Tadi siang disela-sela jam kosong di ruang guru, seorang rekan guru laki-laki bercerita. Katanya di Amerika-entah Amerika yang mana beliau juga tidak tahu-ada dua orang murid berdebat atau lebih tepatnya bertekak.
Persoalannya hanya gara-gara masalah sepele. Murid yang pertama mengatakan bahwa 3 + 3 = 5 sedangkan murid yang kedua mengatakan bahwa 3 + 3 = 6. Karena ngotot dengan kebenaran masing-masing akhirnya mereka bertekak. Untuk mendapatkan kepastian, mereka memutuskan untuk pergi menghadap gurunya sebagai orang yang mereka yakini lebih banyak tahu.
Setelah bertemu dengan gurunya mereka berdua menceritakan perdebatan mereka. Gurunya mendengar dan menyimak dengan seksama, tiba-tiba guru tersebut menampar murid kedua yang menjawab 3 + 3 = 6. "Kamu salah". Melihat kejadian itu, murid yang pertama pun tertawa senang dan merasa puas karena menurut dia, dialah yang benar.
Murid yang kedua pun kaget tak menyangka gurunya akan menyalahkannya dan menamparnya. "Mengapa saya ditampar, pak, apa salah saya? Bukankah 3 + 3 = 6?" kata murid yang kedua meminta keadilan.Â
"Kira-kira ada yang tahu tidak apa jawaban gurunya?" tanya rekan guru tadi sambil meneruskan ceritanya.
Gurunya menjelaskan: "Kamu sudah tahu dia bodoh masih saja mau berdebat dengan dia itu. Disitulah letak kesalahnmu. Berarti kamu lebih bodoh dari dia?" Murid tersebut tersadar, betapa bodohnya dia telah melayani orang bodoh berdebat.
Terus terang mendengar cerita ini saya ngakak sekaligus merasa tertampar. Saya baru mendengar cerita ini untuk pertama kalinya. Lucu tetapi memiliki makna yang sangat dalam.
Berapa kali saya berusaha menerangkan pencapaian keberhasilan yang telah diraih pemerintah sekarang lengkap dengan data dan fakta tetapi ketika mereka tidak sependapat mengapa saya harus emosi?
Ketika Fadli Zon, Fachri Hamzah dan Amin Rais selalu nyinyir kepada pemerintah dengan menyebutkan bahwa pemerintah sekarang telah gagal, zolim, salah arah, kebablasan, antek asing-aseng, komunis, penjajah, dsb. mengapa saya harus sewot?
Mereka jangan didebat lo, nanti Pak guru marah lalu ditampar lalu berkata...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H