Mohon tunggu...
Rintar Sipahutar
Rintar Sipahutar Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika

Pengalaman mengajar mengajarkanku bahwa aku adalah murid yang masih harus banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Saya (Tidak) Percaya (Tidak) Ada Tuhan

3 Februari 2018   01:28 Diperbarui: 3 Februari 2018   02:32 990
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara tentang Tuhan merupakan suatu hal yang sangat menarik bagi mereka yang (tidak) percaya (tidak) ada Tuhan maupun bagi mereka yang (tidak) percaya (tidak) ada Tuhan.

Mereka yang (tidak) percaya (tidak) ada Tuhan, menamakan diri atau dinamakan orang lain dengan sebutan atheis, selalu berusaha untuk mempengaruhi dan meyakinkan agar mereka yang (tidak) percaya (tidak) ada Tuhan yang menamakan diri atau dinamakan orang lain beragama.

Andreas Ludwig Feurbach adalah salah satu filsuf pertama yang tercatat mempertanyakan eksistensi Tuhan. Seringkali ajaran agama mengatakan bahwa Tuhan bertransformasi di dalam kehidupan manusia, yaitu Tuhan berusaha mencapai tujuanNya melalui setiap tindakan manusia. Apabila benar demikian adanya, berarti Tuhan bagaikan dalang dan manusia adalah wayangnya. Benarkah?

Karl Marx, filsuf asal Jerman pencetus sosialisme ini pernah berkata: "Agama bagaikan opium (narkotika) bagi manusia". Hal ini dikarenakan banyak manusia yg beragama tetapi tidak menggunakan hati. Akibatnya mereka jadi bodoh, dungu, fanatik, dan anarkis...sama seperti orang lagi sakaw akibat narkotika.

Nietzche pernah berkata: "God is Dead" ...manusia membunuh Tuhan, karena agama seringkali dijadikan alat politik yg penuh kebohongan dan kebusukan. Di tangan agama, manusia menjadi bermental budak, tidak punya akal sehat.

Sigmund Freud, seorang neurologis terkenal dan juga pencetus teori psiko-analisis, pernah berkata bahwa agama itu ilusi yg menyebabkan penyakit Neurosis Infantil Kolektif terhadap manusia. Akibat agama, manusia menjadi lemah dan manja, seperti anak-anak. Mereka terlalu mengandalkan Tuhan, mengandalkan "kekuatan ilahi" untuk menyelesaikan masalah-masalah hidup mereka.

Jean Paul Sartre, filsuf pencetus eksistensialisme, pernah berkata bahwa "Manusia tidak akan pernah jadi manusia selama masih ada Tuhan". Kebebasan sesungguhnya baru bisa diraih apabila tanpa Tuhan. Selama ada Tuhan, manusia terkekang, tidak pernah bisa berkembang maksimal. Menurutnya, hal ini dikarenakan terkadang agama terlalu meremehkan rasio, hanya mementingkan kolektivitas saja.

Atheis juga berkata bahwa agama sering menjadi salah satu sumber perselisihan di dalam kehidupan manusia sementara memeluk agama pun tidak bisa menjamin bahwa perilaku seseorang akan menjadi baik. Jadi, apa sebenarnya tujuan manusi beragama?

Benarkah demikian?

Pendapat Andreas Ludwig Feurbachyang mengatakan bahwa Tuhan bagaikan dalang dan manusia sebagai wayangnya adalah pendapat yang sangat keliru. Dalam kodratnya sebagai makhluk individu, manusia mempunyai kehendak bebas atau (free Will), yang menjadikannya sebagai makhluk paling sempurna dari semua ciptaan.

Pendapat Karl Marxyang mengatakan bahwa banyak manusia beragama tidak menggunakan hati sehingga menjadi bodoh, dungu, fanatik, dan anarkis... merupakan kenyataan yang tidak dapat dibantah, menunjuk kepada oknum, satu atau beberapa atau banyak orang tetapi tidak semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun