“Harapan yang tertunda menyedihkan hati, tetapi keinginan yang terpenuhi adalah pohon kehidupan. Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang" (Amsal 13:12;23:18)
Keresahanku
Ada kesedihan yang membuncah, yang sangat sukar untuk diungkapkan dengan kata-kata tatkala saya pulang akhir Desember 2019 lalu ke Hadataran-Hapesong, kampung halamanku.
Saya terdiam seribu bahasa menahan sesak dan berusaha membendung bandang air mata yang tak tertangiskan tatkala menyaksikan betapa sukar dan parahnya kerusakan jalan menuju tanah kelahiranku tercinta.
Seperti mimpi tetapi bukan, bagaikan fiksi tetapi nyata, seperti itulah fakta saya lihat dengan mata kepala sendiri.
Di beberapa titik terdapat kubangan-kubangan lumpur setinggi lutut orang dewasa sedangkan di titik lainnya tepatnya di puncak Adian, terdapat gundukan longsoran tanah setinggi 5 meter lebih yang menutupi keseluruhan badan jalan.
Selanjutnya meluncur dari puncak adian yang sangat curam dengan sudut depresi tak kurang dari 45 derajat, kita akan menyaksikan jalan terjal berkelok menyusuri tebing yang dipenuhi tonjolan-tonjolan batu dan lubang-lubang panjang akibat tergerus oleh arus air disaat hujan.
Hal itu sangat membahayakan bagi pengguna jalan baik ketika menanjak maupun menurun terutama pada musim penghujan, dan panjang jalan itu kira-kira 1,6 kilo meter.
Menyaksikan pemandangan seperti itu saya termenung sedih, bingung, kaget dan kecewa tetapi tidak tahu harus menumpahkan keksalan itu kepada siapa. Atau mungkinkah saya yang salah memilih tempat lahir?
Kepedihanku mungkin setara seperti yang dirasakan Nabi Nehemia tatkala dia mendengar bahwa tembok Yerusalem telah terbongkar, pintu-pintunya telah terbakar dan penduduknya berada dalam kesukaran besar dan dalam keadaan tercela.