Kemarin sore lewat komentar di Facebook, saya diingatkan tulang D H Nainggolan Batuara. Agar sebagai seorang ASN, saya tetap menjaga netralitas dalam Pilkada dan Pemilu. "Tidak boleh mendukung dan menolak seorang calon serta tidak boleh memberikan komentar bersifat politis di media sosial", nasihat beliau.
Hal tersebut beliau sampaikan setelah membaca tulisan saya di Kompasiana yang saya share ke publik lewat akun Facebook saya dengan judul: "Selamat Datang Pak Amien Rais di Bursa Capres 2019, Aku Mendukungmu!". Mungkin tulang hanya membaca judulnya saja lalu mengkuatirkan netralitas saya.Â
"Hapus sajalah itu bere, ada UU baru yang tidak membolehkan kita berpolitik praktis", kata beliau yang juga berprofesi sebagai guru. "Ini sebuah artikel yang memberikan pandangan politik berimbang kepada masyarakat, tulang. Dukungan disini maksudnya kebebasan memilih dan dipilih tanpa terlibat politik praktis, fitnah dan ujaran kebencian", jawab saya.
Tetapi agak kecut juga hati saya. "Jangan-jangan nanti saya disebut ASN yang tidak tidak tau dan tidak taat aturan yang dapat berujung pada sanksi", pikir saya. Dan sayapun mencoba mencoba mencari di google, kira-kira Undang-undang Nomor Beberapa, tentang apa, tepatnya pasal dan ayat berapa?
Berdasarkan Surat Edaran yang dikeluarkan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) Nomor B/71/M.SM.00.00/2017 tentang Pelaksanaan Netralitas bagi ASN pada Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2018, Pemilihan Legislatif Tahun 2019, dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019, maka ada 7 larangan yang ditetapkan tidak boleh dilakukan ASN pada masa itu, antara lain;Â
- Melakukan pendekatan terhadap partai politik;
- Memasang atribut yang mempromosikan calon pemimpin daerah;Â
- Mendeklarasikan dirinya sebagai calon pemimpin daerah;Â
- Menghadiri deklarasi calon pemimpin daerah dengan atau tanpa atribut partai;Â
- Mengunggah, menanggapi, atau menyebarluaskan gambar maupun visi misi calon kepala daerah melalui media sosial;Â
- Melakukan foto bersama; danÂ
- Menjadi pembicara dalam pertemuan partai.
Surat Edaran tersebut sifatnya mengikat bagi semua ASN tanpa kecuali. Dan Surat Edaran tersebut mengacu pada beberapa peraturan ASN yang lebih tinggi, antara lain:Â
- PeraturanPemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
- Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
- Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan walikota
Pasal 2 huruf F Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, tertulis bahwa penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN berdasarkan pada asas netralitas. Dalam penjelasan pasal itu diperjelas lagi bahwa yang dimaksud dengan netralitas adalah bebas dari pengaruh partai politik.
Sekretaris Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Rahmat Fajri kepada tirto.id menjelaskan: "Termasuk foto bareng calon peserta Pilkada dan like status Facebook [calon]. Biar enggak macem-macem,", kata beliau.
Jika masih tetap dilanggar maka ada 6 sanksi yang akan dijatuhkan kepada oknum ASN yang melanggar mulai dari sanksi disiplin tingkat sedang hingga berat. Sanksi tersebut antara lain:
- Penundaan kenaikan gaji berkala,
- Penundaan kenaikan pangkat, serta
- penurunan pangkat setingkat lebih rendah yang semuanya berlangsung selama satu tahun.Â
- Pemindahan Â
- Penurunan pangkat setingkat lebih rendah.Â
- Dan terakhir, bisa sampai pemberhentian dengan hormat.
Saya pikir setiap ASN sangat perlu mengetahui Surat Edaran (KemenPAN-RB) Nomor B/71/M.SM.00.00/2017 tentang Pelaksanaan Netralitas bagi ASN pada Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2018, Pemilihan Legislatif Tahun 2019, dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019, agar netralitasnya sebagai Aparatur Sipil Negara tetap terjaga.
Salam