Mohon tunggu...
Rintar Sipahutar
Rintar Sipahutar Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika

Pengalaman mengajar mengajarkanku bahwa aku adalah murid yang masih harus banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Prabowo dan Gerindra Datang, AHY dan Demokrat Perlahan Tersingkir

24 Juli 2019   06:00 Diperbarui: 25 Juli 2019   20:03 3072
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi : tribunnews.com

"... Politik sangat dinamis. Dalam 5 menit terakhir bisa berubah sangat cepat, bisa saja yang berada di sana berada di sini. Sangat dinamis," (Moeldoko di Gedung Bina Graha, Jakarta-Tempo.co, 2/5/2019)

Pasca pilpres 17 April 2019, terhitung dua kali Presiden Jokowi bertemu dengan Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). 

Pertemuan pertama berlangsung di Istana Negara pada hari Kamis, 2 Mei 2019. Menurut AHY kedatangannya ke istana atas undangan Presiden Jokowi untuk bersilaturahmi.

Sementara pihak istana melalui Sekretaris Kabinet Pramono Anung menjelaskan bahwa pertemuan tersebut dimaksudkan untuk mengurangi ketegangan politik pasca pilpres.

Pertemuan kedua berlangsung di Istana Bogor pada hari Rabu, 22 Mei 2019 atau tepatnya 1 hari setelah penetapan Jokowi-Ma'aruf sebagai pasangan capres-cawapres peraih suara terbanyak pada Pilpres 2019.

Pertemuan ini juga diakui SBY atas undangan Presiden Jokowi, untuk membicarakan permasalahan bangsa dan negara. Dan menurut SBY tidak ada alasan AHY untuk menolak undangan seorang presiden.

Walaupun AHY mengatakan bahwa pertemuannya dengan Jokowi tidak membawa nama Partai Demokrat dan sama sekali tidak membahas masalah jabatan di pemerintahan, tetapi akibat pertemuan tersebut baik SBY, AHY dan Demokrat tak lepas dari serangan caci-maki.

Menanggapi pertemuan itu Cawapres 02 Sandiaga Uno menyesalkannya dan menuding pertemuan itu sebagai bentuk manuver dari kubu Jokowi untuk merangkul Partai Demokrat dan memecah-belah koalisi Prabowo-Sandi.

"Ya tentunya para politisi ini, yang ini yang saya sesalkan, pemilu belum sebulan, kok udah syahwat kekuasaan, memecah belah, kok banyak sekali," ujar Sandiaga Uno (Tempo.co, 4/5/2019).

***

Diakui atau tidak, sebenarnya pertemuan tersebut diadakan atas dasar suka sama suka atau simbiosis mutualisme. Yaitu adanya hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara Jokowi dan SBY.

Ketika itu Jokowi merangkul SBY dan Demokrat melalui AHY, untuk mendapat dukungan ditengah kuatnya penolakan koalisi Prabowo-Sandi atas hasil pilpres. Koalisi Prabowo-Sandi menyebut bahwa kemenangan Jokowi-Ma'aruf adalah curang secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM).

Di lain pihak, SBY yakin bahwa dengan kemenangan 55 persen lebih, Jokowi-Ma'aruf sudah pasti akan memenangkan pilpres 2019 sekalipun akan digugat di MK.

Dengan sinyal kemenangan itu, SBY sangat berkepentingan untuk merapat ke istana. Tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah agar anak sulung atau putra mahkotanya, AHY, dapat masuk ke dalam jajaran Kabinet Kerja Jokowi-Ma'aruf.

Dan ditengah mesranya hubungan Jokowi-AHY, sempat santer terdengar prediksi di masyarakat bahwa AHY akan menempati posisi menteri di Kementerian Pemuda dan Olahraga menggantikan Imam Nahrawi. Atau AHY diprediksi menjadi kandidat kuat menteri milenial seperti yang pernah disebutkan Jokowi.

Dan tentu saja jika hal itu benar-benar menjadi kenyataan akan sangat menyukakan hati SBY. Artinya jika AHY benar-benar diangkat menjadi menteri di kabinet Jokowi, SBY tidak akan pernah menyesal telah menyuruh AHY berhenti dari militer disaat karirnya sedang cemerlang dengan pangkat terakhir mayor.

***

Tetapi seperti dikatakan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, politik itu sangat dinamis. Dalam 5 menit terakhir bisa berubah sangat cepat, bisa saja yang berada di sana berada di sini. Hal itulah nampaknya yang sedang terjadi antara Jokowi dengan AHY.

Setelah pertemuan Jokowi-Prabowo terlaksana di atas MRT dan FX Senayan, mungkin Jokowi tidak terlalu membutuhkan SBY dan Demokrat seperti sebelumnya. Perlahan tapi pasti, AHY mulai terlupakan dan hilang dari bursa kandidat menteri. 

Tidak ada lagi terdengar rencana pertemuan berikutnya antara Jokowi dengan SBY, AHY atau dengan petinggi Demokrat. Dan hingga saat ini tidak ada juga terdengar lobi-lobi atau pendekatan dari pihak Demokrat terhadap koalisi Jokowi-Ma'aruf.

Sepertinya SBY dan Demokrat tidak punya amunisi atau alasan yang kuat untuk bertemu dengan Jokowi-Ma'aruf. Kemesraan antara Jokowi-Prabowo telah membuyarkan mimpi SBY agar anaknya AHY  dapat bergabung di pemerintahan.

Mungkinkah ini sebagai hukum karma bagi SBY dan Demokrat yang terkesan plin-plan dan suka memainkan politik dua kaki? 

Tetapi kembali seperti yang dikatakan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, bahwa politik itu sangat dinamis. Dalam 5 menit terakhir bisa berubah sangat cepat, bisa saja yang berada di sana berada di sini.

Bisa saja nanti di menit terakhir Jokowi kembali membutuhkan SBY dan Demokrat ketika terjadi ketidakcocokan antara Jokowi dan Prabowo.

(RS)

Sumber : Kompas.com, Tempo.co, CNN Indonesia, BBC Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun