Dikutip dari detiknews.com (Rabu, 19/9/2018), Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid atau HNW menyebut bakal cawapres Sandiaga Uno termasuk golongan ulama. Fahri Hamzah tak sepakat.
Menurut Fahri menyebut ulama adalah orang yang bersekolah agama, hafal Alquran, hafal hadis, dan sebagainya. Sandi, ditegaskan Fahri, tak termasuk golongan ulama. "Lah pedagang seperti Sandi disebut ulama kan nanti jadi repot," ucap Wakil Ketua DPR itu. detiknews.com (Rabu, 19/9/2018)
Sementara di waktu terpisah HNW mengatakan: "Itu kan saya sendiri yang ngomong. Terminologi ulama adalah ungkapan Al Quran. Al Quran hanya menyebutkan ulama itu dalam dua ayat saja, surat As Syu'ara dan Al Fathir. Kedua ayat itu menyebutkan tentang ulama itu sifatnya tidak spesifik bahkan tidak berkaitan dengan ilmu agama," ujar Hidayat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, (tribunnews.com, Selasa, 18/9/2018).
Menanggapi kontroversi itu, Sandiaga Uno mengatakan, Hidayat Nur Wahid sebagai yang pertama kali menyebut dirinya ulama, punya alasannya sendiri. "Tolong ditanya sama beliau saja. Karena ada referensinya," kata Sandiaga selepas menghadiri rapat bersama partai koalisi pendukungnya di Posko tim pemenangan, Jalan Kertanegara, (Tempo.co, Rabu, 19/9/2018)
Saya sebagai orang awam yang juga memiliki keyakinan yang berbeda, tidak tahu pendapat siapa yang benar, apakah Fahri Hamzah atau HNW. Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah mengapa masalah istilah ulama tiba-tiba menjadi sangat penting dibahas kali ini?Â
Apakah hanya untuk kepentingan Pilpres 2019? Ataukah sebagai respon dari rekomendasi Ijtima Ulama? Apakah Capres atau Cawapres itu salah satunya harus berasal dari kalangan ulama? Dan mengapa istilah ulama itu sampai dipolitisasi?
Berhentilah mempolitisasi agama. Jangan menyeret-nyeret agama ke ranah politik hanya demi kepentingan politisi. Tetapi biarlah agama menjadi penerang bagi politik yang gelap. Bukan sebaliknya politik dijadikan menggelapkan agama.Â
Para umat yang lemah bisa-bisa menjadi bingung dan kemudian tersesat hanya karena ulah politisi yang tidak bertanggung jawab. Hanya untuk memuaskan syahwat politik, mereka tega memperalat agama.
Para ulama harus dengan tegas memberikan penjelasan kepada umat secepatnya, apakah definisi dan kriteria ulama itu sesungguhnya. Siapakah yang layak disebut ulama dan siapa yang bukan.Â
Dan ulama harus dengan tegas mengingatkan: "Berhentilah mempolitisasi ulama dan berhentilah mempolitisasi agama". Agama dan ulama bukan untuk konsumsi politik tetapi untuk mencerahkan dan menuntun umat ke jalan yang benar.
Kedudukan agama lebih tinggi dari kedudukan partai dan kedudukan ulama jauh lebih tinggi dari politisi.