Apa yang dilakukan AHY terkesan hanya mencoba menaikkan elektabilitas partai dan elektabilitas dirinya sendiri lewat cara-cara lama "Playing Victim" yaitu membuat seakan-akan partai dan dirinya dizolimi pemerintah yang sedang berkuasa. Dengan tujuan untuk mendapatkan simpati dari masyarakat Indonesia, terhadap partainya dan dirinya juga.
Ketua Umum Partai Demokrat sebelumnya, SBY, pernah memainkan cara yang sama dan cara itu terbukti manjur mendapatkan simpati dari masyarakat Indonesia. Bahkan dalam pilpres, SBY berhasil mengalahkan Megawati Soekarnoputri, petahana sekaligus sosok yang dituduh mendzaliminya.
Tak tanggung-tanggung, SBY juga berhasil menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia hingga dua periode (2004-2009, 2009-2014). Sekaligus sukses mendongkrak perolehan suara Partai Demokrat yang baru didirikannya pada 9 September 2001.
Dari perolehan 7,45 persen suara (57 kursi di DPR)Â pada Pemilu 2004 kemudian naik tajam menjadi 20,4 persen suara (150 kursi di DPR) pada Pemilu 2009, tetapi kemudian turun menjadi 10,19 persen suara (61 kursi di DPR) pada Pemilu 2014 dan 7,77 persen suara (54 kursi di DPR) pada Pemilu 2019.
Mungkin cerita bertajuk "didzolimi" penguasa inilah yang sedang ingin diulang AHY. Dan diapun sampai-sampai melibatkan Presiden Jokowi dalam "agendanya". Agar pada Pemilu 2024 perolehan suara dan kursi Partai Demokrat dapat terdongkrak kembali, dan kelak dia pun dapat mengulangi Ketua Umum Partai Demokrat sebelumnya, menjadi Presiden Republik Indonesia untuk 2 periode berturut-turut.
Sumber: CNN Indonesia, JPNN, detikcom, Wikipedia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H