Jika seseorang bertanya kepada Anda: "Siapkah nama besar di balik nama besar Kompas yang sekarang sudah bermotomorfosa menjadi "Kompas Gramedia" dan sudah merambah ke dunia properti, event organizer, konsumen tisu hingga yayasan?"
Dengan yakin, pasti Anda akan menjawab: "Bapak PK Ojong dan bapak Jakob Oetama", tentu saja tanpa bermaksud mengabaikan seluruh tim redaksi dan seluruh staf yang telah bekerja keras membesarkan Kompas sejak mulai didirikan hingga saat ini.
Maksud saya bukan itu, siapapun tahu kalau bapak PK Ojong dan Bapak Jakob Oetama adalah pendiri Kompas tepat pada hari peringatan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1963. Tetapi maksud saya adalah: "Siapakah yang memberikan nama Kompas?"Â
Pasti Anda tidak tahu bukan? Saya sendiri juga tidak tahu seandainya saya tidak membaca resume dari buku terbaru pak Jakob Oetama dalam rangka merayakan ulang tahunnya yang ke-85 dengan judul:Â
Untunglah saya mendapatkan ringkasan buku ini secara lengkap dari grup Facebook PUSAKA INDONESIA (Bhinneka Tunggal Ika) yang dibagikan oleh saudara Ronny Leung.
Kalau boleh saya kutip sedikit tentang sejarah berdirinya dan nama besar yang memberikan nama Kompas, dalam resume tersebut dituliskan:
Sedang saat tengah asyik-asyiknya menggulati Intisari, Menteri Perkebunan Frans Seda dari Partai Katolik meminta keduanya (PK Ojong dan Jakob Oetama) untuk mendirikan sebuah surat kabar Partai Katolik.
Fran Seda menginginkan adanya koran Partai Katolik karena permintaan Menteri/Panglima TNI AD Letjen Ahmad Yani. Alasannya, hampir semua partai kala itu memiliki corong partai.
Perlu juga dipahami konstelasi politik saat itu. Ada tiga kekuatan politik besar. Pertama adalah Bung Karno sebagai Pemimpin Besar Revolusi dan Kepala Pemerintahan yang mengonsolidasikan kekuatan dan kekuasaan politiknya melalui pengembangan demokrasi terpimpin.
Kedua adalah ABRI, yang berusaha meredam kekuatan politik PKI melalui kerja sama dengan organisasi-organiasi masyarakat dan politik non atau anti-komunis. Sementara itu, yang ketiga adalah Partai Komunis Indonesia yang merapat ke Bung Karno.
Ide Ahmad Yani, Partai Katolik perlu memiliki sebuah media untuk mengimbangi kekuatan PKI. PK Ojong dan Jakob Oetama kemudian bersepakat mendirikan sebuah koran yang diharapkan menjadi sebuah jalan tengah. Koran itu, meskipun lahir dari inisiatif tokoh Partai Katolik, bukanlah corong partai.Â