"Perbedaan keagamaan itu seperti taman bunga. Disitu, ada mawar, melati, anggrek, ataupun Sita-Ashok. Tidak ada yang bisa memaksa mawar untuk menjadi melati atau anggrek menjadi Sita-Ashok," (Sinta Nuriyah Wahid-seperti dilansir Time.com).
Bangsa Indonesia boleh berbangga. Karena salah satu tokoh perempuan, putri terbaik Ibu Pertiwi masuk ke dalam "Daftar 100 Orang Paling Berpengaruh di Dunia" tahun 2018 versi Majalah Time.
Beliau adalah Ny. Hj. Sinta Nuriyah Wahid, istri Presiden keempat Republik Indonesia, KH. Abdul Rahman Wahid.
Beliau dianggap sebagai Muslimah feminis yang memperjuangkan kaum minoritas.
Beliau juga dianggap konsisten menyerukan Islam toleran sekaligus seorang feminis dalam ajaran tersebut.Â
Beliau terus menyuarakan semangat perjuangan yang ditunjukkan Gus Dur saat masih menjabat sebagai presiden sampai masa akhir hayatnya.
Mona Eltahawy, jurnalis AS berdarah Mesir yang menulis ulasan soal Sinta Nuriyah, menyebut mantan Ibu Negara itu mengibaratkan keragaman agama di Indonesia sebagai sebuah taman bunga.
"Ada bunga melati, mawar, anggrek, dan bunga-bunga lainnya. Semua bunga itu indah. (Namun) Tidak ada yang bisa memaksa melati menjadi anggrek atau mawar menjadi bunga lainnya," ujar Sinta Nuriyah seperti ditulis Eltahawy.
Sebuah analogi yang sangat indah yang sangat perlu direnungkan dan ditanamkan ke generasi selanjutnya agar bisa menghayati keberagaman suku, bahasa, budaya, agama, dsb. dalam sebuah taman Bhinneka Tunggal Ika.
Siapakah yang menciptakan bunga-bunga itu? Dan berhakkah bunga-bunga itu meminta supaya dirinya diciptakan sebagai melati saja atau mawar saja? Dan apa jadinya jika bunga-bunga itu hanya satu jenis saja?