"Ada gerakan politik yang mengarah pada upaya mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa yang tentu mengancam kedaulatan dan eksistensi Partai Demokrat. Yang kami dapatkan, gerakan ini melibatkan pejabat penting pemerintahan yang secara fungsional berada di dalam lingkaran kekuasaan terdekat dengan Joko Widodo. Tadi pagi, saya telah mengirimkan surat secara resmi kepada Yang Terhormat Bapak Presiden Joko Widodo untuk mendapatkan konfirmasi dan klarifikasi dari beliau terkait kebenaran berita yang kami dapatkan ini (AHY, CNN Indonesia, 1/2/2021)
Dalam konferensi pers di Kantor DPP Partai Demokrat (Senin, 1/2/2021), Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) membuat pernyataan mengejutkan. AHY menduga bahwa ada upaya untuk mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa.Â
Dan tidak tanggung-tanggung, menurut informasi yang didapatkan 10 hari sebelumnya dari beberapa kadernya, gerakan politik itu turut dilakukan oleh pejabat tinggi di lingkaran Pemerintahan Jokowi, dengan konsep pengambilalihan melalui Kongres Luar Biasa (KLB).
Terkait dugaan keterlibatan petinggi di lingkaran istana, AHY menyebutkan telah mengirimkan surat resmi kepada Presiden Joko Widodo untuk mendapatkan klarifikasi dan konfirmasi terkait berita yang dia dapatkannya.
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko yang merasa dirinya disangkutpautkan dengan kasus ini mengakui bahwa dirinya pernah dikunjungi kader Demokrat. Tetapi Moeldoko mengingatkan agar AHY menjadi pemimpin yang kuat dan jangan mudah baperan.
***
Sebagai Ketua Umum Partai Demokrat tentu AHY tidak asal bertindak dan asal membuat pernyataan. Semuanya pasti sudah melalui pertimbangan matang dan dan bukti yang kuat serta akurat. Dan semestinya juga sudah didiskusikan terlebih dahulu dengan penasihat dan para petinggi partai.Â
Tetapi apa yang dilakukan AHY dengan berkirim surat kepada Presiden Jokowi untuk meminta konfirmasi dan klarifikasi sepertinya salah alamat. Seharusnya AHY meminta klarifikasi kepada orang yang dicurigainya di lingkaran istana, bukan justru kepada presiden.
Jika seandainya AHY mencurigai keterlibatan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko dan disertai dengan bukti yang kuat dan akurat, maka seharusnya AHY meminta klarifikasi dan konfirmasi kepada Moeldoko, baik sebagai posisi pribadi atau dalam kedudukannya sebagai KSP.
Dan jika seandainya Moeldoko terbukti benar-benar terlibat dan AHY tidak senang dengan campur tangan Moeldoko terhadap Partai Demokrat maka lebih elok kalau AHY menyurati Presiden Jokowi sebagai bentuk pemberitahuan atau "aduan", agar Jokowi mengambil tindakan yang tepat untuk Moeldoko terkait posisinya sebagai KSP.
Dan jika seandainya ada pihak-pihak yang menghembuskan isu bahwa presiden terlibat dalam upaya kudeta pengambilalihan paksa kekuasaan Partai Demokrat maka yang diminta klarifikasi dan konfirmasi adalah orang yang membuat pernyataan tadi, bukan malah kepada presiden yang tidak tahu-menahu masalah itu.
Apa yang dilakukan AHY terkesan hanya mencoba menaikkan elektabilitas partai dan elektabilitas dirinya sendiri lewat cara-cara lama "Playing Victim" yaitu membuat seakan-akan partai dan dirinya dizolimi pemerintah yang sedang berkuasa. Dengan tujuan untuk mendapatkan simpati dari masyarakat Indonesia, terhadap partainya dan dirinya juga.
Ketua Umum Partai Demokrat sebelumnya, SBY, pernah memainkan cara yang sama dan cara itu terbukti manjur mendapatkan simpati dari masyarakat Indonesia. Bahkan dalam pilpres, SBY berhasil mengalahkan Megawati Soekarnoputri, petahana sekaligus sosok yang dituduh mendzaliminya.
Tak tanggung-tanggung, SBY juga berhasil menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia hingga dua periode (2004-2009, 2009-2014). Sekaligus sukses mendongkrak perolehan suara Partai Demokrat yang baru didirikannya pada 9 September 2001.
Dari perolehan 7,45 persen suara (57 kursi di DPR)Â pada Pemilu 2004 kemudian naik tajam menjadi 20,4 persen suara (150 kursi di DPR) pada Pemilu 2009, tetapi kemudian turun menjadi 10,19 persen suara (61 kursi di DPR) pada Pemilu 2014 dan 7,77 persen suara (54 kursi di DPR) pada Pemilu 2019.
Mungkin cerita bertajuk "didzolimi" penguasa inilah yang sedang ingin diulang AHY. Dan diapun sampai-sampai melibatkan Presiden Jokowi dalam "agendanya". Agar pada Pemilu 2024 perolehan suara dan kursi Partai Demokrat dapat terdongkrak kembali, dan kelak dia pun dapat mengulangi Ketua Umum Partai Demokrat sebelumnya, menjadi Presiden Republik Indonesia untuk 2 periode berturut-turut.
Sumber: CNN Indonesia, JPNN, detikcom, Wikipedia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H