasien mual-muntah, terjadilah “Asidosis Metabolik” *logat Pak Tori*.
Kemudian Bu Maryati juga menjalaskan ilmu selanjutnya yang beliau transfer, mengenai hormon yang dihasilkan ginjal. “Ginjal menghasilkan hormon apa saja?” Salah seorang dari kami berucap.. “Hormon adrenalin bu”
“Itu dihasilkan oleh kelenjar adrenalnya, sedangkan ginjalnya menghasilkan 3 hormon fokus disini yaitu renin angiotensin, eritropoitin dan kalsitriol. Renin Angiotensin disini bertugas menjaga keseimbangan fungsi ginjal. Kalo terganggu, cenderung terjadi hipertensi. Hormon Eritropoitin untuk pembentukan sel darah merah di tulang belakang, jika hormon eritropoitin ini berkurang maka akan terjadi anemis pada pasien. Kemudian hormon Kalsitriol aktif dalam penyerapan dan pembentukan vitamin D jika gagal ginjal terlah terjadi terus menerus bertahun-tahun akan terjadi osteoporosis pada pasien...” ungkap beliau lugas.
Pasien yang cuci darah disini sebagian besar memiliki diagnosa CKD (Cronic Kidney Disease) alias gagal ginjal Kronik. Jarang pasien yang mengalami gagal ginjal akut. Bu Maryati awalnya memancing kami dengan menanyakan penyebab CKD, aku dan Azis khususnya yang membuat LP CKD agak tau sedikit hehe, Hipertensi, Diabetes Melitus adalah salah satu penyebabnya. Bu Maryati kembali menjelaskan bahwa pada pasien DM (Diabetes Melitus) saat gula darahnya naik, menyebabkan kepekatan darah. Sehingga oksigen yang dibawa darah ke jaringan perifer berkurang. Gula darah yang tak seimbang menyebabkan kerusakan nefron, sehingga menurunkan fungsi ginjal secara bertahap, dari 100% fungsi ginjal jadi menurun jadi 90%, 80% dan selanjutnya. Jika nefron rusak, maka filtrasi terganggu. Selanjutnya, Hipertensi. Jika tekanan darah tinggi, darah yang tinggi tersebut masuk ke glomerulus, terus menerus begitu, maka glomelurusnya akan jebol atau rusak. Jadi kadar protein yang seharusnya lolos dari penyaringan, jadi gak lolos kemudian mengendap, kalium yang seharusnya dibuang tidak terbuang dan mengendap tejadilah asidosis metabolik.
Kemudian beliau menjelaskan kembali tentang GGA (Gagal Ginjal Akut) yang terjadi karena syok, dehidrasi berat. jika terlambat penanganan bisa terjadi kerusakan ginjal permanen, karena kadar toksin (ureum dan kreatininnya) meningkat. Lakukan hemodialisa agar tidak terjadi kerusakan permanen. Bisa juga terjadi karena keracunan, jengkolan dan karena obat. Indikasi pasien cangkok ginjal saat ginjal hanya berfungsi sebesar25% saja sedangkan sebelumnya, pasien tidak merasa bahwa ginjalnya telah mengalami kerusakan. Cirinya oedema, kadar kreatinin dan ureum meningkat.
Hemodialisa, tak ketinggalan beliau menjelaskan tentang hemodialisa tak berbeda seperti yang dijelaskan pak Hermanto tadi, mengenai definisi Hemodialisa. Kemudian bu Maryati menjelaskan bahwa Hemodialisa hanya berfungsi sebagai penyaringan, sedangkan hormon yang dihasilkan oleh ginjal tidak mampu di produksi oleh peralatan. Namun untuk mengantisipasi, pasien diberikan obat, seperti obat anti Hipertensi untuk pengkondisian renin, tablet kalstriol, vitamin dan lainnya. Di dalam dialiser ada pengganti nefron yaitu seratnya, dari luar terdapat air, ada senar sebagai penyaring atau membran semipermeabel nya. Jadi molekul yang beratnya dibawah 3 milimikron akan disedot keluar, sedangkan molekul yang beratnya diatas 3 milimikron tidak akan lolos dan akan tetap didalam, misalnya vitamin. Anti koagulannya adalah heparin yang diberi secara intermitten.
Diakhir bimbingan, si Ari bertanya.. “Jadi bu, sampai kapan pasien ini harus cuci darah?”
“Yaa sampai akhir hidup mereka, mereka cuci darah seminggu 2 kali. Jadi setelah mereka cuci darah, kemudian jeda beberapa hari, ibarat mereka telah mengumpulkan sampah, kemudian mereka datang kembali untuk di HD dan mengeluarkan sampah yang telah mereka tumpuk itu..” jawab bu Maryati lugas.
“Bu, sekali Hemodialisa berapa ya bu harganya?” aku iseng bertanya.
“Kalau sekarang sudah murah sih ya...sekitar Rp. 550.000”
Kami agak riuh, itu udah agak murah ya... oo...agak murah...
“Iya, tapi sekarang sih rata-rata pasien sudah ikut dari BPJS ya, jadi mereka hanya bayar rutin 25 ribu perbulan, tapi bisa cuci darah rutin tanpa bayar lagi...” tutur bu Maryati menutup sesi kuliah kami, dilanjutkan dengan pengenalan langsung pada mesin Hemodialisa. Di sisi lain BPJS lumayan membantu pasien cuci darah, walaupun kemunculannya masih ada pro dan kontra. :’)
Salam Semangat Cari Ilmu guys!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H