Sudah berulang-ulang kubu nomor urut 02, mulai dari capres-cawapresnya, tim sukses (BPN) hingga pendukungnya menyerukan kekuatirannya mengenai kecurangan yang sudah dan akan terus menimpa mereka hingga proses penghitungan suara selesai.
Kekuatiran tersebut terutama dialamatkan kepada penyelenggara pemilu (KPU) aparat kepolisian hingga lembaga dan pejabat negara seperti menteri, gubernur, Bupati/walikota, dsb, yang dinilai ikut andil untuk memenangkan petahana.
Bahkan tak jarang kekuatiran tersebut telah berubah menjadi tuduhan berupa hoaks berisi fitnah keji dan ujaran kebencian. Misalnya seperti penggelembungan DPT ganda hingga 17,5 juta, pemberian hak pilih kepada warga negara asing khususnya warga China, hoaks 7 kontainer surat suara tercoblos di pelabuhan Tanjung Priok.
Dan masih banyak kecurangan lain yang mereka tuduhkan sehingga mereka menyerukan kepada pemantau pemilu internasional agar ikut mengawasi jalannya pemilu di Indonesia yang seakan-akan sudah berada dalam kondisi yang sangat kritis. Mereka menggalang tagar #INAElectionObserverSOS agar seakan-akan keadaan sudah darurat.
Seperti yang saya ulas sebelumnya dalam tulisan saya yang berjudul: "#INAElectionObserverSOS, Aroma Kekalahan 02 dan Upaya Delegitimasi KPU dan POLRI," sebenarnya tagar tersebut lebih mengarah kepada upaya delegitimasi terhadap KPU dan aparat kepolisian yang mereka tuduh tidak netral dan berpihak kepada petahana.
Beberapa tuduhan laim yang lagi santer terdengar selain dari ancaman people power ala Amien Rais , adalah mengenai hoaks yang menyebut server Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah di-setting untuk kemenangan Jokowi-Ma'aruf.
Dan satu lagi yang tidak kalah viral di media adalah mengenai narasi Prabowo tentang suaranya yang akan dicuri hingga belasan persen, seperti yang saya ulas dalam tulisan saya yang berjudul: "Apa Makna Dibalik Narasi Prabowo: Harus Menang dengan Selisih 25 Persen?
Pertanyaannya adalah siapa yang akan mencuri suara Prabowo-Sandi dan kira-kira dimana celahnya?
Banyak pengamat melihat bahwa kecurangan pemilu secara masif, terstruktur dan terorganisir sudah sangat tidak mungkin lagi dilakukan di era keterbukaan teknologi dan informasi yang sudah sangat canggih.
Mengenai penghitungan suara, KPU telah mengaskan bahwa mereka akan melakukan penghitungan secara manual. Artinya mereka mengumpulkan suara dari TPS, PPS, PPK, KPU provinsi hingga pusat yang diinput secara manual ke dalam komputer. Jika demikian halnya maka setiap kubu dapat mengawasi proses penghitungan tersebut dengan saksama.