Tak perlu diragukan lagi. Tahun 2019 nanti pasti ada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Siapapun yang mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, yaitu yang mendapatkan suara terbanyak, apakah Prabowo atau Jokowi atau tidak kedua-keduanya. Itulah yang menjadi Presiden Republik Indonesia yang sah berdasarkan konstitusi.
Tak perlu meramal. Tak perlu pula menyebutkan tanda ini dan tanda itu. Apalagi menebar fitnah, ujaran kebencian, iri hati dan kedengkian dengan bungkus agama? Itu sama sekali bukan sifat dan sikap dewasa dalam berpolitik. Juga dalam berbangsa dan bernegara. Itu sifat pengecut dan sikap penghianatan terhadap NKR.
Tak ada yang salah dengan kaos #2019GantiPresiden. Itu salah satu bentuk dari demokrasi. Yang salah adalah jika kaos tersebut dipolitisasi dengan fitnah dan kebencian. Diprovokasi dengan cara-cara jahat untuk memecah belah rakyat. Itu sungguh tak berotak dan tak beradab. Siapa pun dia.
Nampaknya jiwa politik eyang Amien yang usianya sudah ujur (74 tahun), masih belum juga tenang. Mungkin jiwa politiknya masih penasaran dan belum bisa menerima bagaimana takdir telah membuat seorang tukang kayu menjadi Presiden. Sedangkan dia sendiri yang bergelar Profesor, Doktor, Master dari Amerika, pakar politik, Ahli Ulama, dsb menjadi wakil pun tak pernah.
Banyak pernyataan Amien Rais yang kurang elok menyambut Pemilu dan Pilpres 2019. Tentang partai setan dan partai Allah, tentang ramalan Anies Baswedan sebagai penyelamat negeri dan masih banyak lagi yang lain. Dan kemarin Amien Rais menyebutkan 3 tanda menyakinkan bahwa 2019 ganti Presiden versinya sendiri.
Dikutip dari detikNews.com (Selasa, 29/5/2018), Amien Rais menjadi pengisi ceramah di Masjid Hj Sudalmiyah Rais Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Kartasura, Sukoharjo. Dia mengajak jemaah berdoa agar tahun depan Indonesia memiliki presiden baru. "Doakan 11 April tahun depan kita punya presiden yang baru, yang tidak merusak demokrasi," kata Amien, Senin (28/5/2018) malam.
Amien Rais menyebutkan 3 tanda menyakinkan. Ketiga tanda tersebut adalah:
- Pilgub DKI 2014 yang memenangkan Anies-Sandie
- Pemilu Malaysia yang memenangkan Perdana Menteri Mahathir Mohamad
- Banyaknya blunder yang dilakukan pemerintahan Jokowi termasuk kebijakan daftar 200 mubalig rekomendasi Kementerian Agama.
Mengenai Pilgub DKI dan Pemilu Malaysia. Dalam dua pemilu itu, calon yang digadang-gadang bakal menang, ternyata kalah secara tak terduga. "Saya mengikuti Pemilu Raya di Kuala Lumpur. Tidak ada survei yang mengatakan Mahathir menang, ternyata menang telak. Kalau Anda masih enggak percaya, Anda ini kata Rhoma Irama 'terlalu'," kata dia.
Dan yang menarik adalah dari ratusan komentar nitizen di kolom komentar tak satupun yang mendukung Amien Rais. Hampir semuanya menasihatkan Amien Rais agar di usianya yang semakin ujur agar dia membuang segala iri hati, dengki dan kebencian dari dalam hatinya dan sebaliknya lebih banyak mendekatkan diri kepada yang kuasa. Juga lebih baik menimang cucu dan kegiatan lain yang lebih bermanfaat. Dan anehnya, rata-rata yang berkomentar tersebut masih jauh lebih mudah daripada Amien Rais. Pendidikan mereka juga pasti dibawah Amien Rais. Koq jadi terbalik, ya?
(RS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H