Rabu, 7 Januari 2015
Kurang lebih berminggu yang lalu, selain bergulat dengan pekerjaan sebagai perawat. Keluarga kami dan seluruh anak-anak nenekku selalu kerumah nenek. Nenek mulai mengalami penurunan kesadaran. Saat itu menjelang akhir tahun. Sekitar tanggal 26 Desember 2014. Paman yang di Jakarta juga pulang ke Lampung.
Nenek yang sering kami panggil ‘Nun’ ini memang sudah mengalami penurunan kesadaran. Ingat saat aku baru selesai dan masih menunggu panggilan kerja?ada di postingan ini.... Menjadi Care giver untuk nenek tercinta.
Saat itu, Nun kesadarannya masih bagus. Composmentis, kesadaran penuh. Justru saat itu Nun sangat cerewet ingin ditemani, beberapa hari aku lalui, menikmati kebersamaan dengan Nun. Karena saat itu Nun tak ada yang merawat di pagi harinya. Badannya memang sudah tidak bisa digerakkan. Karena usianya yang lanjut. Tapi mulutnya masih bisa memanggil. Menyebut Asma Allah.
dok. pribadi. Foto Nun saat Idul Adha tahun 2012 lalu
Hanya beberapa hari, akhirnya aku harus ke Aceh karena keperluan dan janji dengan saudaraku dari pihak Ayah. Sepulang dari Aceh, dua minggu kemudian, Nun masih Composmentis. Kesadaran penuh. Hanya sering cerita yang menurut kami agak aneh. Seperti melihat Tamang (Kakekku) ada di dekatnya, melihat keluarga yang sudah pergi meninggalkan dunia terlebih dahulu, datang kerumah. Berbagai hal, pertanda. Menurut om dan tante ku pun begitu.
Sebenarnya tak boleh memikirkan atau membuat kesimpulan terhadap kondisi nenek. Namun entah, kadang obrolan dewasa menyatukan kejadian serupa yang terjadi pada orang tua-tua masa lalu menjelang wafat. Seakan semua sudah ikhlas mengenai keadaan terburuk yang akan dihadapi.
Selama kurang lebih satu minggu, nenek yang beberapa hari lalu menyatakan sulit tidur, membuat om ku yang tinggal dirumah sana terus begadang. Kini Nun lebih banyak tidur. Bahkan untuk makan dan minum pun memang harus disuapi, ia tak bisa lagi bicara atau meminta jika merasa lapar. Nun masih bisa makan dan mengunyah, walaupun dengan mata yang tertutup (tidur). Saat itu Nun masih bisa merespon jika dipanggil, walau dengan mata terpejam. Hingga saat itu, Nun tak merespon, saat dipanggil. Hanya jika ada minum atau makanan ia masih bisa mengunyah dengan gusi-gusi nya. Giginya sudah tak ada, bubur makanan sehari-harinya waktu itu. seminggu sudah, Nun tak sadarkan diri.
Sampai akhirnya, hari itu pun rencana memang pagi hari akan kerumah Nun lagi. Namun pagi itu.... 30 desember 2014 ibuku di telpon oleh istri om ku yang ada dirumah Nun.. “Emak sudah payah, kak datang..” saat itu juga Om ku yang dari jakarta dan istrinya ada disana.
Ibuku sambil menangis menelepon semua adik-adiknya, saudaranya. Semua berkumpul disana. Aku tetap harus datang ke rumah sakit menjalankan pekerjaan harian sebagai perawat. Walau dalam hati ada pikiran was-was tentang apa yang akan terjadi.
“Pre Confrence ditutup, selamat istirahat untuk petugas dinas malam, dan selamat bekerja untuk perawat yang dinas pagi. kita tutup Pre confrence kita dengan doa.. berdoa mulai...... selesai..” tutup Pre Confrence pagi itu. Lalu handphone berdering... ‘Mama’ nama kontaknya. “Lan, Nun udah meninggal.. kalau bisa izin sama orang ruangan ya..” tutur ibuku terisak.
“Deg! I.. Iya ma..” hubungan telpon terputus. Pagi itu aku pegang kelas 2. Kamar I, J. Biasanya pasiennya full, hari itu pasiennya hanya satu. Seperti sebuah kemudahan dari Allah. Aku langsung mendekati tempat duduk wakil kepala ruangan di ruang itu. Berhubung kepala ruangan sedang tak ada di tempat. Aku bicara, aku pikir tak bisa izin pagi-pagi. mungkin aku hanya minta keringanan untuk pulang lebih cepat, mungkin sekitar pukul 1 siang. Ternyata bu Maria dengan berbaik hati dan maklum langsung bilang.. “Udah, kamu izin aja sekarang. Gakpapa kok. Kan nenek kamu yang meninggal..”
“Beneran bu?”
“Iya gakpapa Rinta, kamu pagi ini kerumah nenek kamu aja, pasiennya biar di pegang sama kakak yang lain..” tutur Kak Puji menambahi. Saat itu setelah Pre Confrence seluruh petugas belum langsung keluar ruangan. akhirnya aku salim sama bu Maria, dan bergegas kerumah nenek.
***
Pemandangan sama. Seperti umumnya ada bendera kuning di depan pagar. Ada tarup ukuran sedang. Di ruang tamu sudah di desain untuk mendoakan, di tengah ada sosok kaku. Dengan kain coklat mutupi tubuhnya. Dan kain putih sebagai alas kepala, serta kain transparan menutupi wajahnya. Aku datang, melihat ibu dan tante ku yang bekerja di rumah sakit juga sudah datang. Sembab, mata mereka.
Sebenarnya aku merasakan kesedihan itu. tapi sebagai cucu, entah aku berusaha tegar. Gak nangis. Gak mau buat air mata ibu yang sudah kering, jadi basah lagi melihat aku nangis juga. Melihat sosok kaku Nun... sosok ibu yang punya 9 orang anak, namun kehilangan tiga orang anak, karena berbagai kejadian. Kini nun memiliki 6 orang anak yang sudah memberikan banyak cucu dan satu cicit untuknya, Rafan. Sosok yang dulu bergelut di bidang kehakiman. Dulunya seorang Jaksa yang InsyaAllah amanah. Seorang istri yang mengikhlaskan suaminya untuk menghadap Sang Kuasa lebih dulu, dalam dramatisasi kecelakaan. Sosok yang diberi kesempatan Allah mengecap hingga usianya 78 tahun. Padahal usia nabi Muhammad SAW pun hanya sampai usia 63 tahun saja. Setelah beberapa lama melihat sosok Nun dipembaringan, aku disuruh ganti pakaian dengan pakaian yang sudah dibawakan ibu dari rumah. Aneh rasanya, jika masih mengenakan kaus biru perawat ini. prosesi dijalankan seperti biasa. Layaknya pamakaman seorang muslimah lainnya.
***
Sosok Nun buatku. Aku merasa Nun lebih menyayangiku daripada cucunya yang lain. Hehe perasaanku saja mungkin. Nun selalu menyayangi semua cucunya, dengan cara yang baik. Dulu Nun selalu ingat semua nama dan wajah para cucunya. Walaupun beliau sendiri lupa akan usianya sendiri. Beberapa beberapa minggu lalu, saat Nun masih terlihat cukup segar, aku sering bertanya tentang usia. “Umur Nun sekarang berapa?” beliau hanya jawab.. “seratus”. Udah seratus aja umur Nun, tapi aku yakin dia lupa. Usianya saat itu memasuki 78 tahun kok.
Nun adalah koki hebat bagi anak-anaknya serta cucu-cucunya. Tangannya selalu bisa buat masakan yang nikmat. Walau sebenarnya terlihat aneh, semuanya di campur, tapi rasanya pasti enak. Nun adalah orang pertama yang memberiku Acc memotong bawang saat usiaku 6 tahun. Kalau sama ibuku, saat usia segitu aku boleh bantu di dapur tak lebih dari: ambilin mangkuk-sendok-ambilin gula-garam- atau ngupasin bawang merah-putih dengan tangan doang. Itupun karena iseng ngupasin kulit bawang doang. Kalau untuk pegang pisau... masih dilarang keras.hehe
Saat itu Nun memberikan kepercayaan padaku untuk pegang pisau. Tentu aku berada di sebelahnya, ia terus memantau aku memotong tiap iris bawang merah. Akhirnya pagi itu aku baru percaya, bahwa bawang merah beneran bisa buat keluarin air mata, dikira Cuma ada di sinetron doang.hehe.
Kami sebagai cucu pasti pernah merasa di titip ke rumah Nun. Tepat saat Nun menjelang pensiun, cucunya sering berdatangan kerumah, sekedar dititip sampai siang, ke sore. Atau menampung cucunya menginap kala malam minggu datang. Rumah Nun seperti rumah kedua bagi kami. selalu membuka pintu nya lebar-lebar. Karena Nun memang merasa sepi ketika anak-anaknya beranjak dewasa dan memiliki keluarga masing-masing. Saat itu kedatangan cucunya bisa membuat rumah jadi ramai, danbuatnya menambah kegiatan.
Nun senantiasa bisa membuat hati kami senang. Dengan caranya sendiri. Entah itu seperti menuruti apa yang jadi kemauan kami. misalnya kami saat itu masih anak-anak ingin sekali ini itu, yang sedang lewat di depan rumah Nun. Maklum, rumah nun memang dipinggir jalan. Mulai dari gerobak es tung-tung sampai gerobak bakso lewat di depannya.Ia mencoba tidak mengecewakan cucunya. Begitupun kami, kami sangat senang jika di rumah Nun, atau sebaliknya, Nun datang kerumah kami.
Tak akan panjang lebar aku berkisah. Karena beliau tak akan kemana-mana di hati kami. Hidupnya sedemikian penuh kisah. Saat usianya 78 tahun, terakhir. Saat itulah tugas dan tanggungjawabnya telah selesai. Tugasnya sebagai istri, ibu, Nenek, Uyut, telah selesai. Allah memanggilnya disaat yang baik. Saat semua anaknya sudah ada di rumah, saat anak-anaknya dan saudara telah ikhlas dengan kemungkinan yang akan terjadi. Saat keluarga telah ikhlas, dan merelakan sakit itu pergi. Saat dimana ia telah tutup usia. Nun, selamat jalan. Hari ini, 7 januari 2015 adalah hari ke 9 engkau berada di sisi-Nya.
Ya Allah lapangkan kuburnya, Ampuni dosanya, maafkan khilafnya, jadikan kuburnya tempat tidur yang nyaman, beri cahaya terang benderang di kuburnya sampai hari pembalasan kelak. Aamiin. Doa tak terputus untukmu Nun & Tamang. Nun, disana sudah ketemu Tamang ya? Salam yaa. Pasti Nun dan Tamang jadi anak muda lagi deh disana. Nun, tamang itu ganteng banget ya? Nun juga cantik saat muda dulu. Tamang dan Nun juga makin cantik setelah beruban. Kangen banget. Bahagia disana ya Nun, Tamang. Semoga kita dipersatukan kembali di tempat terindah dari-NYA kelak. Aamiin.
"Allahummaghfirlahu warhamhu/ha wa'fu'anhu/ha wa'aafihi wa akrim nuzulahu wawassi' madkhalahu/ha waghsilhu/ha bi maain watsaljin wabarodin wanaqqihi minalkhathaaya kamaa yunaqqotstsaubul abyadhu minad danasi waabdilhu daaran khairan min daarihi wa ahlan khairan min ahlihi wazaujan khairan min zaujihi waqihi fitnatal qabri wa'adzaaban naari." (Ya Allah, ampuni dan kasinahilah ia, maafkan dan sejahterahkanlah ia, hormatilah kedatangannya, lapangkanlah tempat kediamannya, dan bersihkanlah ia dengan air, es dan embun, serta bersihkanlah ia dari dosa-dosanya sebagaimana kain putih dibersihkan dari kotoran. Juga gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih baik daripada rumahnya dahulu, gantilah keluarganya dengan yang lebih baik daripada keluarganya dulu, dan ganti pula istrinya dengan yang lebih baik daripada istrinya yang dulu. Dan peliharalah ia dari petaka kubur dan siksa neraka). (HR Muslim)
Aamiin. Untuk dua Kakek dan dua Nenekku yang telah menghadap-Nya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H