Sangat terharu mendengar, masyarakat Surabaya berbondong-bondong mendatangi UTD Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Surabaya Jalan Embong Ploso pasca ledakan bom di 3 buah Gereja, untuk mendonorkan darah merah bagi para korban.
"Ayo warga Surabaya, bagi yang punya kepedulian dan mampu mendonorkan darahnya, kita berdonor di PMI untuk para korban ledakan bom gereja di Surabaya," kata salah seorang warga, Teguh Prihandoko usai mendonorkan darah di PMI Embong Ploso, sebagaimana dilansir Antara
Sementara itu, Kepala Bagian Pelayanan Donor UTD PMI Surabaya, dr. Martono Adi Triyuko, memperkirakan jumlah pendonor pada hari Minggu, 13/5/2018 mencapai 600 orang. Jumlah tersebut jauh melebihi target dalam situasi normal yang biasanya hanya 400 orang. Itu semua menandakan rasa peduli masyarakat yang sangat tinggi. (CNN Indonesia, Minggu 13/5/2018).
Jatim.tribunnews.com (Minggu 13 Mei 2018) menulis dengan judul yang sangat jelas menggambarkan kebersamaan: "PMI Surabaya Kebanjiran Pendonor Darah untuk Bantu Para Korban Pengeboman Gereja".
Diberitakan: tidak hanya dari masyarakat biasa, pendonor juga berasal dari TNI dan Pondok Pesantren. Mereka melakukannya tanpa memandang perbedaan agama, suku atau apapun. Mereka melakukannya atas dasar rasa kemanusiaan yang tinggi.
"Kami sangat bertekad untuk membantu, meski harus mengantre berjam-jam untuk mendonorkan darah, kami kaum muslim harus saling membantu, buat siapapun," kata Azwin (28) yang mengaku langsung mendatangi UTD PMI setelah mendapatkan pesan berantai yang isinya korban membutuhkan golongan darah"O". (Jatim.tribunnews.com, 13/5/2018).
Itu hanya sebagian kecil dari serpihan cerita betapa indahnya kebersamaan antara masyarakat Surabaya dalam menghadapi musibah khususnya teror bom Gereja. Sekali pun mereka berbeda suku dan agama tetapi mereka saling bahu-membahu memberikan pertolongan. Dan ini nyata, bukan cerita rekaan.
Itu menandakan bahwa kita bersaudara. Bertumpah darah yang satu,tanah air Indonesia, Berbangsa yang satu bangsa Indonesia, Menjunjung tinggi bahasa persatuan, Bahasa Indonesia, dalam naungan Bhinneka Tunggal Ika.
Tetapi di tengah-tengah indahnya cerita kebersamaan tersebut, di media massa dan media sosial, masih ada oknum yang tega membenarkan perilaku teroris dengan berbagai alasan seperti mengatasnamakan kemiskinan, ketimpangan dan ketidakadilan.
Ada juga yang mengatakan bahwa hal tersebut hanya sebagai pengalihan isu akibat dari kegagalan pemerintah dalam berbagai hal. Dan masih banyak yang menggoreng dan menggiring peristiwa tersebut ke dalam ranah politik.
Hai bung, terlepas dari kemiskinan, ketimpangan dan ketidakadilan atau kegagalan pemerintah, tolong jangan bawa peristiwa ini ke ranah politik dengan mencari kambing hitam supaya Anda kelihatan benar. Peristiwa ini membutuhkan penanganan yang serius secara bersama-sama sekarang juga.