Mohon tunggu...
Rintar Sipahutar
Rintar Sipahutar Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika

Pengalaman mengajar mengajarkanku bahwa aku adalah murid yang masih harus banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar dari "Tulang" (Bagian 1)

28 Desember 2017   16:41 Diperbarui: 18 November 2018   19:08 829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber poto : Mental Floss

Setelah 12 hari "puasa berbicara" di Facebook akibat kehabisan kuota internet, sementara niat membeli kuota terpaksa diurungkan karena hingga hari ini, 13 Januari 2017 gaji belum juga turun, maka saya memutuskan mengahiri kebisuan ini dengan membuat hutang baru di tempat langganan pulsa.

Saya mempunyai seorang tulang (dalam bahasa Indonesia = paman), tidak hanya saya; banyak orang juga memanggil dia "tulang". Atas dasar apa, saya kurang paham tetapi yang jelas tulang saya ini sangat pintar, kaya-raya, sangat berpengaruh dan sangat berkuasa (Super Power/Adi Kuasa).

Banyak orang yang kagum dengan kehebatan tulang sehingga sangat banyak orang yang berkunjung ke rumahnya. Ada yang hanya sekedar ingin melihat-lihat kemegahan dan kehebatan rumahnya tetapi tidak sedikit juga yang tinggal disana sementara waktu untuk belajar atau bekerja. Bahkan bagi mereka yang cukup beruntung, tidak sedikit juga yang memilih dan mendapatkan izin tinggal menetap disana.

Masih sangat banyak lagi orang yang bercita-cita berkunjung ke rumah tulang tapi belum tercapai karena terkendala dengan biaya dan izin. Dan salah satunya adalah saya. Tentu saja karena "hepeng" saya masih belum cukup.

Tidak sedikit "hepeng" yang dibutuhkan untuk berkunjung ke rumah tulang. Walaupun tulang sangat kaya tetapi tak sekalipun tulang pernah mengirimkan uang kepada saya, sementara saya sudah sangat rindu sama tulang. Saya hanya bisa menggigit jari menahan rindu dengan berharap suatu hari mendapat sebuah keajaiban dapat berkunjung ke sana untuk melepas rindu.

Selain itu, tulang juga dianggap banyak orang sebagai tokoh yang kontroversial. Tidak sedikit yang membenci tulang. Ada yang menyebutnya teroris dunia, kurang ajar, kafir, pendukung zionis, dsb.

(Bersambung kebagian 2)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun