Masih mengenai reportase yang tertunda hehe, check it out!
Minggu, 15 Maret 2015
[caption id="attachment_374412" align="aligncenter" width="533" caption="dok. pribadi. Bu Guru Destii"][/caption]
“Menulis itu seperti rindu. Harus bertemu. Takkan jemu..” tutur Mbak Desti setelah menayangkan slide biodata dirinya. Yak, seperti itulah menulis bagi beliau. Seperti rindu yang harus bertemu. Hari itu kami melaksanakan kegiatan rutin FLP bagi para calon anggota baru Forum Lingkar Pena. Kelas menulis tahap ketiga ini memiliki judul “Menyunting naskah (EYD)”. Aku antusias sekali saat mengetahui ada kelas menulis dengan tema ini, selain bersemangat untuk mempersiapkan acara, juga sangat ingin mengambil sebanyaknya ilmu mengenai editing naskah terkhusus mengenai EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) karena aku sering lalai dan melupakan ejaan, tanda dan ungkapan yang sesuai dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Pukul setengah 9, peserta mulai berdatangan satu-persatu. Sebagian lagi ada yang nyasar karena tempat berbeda dari kelas menulis sebelumnya. Rumah yang cukup besar sebagai markasnya para penghafal Al-Quran, pembelajar bahasa arab serta tempat bimbingan belajar ini kami pakai sementara sebagai tempat kami menimba ilmu menulis. Ruangannya nyaman, luas, dan ada papan tulis panjangnya. Sehingga memudahkan pemateri, Mbak Destiani yang notabene memang seorang Guru Bahasa Indonesia, bisa menerangkan pelajaran lebih jelas.
Ada beberapa hal yang disampaikan oleh Mbak Desti dalam materinya. Diawali dengan tahapan berbahasa yakni menyimak, berbicara, membaca, lalu menulis. Itu artinya dalam berbahasa kita tak boleh sembarangan, setidaknya kita harus melalui tahap itu. Sehingga menyimak secara baik, berbicara tidak asal, membaca tidak salah, menulis kudu berisi. Kemudian ada pula proses penulisan karya. Untuk menulis karya yang berisi, bermanfaat harus memperhatikan tahapan berikut yaitu, Prapenulisan (mencari data-data sebagai referensi tulisan), penulisan (memuliki kerangka atau draft), pasca penulisan( harus dilakukan penyuntingan atau editing terlebih dahulu), baru kemudian publikasi (publikasi karya ke media, setelah kita rasa tulisan sudah layak).
[caption id="attachment_374413" align="aligncenter" width="402" caption="dok.pribadi. Kelas Menulis FLP 3"]
Ada sebuah tips dari Mbak Desti. “Ketika ide sedang mengalir, tulis saja dulu semua. Jangan terpengaruh untuk mengedit. Misalnya ada titik yang kurang, atau membaca ulang paragraf yang kita ketik saat yang sama. Jangan dulu. Ketika menulis, maka menulislah.. hiraukan tanda baca atau EYD terlibih dahulu.. ketika tulisan selesai, baru kita edit sepuasnya..” Saat itu juga aku menyadari, bahwa hal itu adalah hal yang sering aku lakukan, terpengaruh dengan tanda baca kurang, kalimat yang kurang pas, maka diubah-ubah lagi. Dan akhirnya aku sadar, kadang itulah yang membuat mandeg ide. Karena saat ide sedang mengalir deras, ide itu malah aku sumbat dengan sesuatu yang lain. Kesimpulannya, menulis dan mengedit adalah kegiatan yang BERBEDA. BERBEDA.
EDITING (EYD)
Selain sebagai guru, Mbak Destiani juga seorang editor disebuah indie publishing. Karya editingnya pun sudah terbit. Oleh karenanya, tak sulit bagi beliau untuk sharing pengalaman mengenai editing karya. “Saya pernah mengedit sebuah naskah. Sekitar dua ratus halaman. Dan semua pangkal kalimat tidak pakai hurup kapital..” diikuti tawa para audiens, karena kami membayangkan betapa repotnya hal itu. Belum lagi tanda baca yang tak tepat, kalimat yang mubazir, dan lain sebagainya.
[caption id="attachment_374414" align="aligncenter" width="533" caption="dok.pribadi. Novel Ghandaru, salah satu karya anyar kak Adian Saputra. salah satu contoh dengan editing yang rapi dan sesuai EYD. Luar biasaa"]
Salah satu buku yang dibawa Mbak Desti saat itu adalah Novel Ghandaru. Novel anyar dari Kak Adian Saputra, penasehat FLP dan jurnalis duajurai.com ini. Mbak Desti mengatakan bahwa Novel Ghandaru ini memiliki editing yang pas, dan sesuai ejaan yang disempurnakan. Dan ternyata penulis dan editor adalah orang yang sama. Ini artinya penulis Novel Ghandaru ini sudah fasih dan terbiasa menggunakan ejaan yang baik dan benar.
Lalu ada beberapa hal yang baru aku ketahui saat itu. Yaa selama ini aku baru mengetahuinya. Ternyata banyak kesalahan berbahasa yang kita lakukan. Dan itu dinamakan kesalahan berjamaah yang dibiasakan. Sedikit aku uraikan ya.. seperti penulisan kata berikut:
Allah Yang Mahakuasa
Allah Yang MahaPenyayang
Allah Yang Maha Esa
Ketiga kalimat diatas ada kalimat yang digabung atau dipisah. Biasanya aku sendiri menulis ungkapan Yang Maha Kuasa itu dipisah. Tapi kali ini ternyata itu harus digabungkan. Karena jika kata ungkapan menunjukkan keagungan Allah, kata ‘Kuasa’ merupakan kara dasar. Tak menggunakan imbuhan. Maka harus disambung dengan kata sebelumnya yaitu ‘Maha’, sedangkan pada kata ‘Penyayang’ kata tersebut dari kata dasar sayang dan diberi imbuhan. Maka kata tersebut harus dipisahkan. Sedangkan kata ‘Esa’ merupakan kata dasar, namun untuk kata ini, menjadi pengecualian. Harus dipisahkan.
Kemudian kami memperajari juga mengenai peluruhan kata. Ada beberapa yang menjadi luruh ketika sebuah kalimat dibuat. Dan banyak kesalahan menulis yang masih kita lakukan secara berjamaah, baik penulisan di dalam koran sekalipun. Karena ya memang aku akui, ada beberapa kata, yang jika kita luruhkan, atau dijadikan ejaan yang disempurnakan, malah menjadi ungkapan asing. Karena terbiasa membuat kesalahan mungkin yaa hiks.
PELURUHAN KTSP
Nah hal ini berlaku pada setiap kata yang mendapatkan imbuhan. Jika kata dasarnya awal hurupnya K,T,S,P dan diikuti hurup vokal (A,I,U,E,O) maka kata tersebut menjadi luruh. Sedangkan jika hurup awal kata dasar mengandung K,T,S,P namun diikuti huruf konsonan (hurup selain A,I,U,E,O) maka kata tersebut tidak luruh. Beberapa contohnya yakni:
Kata dasar: perlu. Menjadi Me-merlu-kan. Huruf awal P, diikuti hurup vokal E. Jadi luruh.
Kata dasar: pengaruh. Menjadi Me-mengaruh-i. Hurup P, diikuti hurup vokal E. Jadi luruh. Yang ini kata-katanya agak janggal ya. Karena kita terbiasa menggunakan kata ‘mempengaruhi’, namun inilah yang sebenarnya, bahwa memang benar, kita sebagai Orang Indonesia sendiri masih sering juga melakukan kesalahan berjamaah yang sengaja dilakukan, karena terbiasa. Ah ya, pernah dengar kata ‘sontek’? atau pernah dengar kata ‘contek’? nah kata contek sudah sering kita dengar, namun bagaimana dengan peluruhan katanya? Bukankah jika kita tambahkan imbuhan me- kata tersebut jadi ‘menyontek’? ya itu yang biasa kita dengar, namun ternyata sebenarnya kata contek adalah kata yang salah dalam kaidah bahasa indonesia, yang benat adalah... sontek, bukan contek. Sehingga benar, jika kata dasar adalah sontek, jadi ‘menyontek’.
[caption id="attachment_374415" align="aligncenter" width="533" caption="dok.pribadi"]
Penggunaah kata dash atau strip dua (--) ternyata mengandung makna untuk menerangkan. Misalnya Budi—penambal ban kreatif—sedang membaca koran. Nah kata strip dua bermakna menerangkan, namun jika satu kata yang terdapat didalam strip dihilangkan, hal itu tak apa. Melainkan kata tersebut tetap menjadi kalimat yang diawali hurup kapital dan diakhiri tanda baca.
Banyak sekali ilmu yang dibagi olah Dosen Desti satu ini. Pada sesi tanya jawab, hampir keseluruhan peserta banyak bertanya. Pertama, karena kondisinya memang seru, dan tak tegang, sehingga peserta tak ada yang malu-malu bertanya. Kedua, mungkin para peserta merasa melakukan banyak kesalahan dalam menulis, hingga ingin bertanya berbagai hal yang belum dikatuhui, atau ingin bertanya kata yang membingungkan dalam ejaan. Pertanyaan yang paling banyak mengenai rangkaian kata, pemakaian kata ‘di’, kata titik dua, atau titik koma. Penggunaan kata titik koma ternyata untuk menunjukkan aktivitas yang berbeda atau perbandingan. Kata ‘di’ tentu berfokus pada tujuan di-nya. Jika kata tempat, dipisahkan kata di dengan kata berikutnya, jika tidak menunjukkan kata tempat, berarti harus disambung kata di nya.
Berulang-ulang dan berbagai coretan yang tertuang di white board hari itu, semuanya demi menerangkan kami bagaimana menulis dan bertata bahasa indonesia yang baik dan benar. Mbak Desti juga menerima dan menjawab banyak pertanyaan dari kami. Setelah kami cukup kenyang dengan materi, ilmu InsyaAllah telah terserap, seperti biasa kami melakukan sesi foto bersama. Ini adalah agenda wajib seusai kegiatan, karena kami mengingat mantan ketua FLP Wilayah Lampung yang kami cintai, yaitu Mbak Naqiyyah Syam yang selalu mendokumentasikan berbagai kegiatannya. Alhamdulillah juga hari itu lumayan ramai yang datang, jika dibandingkan dengan minggu yang lalu. Terimakasih banyak mbak Desti, semoga pelajarannya bisa kami terapkan ditulisan kami masing-masing. Walaupun sebenarnya sulit mulai menulis bahasa yang baik dan benar, namun namanya proses, perlahan kita mulai memperbaiki. Dalam postingan ini pun aku rasa masih banyak sekali yang harus diperbaiki, dalam ejaan dan EYD. Ah, memang kelemahan ku pada EYD. Aku akan belajar dan mempraktikan ke setiap tulisan, perlahan.hehe.
[caption id="attachment_374416" align="aligncenter" width="533" caption="dok.pribadi. foto bersamaaa : )"]
“Dan tatkala dia cukup dewasa, Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik” (Q.S Yusuf: 22).
“Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta). Ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Luqman: 27).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H