[caption id="attachment_316866" align="aligncenter" width="539" caption="dok. Pribadi. ini dia nih Ulat raksasanya :D"][/caption]
Hari ini (24 Maret 2014) seperti biasanya adalah rutinitas upacara di setiap jurusan, siapa lagi yang tak kenal sama hari senin, hari dimana awal minggu yang mulai aktif beraktifitas, setelah minggu yang meng-istirahatkan.
Oke, hari ini ada yang beda. Beberapa dosen di jurusan kami di awal 2014 ini beberapa sudah pensiun meninggalkan poltekkes dan tidak lagi mengajar. Kali ini pun ada, istimewanya, sambutan dari dosen yang kini sudah memasuki masa pensiun, dan sudah tidak mengajar lagi. Beliau sangat aktif di kampus kami, biasanya beliau fokus pada mata ajar Gizi yang kami terima pada semseter 2 di tingkat 1. Beliau adalah Doktor. Hj. Djelita Rickum, SKm, Mkes. Siapa yang tidak hapal nama tersebut? Karena dari tingkat 1, hingga sekarang jika beliau mengajar, entah itu bimbingan kelompok berbagai mata ajar, kami mewajibkan untuk menyebut nama dan gelar beliau dengan lengkap. Misalnya, setiap jam mata ajar, kami selalu mengucap salam, dan berterimakasih pada dosen yang telah mengajar kami.
Biasanya dosen akan menutup pertemuan berkata.. “Oke Ibu akhiri, Wassalamualaikum. Wr.Wb”
Kami membalas, “Wassalamualaikum. Wr. Wb.. Makasih buu...” serentak. Itu hal wajar.
Tapi jika sang Doktor yang mengajar.. “Saya akhiri, Wassalamualaikum. Wr. Wb..”
Kami menjawab serentak.. “Wassalamualaikum. Wr. Wb. Makasih Doktor Hajjah Djelita Rickum,.SKm,.Mkes....” jawab kami serentak, di awal tingkat 1, jika kami tidak kompak, kami harus mengulanginya, bahkan kami harus buat catatan nama beliau, agar kami ingat dan membacanya sehingga kami bisa menjawab lengkap. Kami harus memanggilnya dengan kata Doktor, karena kata beliau.. memanggil dengan kata "Mbak" sudah tidak sesuai dengan usianya. Memanggil kata "Ibu" adalah untuk orang yang telah menikah dan punya anak, namun untuk dirinya, beliau hanya mau dipanggil "Doktor" sesuai dengan tingkat pendidikan yang telah ia raih. Namun hal itu jadi sesuatu unik dari beliau..
[caption id="attachment_316867" align="aligncenter" width="539" caption="dok. Pribadi. berbaris rapi bersalaman sama doktor"]
Oke, balik lagi sama pagi ini, beliau memberi sambutan terakhirnya dalam pengabdian mengajar di Poltekkes. Beliau mengingatkan untuk terus mencari ilmu, dimana langit dinjunjung disitu bumi dipijak (agak salah kali ya?hehe). intinya, beliau mengingatkan untuk terus menggapai mimpi dan melestarikan budaya Lampung (beliau suku Lampung asli) dan menghormati tata bahasa yang ada di daerah masing-masing. Nah, kalau tentang bahasa ini, hmm beliau yang sudah senior ini sangaaat terkenal dengan satu kata yang beliau paling anti. Hal ini terbukti, saat dinas di rumah sakit manapun, entah itu rumah sakit daerah, rumah sakit swasta, puskesmas, dan lain sebagainya tempat kami berdinas, kakak lulusan poltekkes Tanjung Karang, pasti mengingat beliau. “Doktor masih ngajar?”, “Masih kak..”, “Beliau masih anti ngomong kata ‘butuh’?”, “iya masih kak.” Jawab kami.
Yap, beliau sangat marah dan sangat enggan mendengar kata ‘Butuh’ dimanapun berada, apalagi pada saat jam mengajarnya, jika ada tugas makalah atau ketikan, dan ada satu kata menggunakan kata ‘butuh” siap-siap dicoret atau diberi nilai Nol besar. Dan ini selalu beliau ingatkan, filosofinya, beliau berpendapat bahwa kata ‘butuh’ itu dalam bahasa Lampung adalah kata yang tidak senonoh. Tidak pantas, dan karena ini adalah daerah Lampung, jadi harus menghormati bahasa lampung, bahwa kata butuh harus diganti dengan kata perlu. Walaupun, dalam bahasa Indonesia kata ‘butuh’ berarti sangaat memerlukan.
Bertolak belakang dengan dunia keperawatan, dimana saat itu di tingkat 1 sedang gencarnya pengenalan mengenai dunia keperawatan, dimulai dengan Mata ajar KDM (Kebutuhan Dasar Manusia), jika beliau yang mengajar, KDM harus diubah dengan Keperluan Dasar Manusia, kemudian pada teori kebutuhan Maslow, kami harus merubahnya dengan teori Keperluan Maslow.
Beliau termasuk sosok yang keukeuh pada pendiriannya. Tak pandang bulu, jika disituasi manapun, dan beliau mendengar kata ‘butuh’ maka ia akan dengan tegas menegur, dan mengingatkan agar tak mengulangi ucapan itu, saat kami seminar, ketika tahu beliau akan datang, kami segera mengecek PPT kami, mengklik CTRL F-Replace- Find What: Kebutuhan- Replace With: Keperluan- Klik Replace All. Karena kami sangaat tak ingin mengecewakan beliau *uhuk, lebih tepatnya tak mau berulah. Karena kami menyadari bahwa kata ‘butuh’ sangat sering tertuang dalam Asuhan Keperawatan yang kami buat. Dosen pun sudah mengerti dan memaklumi. Di setiap seminar, beliau sangat aktif, bahkan tak pandang narasumber, beliau menegur narasumber jika mengatakan kata ‘butuh’ saat seminar tersebut. Beliau sangat mempertahankan bahasa yang beliau anggap memiliki arti tak baik.
Dantadi, setelah beliau memberi pidato, kami bersalaman. Kami mengenakan Almamater Poltekkes berwarna Orange. Berbaris bagai ulat raksasa, memanjang, dan bersalaman pada seseorang ditengah lapangan. Yap, bersalaman pada doktor yang mengajarkan banyak hal. Tentang apapun, tentang makna menghargai, tentang bertutur dengan sopan, tentang berperilaku bijak, dan berbagai motivasinya. Dalam salaman Takzim menunduk pada beliau yang kini telah berusia kurang lebih 65 tahun. Ditemani juga lantunan merdu lagu lampung yang dinyanyikan oleh bu Hernawilly dan bu Nurhayati. Well, Doktor masih sangat sehat, masih bugar, masih sering jalan kaki menyehatkan tubuh.
[caption id="attachment_316868" align="aligncenter" width="303" caption="dok. Pribadi. bersalaman dengan doktor"]
Oke ini ada cerita unik, kejadiannya saat kami ujian tengah semester, di semester 2. Doktor yang meneliti tentang Gizi seimbang yang ada pada makanan Seruit (makanan khas Lampung) ini memberi kami soal yang beliau buat. Dan kerennya, soal yang keluar bukan tentang gizi seimbang, atau perhitungan gizi pada penyakit hipertensi, tifus, atau lainnya. Melainkan tentang kandungan gizi yang ada pada produk kesehatan yang beliau rintis. Kemudian terdapat berbagai harga produk yang menjadi pertanyaan. Waaah, jadi kami waktu itu sangat tercengang, sangat gak nyangka kalau soal seperti itu yang keluar, dan aku? Sama sekali gak menghapal harga produk yang ditanyakan dalam soal tersebut. Kemudian kami dihitung IMT nya, Index Massa Tubuh, kami se-asrama di hitung IMT nya, kemudian ditimbang, nah itu dalam rangka penelitian dari kakak tingkat 3 yang dibimbing olehnya. Kesimpulan semua mahasiswa tingkat 3 yang mendapat pembimbing Doktor Djelita, harus mengambil materi tentang Gizi, dan tetap harus menghindari kata terlarang itu.
[caption id="attachment_316869" align="aligncenter" width="303" caption="dok. Pribadi"]
[caption id="attachment_316870" align="aligncenter" width="539" caption="dok. Pribadi. dari mahasiswa tingkat 1,2,3 berbaris untuk bersalaman pada doktor yang telah memasuki masa pensiun"]
Banyak lagi kisah tentang beliau, pengabdian beliau mengajari kami sangat bermakna. Beliau membagi ilmunya, membagi pengalamannya, dan sudah banyak asam-garam kehidupan yang beliau rasakan, dan beliau akan menikmati masa pensiun untuk tetap mempertahankan hidup sehat yang beliau lakukan, dan tetap bugar di masa tua nya. Selalu dalam lindungan Allah ya doktor. Terimakasih Doktor! : )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H