Mohon tunggu...
Rinta Wulandari
Rinta Wulandari Mohon Tunggu... Perawat - A Nurse

wanita muslim, senang menulis, seorang perawat, Pejuang Nusantara Sehat Batch 2 Kemenkes RI. Punya banyak mimpi. twitter: @rintawulandari Karya yang pernah di terbitkan: - Tahun 2011 menulis buku bersama empat orang teman SMA berjudul “Buku Penting SMA” (Pustaka GoodIdea Indonesia), menulis cerita anak berjudul “Pelajaran Buat Kiki” (Lampung Post), cerita anak “Hantu Toilet” ( Lampung Post )- Tahun 2013 menulis antologi kumpulan cerpen berjudul “Dakwah dan Cinta” (Pustaka Jingga), antologi kumpulan cerita anak berjudul “Pelangi untuk Ananda” ( Pustaka Jingga), antologi kumpulan cerpen horor berjudul “The Haunted Night” (Meta Kata), antologi kumpulan cerpen horor komedi berjudul “Hantu Koplak in Action” (Publishing Meta Kata), cerpen yang berjudul “Jiwa Yang Luka” menjadi nominasi cerpen Favorite oleh event LMCR Rayakultura Rohto, cerpen berjudul “Cerita Lain pada Pantai Itu” diterbitkan dikoran Dinamika News, antologi kumpulan cerpen "Ruang(tak bernyawa)" oleh Az-Zahra Publisher. Tahun 2014; Cerita Anak Kode Rahasia Dika (Lampung Post), juara 3 even Phobia (Cerpen: Darah? No!)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Aku Istimewa dengan Thalassemia

22 November 2013   22:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:47 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13851340771481182139

[caption id="attachment_293912" align="aligncenter" width="297" caption="sumber foto: thalasemia.org "][/caption]

Memang sudah waktunya.. iya, rutinitasku setiap bulan. Menerima tranfusi darah. Hal ini sudah kulakukan sejak berusia 6 tahun. Hingga sekarang, usia ku yang ke 13 tahun. Aku sudah sangat hafal bagaimana kondisiku dalam merespon perubahan tubuh. Aliran darah ditubuhku yang kian tak lancar, kulitku yang kian memucat, putih mataku yang perlahan menguning. Ya, disaat itulah aku harus menerima tranfusi darah. Kalau tidak, perlahan oksigen di dalam darah ku akan habis, matilah aku.

Akulah penderita Thalassemia. Namaku Nyimas. Mungkin aku hanya remaja biasa. Tubuhku mungil, badanku kurus. Tapi semangatku gemuk! Hei, kalau semangatku tak gemuk, mana mungkin aku bertahan selama ini?saat di vonis mengidap Thalassemia, di usia 6 tahun, dokter memprediksi kan umurku hanya beberapa tahun lagi. Tapi.. toh aku masih hidup hingga sekarang. Menikmati segarnya udara yang dihembuskan daun, meresapi hangatnya mentari, dan mencium bau tanah yang wangi saat hujan.

Aku bahagia, hidup bersama keluarga yang menyayangiku seutuhnya. Walaupun kedua orangtuaku bukan orang kaya. Ayah hanya guru, pegawai negeri sebuah SMP, sedangkan ibu hanya penjual kue pesanan saat hajatan. Kedua kakak ku adalah jagoan yang sehat dan bugar, meskipun aku tahu, diantara mereka ada yang memiliki bawaan penyakit Thalassemia atau carier. Walau bagaimana pun, aku tetap bersyukur.. bahwa akulah anak teristimewa. Si bungsu yang memiliki keistimewaan, sehingga perhatian keluargaku tertuju padaku. Wah hebat bukan.

Setiap pertengahan bulan, aku selalu izin dari sekolah, untuk tranfusi darah. Hal yang rutin ini pun dimaklumi pihak sekolah. Haemoglobin ku sering rendah. Kadang hanya 5 gr/dL saja, apalagi jika aku kecapekan atau merasa stress dengan tugas-tugas sekolah. Nah disaat HB ku sangat rendah, bisa sampai 2 kantung darah kuhabiskan. Belum lagi obat-obatan penunjang yang harus kuminum, agar tak terjadi gangguan pada tubuhku, karena aku menerima tranfusi darah tiap sebulan sekali, dikhawatirkan ada penumpukan zat besi di organ tubuhku.

Sejak usia 6 tahun, aku mulai menerima tranfusi darah. Aku mulai merasa segar kembali, setelah mendapat darah, yah mungkin darah-darah itu milik para pemuda atau para orang dewasa yang memiliki semangat membara, hingga tertular lah padaku. Oh ya, selama 7 tahun lebih mendapat tranfusi darah tiap bulan, membuat kedua orangtuaku seperti perawat bagiku. Bagamana tidak?tatkala infus darah atau selang darah macet karena tersumbat, ibu atau ayahku bisa memperbaikunya, tanpa cerewet meminta perawat datang untuk memperbaiki sumbatan. Dan juga, ayah dan ibu hafal urutan tindakan yang akan dilakukan padaku, selain itu mereka sudah hatam mengetahui berbagai obat yang memang dibutuhkan bagi tubuhku. Ah, keluargaku memang luar biasa.

Sejak kecil, aku adalah gadis yang tomboy. Tomboy yang selalu cuek, suka pengalaman dan suka tantangan. Sebelum divonis Thalassemia, aku sangat aktif. Ikut bermain kesana kemari, mendatangi acara ulangtahun teman-temanku, mengikuti olahraga apapun, melakukan jungkat-jungkit, prosotan sampai ayunan. Semua kucoba, karena aku suka bermain dan hal yang baru. Namun dalam keasyikanku menikmati masa kecil, orang-orang disekitarku mulai merasa heran dengan perubahan fisikku, yang kian lama kulitku terlalu putih, malah cendreung pucat. Kemudian mata ku tak seputih saat lahir, kini terlihat kekuningan. Ibu ku tak menggubris perkataan orang-orang, yang ibuku tahu.. anaknya tak memiliki gejala sakit seperti panas, batuk atau semacamnya, tak pernah memiliki keluhan, tetap aktif bergerak, kesana kemari.

Akhirnya ketika aku menimbulkan gejala-gejala dan sakit-sakitan terus, ibu membawa ku ke rumah sakit, disana aku di lakukan tes laboratorium. Sehingga vonis itu akhirnya datang padaku, disaat usiaku masih kelas 2 SD. Ibu terlihat sangat terpukul, apalagi saat dokter memprediksikan usiaku tinggal beberapa tahun saja, karena sudah mulai terjadi pembengkakan di limpa ku. Aku mendengar ibuku berkali-kali mengucapkan pernyataan menyesalnya pada ayahku, atas kelalaiannya dalam merawat ku, dan tidak menggubris keheranan orang-orang sekitar. Tapi akhirnya kedua orangtuaku sepakat kompak akan berusaha bersama, karena aku memang anak teristimewa. Kakak-kakakku sangat menyayangiku, tubuh mereka besar, parasnya tampan. Aku?karena aku istimewa, aku bagai liliput diantara mereka, kurus, mungil dan.. paling cantik. Hehe, tiap tubuhku mulai drop atau wajahku terlihat pucat, kakak-kakakku mulai mengetahui apa yang harus mereka lakukan, melapor pada orangtuaku tentunya, kemudian meluncur ke Rumah Sakit untuk mendapat penanganan, tranfusi darah biasanya.

Sekarang, pihak sekolah sudah mengetahui tentang penyakitku. Teman-teman juga kubiarkan untuk tahu. Bukan maksud ingin dikasihani, tapi supaya mereka tahu bahwa, aku bisa kuat, terus belajar, dan berusaha, sama seperti mereka yang sehat bugar, yaa bedanya hanya aku tiap bulan ada hari yang rutin. Nah kalau pihak sekolah mulai tahu setelah aku kelas 5 SD, tiap pelajaran olahraga aku pasti drop. Coba tantang aku untuk mengerjakan 100 soal matematika! Pasti aku bisa menjawabnya, tapi untuk olahraga.. macam lari estafet, sprint, main kasti.. duh aku gak kuat. Serius. Badanku makin lemah, kemudian pucat, balik lagi pada drop. Akhirnya orangtuaku yang tadinya merahasiakan jadi mengungkap semuanya, aku malah senang kalau semua bisa transparant, jadi kan ada toleransi sendiri untuk kegiatan tertentu. Kemudian aku melanjutkan SMP di sekolah umum. Alhamdulillah aku masuk SMP negeri, dan tepat di tempat ayahku mengajar. Selain karena bisa diawi oleh ayah, kemudian guru-guru disana bisa mengerti oleh kondisiku, kondisi Nyimas yang istimewa. Kalau upacara.. aku berdiri sebentar, kemudian nyantai dibawah pohon rindang, atau.. kalau aku sedang malas, aku segera dipersilahkan untuk bersantai di UKS, hehe asik kan.

Ah terlalu banyak ‘preambule’ dari ku. iya hari ini adalah rutinitas ku untuk tranfusi darah. Kebetulan bertepatan dihari minggu. Biasanya aku kan selalu izin dari sekolah. Seperti biasa, ayahku sudah menyiapkan segalanya, mengurusi administrasinya dan aku tinggal berbaring membaca buku, menanti suster atau dokter muda memasangkan infus. Di ruang Thallasemia ini adalah tempat rutinku. Disini ada berbagai anak, rata-rata mulai tranfusi diusia 6 tahun, ada pula saat umur 4 tahun sudah di vonis Thalassemia. Disini sudah laiknya saudara, kami mengenal akrab, orangtua kami akrab. Malah ibu-ibu kami sering mengadakan buka puasa bersama atau silaturahim sesama orangtua penderita Thalassemia. Kami sangat akrab. Walau silih berganti, waktu semakin berjalan, tak jarang aku ditinggalkan mereka.. mereka yang sudah waktunya lebih berbahagia di sisi Allah. Tak ada rasa takut dihatiku, karena aku yakin, disisi-Nya semua manusia akan kembali cepat atau lambat.

Hari minggu, rumah sakit terlihat sepi. Tapi rutinitas tetap berjalan, apalagi aku yang mengisi libur dengan men-charge tubuhku. Diruangan thalassemia ini biasanya ada beberapa orang perawat dan dokter jaga. Terkadang juga ada mahasiswa perawat berbaju putih-putih dengan list putih* yang ramah-ramah. Mereka sering mengajak kami ngobrol, padahal aku tahu, itu kode. Dikira aku tak tahu, mereka pasti akan menjadikan obrolan tentang sakitku untuk dijadikan kasus laporannya pada pihak pendidikan kampus. Apa itu namanya.. aku sering mendengarnya ASKEP. Asuhan Keperawatan ya kalo gak salah?hehe. Mungkin mereka lupa, Hei!aku penghuni senior tiap bulan disini. Tapi ga masalah, selagi mereka masih bersikap ramah, baik dan gak nyebelin.

Ternyata tak ada mahasiswa keperawatan satu pun, aku tahu benar kalau ada mahasiswa perawat, kadang mereka juga memasangkan infus, berciri khas, ada yang memakai putih-putih berjilbab list putih, ada juga berlist kuning, ada seragam list kuning dan jilbab list kuning. Hari ini mungkin mereka tidak berjaga karena hari minggu. Yang selalu kulihat malah para dokter muda atau koas yang tiap shift selalu ada. Dihari minggu dan malam hari mereka mengenakan seragam hijau, di hari sibuk mereka mengenakan jas putih lengan panjang, setiap pagi visit, siang, sore visit menanyai kami tentang perkembangan dan memeriksa kami. Stetoskop selalu tergantung dipundaknya.

Infus sudah terpasang, cairan NaCl yang dialirkan terlebih dahulu menuju pembuluh darah yang lurus, tak lama mulai kantung bewarna merah dingin segar itu digantungkan di tiang dan dialirkan ketubuhku. Darah menjalar hangat, tubuhku yang pucat kian memerah, segar kembali. Menunggu kantung darah ini habis perlu waktu berjam-jam, aku mengisi waktuku dengan membaca, disini ada perpustakaan kecil, perpustakaan yang dinikmati kaum istimewa seperti kami. ada komik, majalah, novel, dongeng dan lainnya. Dikelola oleh para orangtua bekerjasama dengan tim lembaga masyarakat yang peduli pada thallasemia, tak jarang kami pun mendapat sumbangan buku-buku menarik dari para dokter muda dan para mahasiswa perawat disini. Mereka semua akrab dengan kami, kami pun akrab dengan mereka, asalkan mereka gak nyebelin hehe.

Terkadang, selagi tranfusi darah, pas saat teman-teman sedang ramai, kami sambil duduk diatas bed masing-masing mengobrol panjang. Mengobrol berbagai hal tentang keseharian kami, tentang perkembangan kesehatan kami. apalagi kalau teman-temanku sesama kaum hawa sudah berkumpul, gak kalah hebohnya sama ibu-ibu arisan. Kami bercerita tentang berbagai hal, tentang temanku yang dapat surat cinta dari temannya, tentang temanku yang jatuh saat upacara, tentang kami yang payah dalam pelajaran olahraga, tentang kami yang selalu bermasalah tiap bulan saat mendapati ‘datang bulan’ ah semua tercurahkan. Meskipun beberapa waktu yang lalu salah satu teman ku pergi jauuuh, tapi aku tak sedih. Kita semua hanya menunggu giliran toh?

Setelah tranfusi, obat-obat itu jadi teman. Tak ada rasa terpaksa mengkonsumsinya. Karena aku tahu kegunaannya. Supaya tak ada penumpukkan zat besi. Hanya beberapa hari kok minumnya, setelahnya aku bisa beraktifitas lagi. Walaupun harga obatnya selangit. Makanya aku selalu menghargai, seakan-akan satu butirnya adalah emas hehe, aku selalu menganggapnya begitu, sekedar mengingatkan diri sendiri, sehat itu mahal.

Semua aku jalani dengan ikhlas. Walau aku selalu merasa sedih ketika melihat kakak-beradik yang masih sama-sama kecil yang bersama-sama datang dengan wajah pucat menanti giliran dimasukkan jarum untuk menyalurkan darah dari kantung dingin itu. terenyuh melihat wajah mereka yang begitu polos dan tak terlihat beban, dan aku beruntung, aku masih beruntung, karena aku yang teristimewa, kedua kakakku sehat, hanya aku yang mendapat keistimewaan ini.

Well, dari kisah ini, aku gak merasa mencurahkan supaya kalian kasihan padaku. Lagi-lagi supaya aku mengikrarkan bahwa Thaller bukan untuk dikasihani, Thaller untuk disemangati, didaya-juangkan, didukung. Dan kami akan buktikan bahwa Thaller bisa melakukan hal normal seperti manusia pada umumnya. Masalah waktu, sampai kapan aku harus berhenti berjuang? Sampai Allah memanggilku, itu saatnya aku berhenti berjuang, dan berdamai dengan waktu. Lagi kuingatkan, bahwa Thaller tak sendiri, ada jutaan anak atau orang dewasa yang berhasil berumur panjang asal memiliki daya juang tinggi. Seringlah bercengkrama lewat jejaring sosial, grup para Thaller sharing pengalaman dan informasi, kalian tak sendiri.

Buat kalian yang sehat bugar, aku sarankan jagalah kesehatan kalian. Buat para pasangan yang hendak menikah, beri waktu kalian sedikit untuk periksa kesehatan sebelum menikah, supaya kalian menjadi keluarga yang saling mengerti dan sehat. Halo calon ayah, halo calon ibu, menjadi kami itu tak ringan loh, menjadi orangtua dari seorang Thaller tak gampang. Jadikan takdir terindah pada keturunan kalian ya. Ohya, pesanku lagi, untuk segala tim medis yang berjasa dokter, perawat, Laboratorium, Gizi, pekarya, terutama yang sering bercengkrama pada kami, para dokter muda(koas) dan para mahasiswa keperawatan yang baik hatinya. Kalian selalu berjaga di tiga shift tanpa lelah, kalian selalu menyarankan kami makan yang bergizi dan latihan fisik yang mencukupi, jangan terlalu capek. Padahal aku tahu, kalian pun jarang sekali berolahraga dan kalian terlihat capek.. ada seorang kakak koas yang bertutur “Aku sih olahraga sekali setahun itu udah Alhamdulillah banget”. *Halo kakak-kakak calon tenaga medis! Kalian juga musti sehat,terus fit. Para Thaller membutuhkan kalian dalam pencapaian tranfusi darah yang sesuai. Kalian tempat kami cerita, kalian tetap pendengar dan pemberi saran yang baik untuk para Thaller. Namaku Nyimas, dan aku bahagia jadi seorang Thaller : )

Bandarlampung 22/11/2013

22.22 WIB

Hasil pengamatan pada para Thaller

Kalian kuat, kalian bisa, semangat juaaang! :*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun