Mohon tunggu...
Rintar Sipahutar
Rintar Sipahutar Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika

Pengalaman mengajar mengajarkanku bahwa aku adalah murid yang masih harus banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Arogan

5 Desember 2017   23:38 Diperbarui: 19 Januari 2021   21:48 1228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar : chripstory.com

AROGAN menurut psikologi berarti memiliki perasaan superioritas yang dimanifestasikan dalam sikap suka memaksa atau pongah. Arogan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disejajarkan dengan sombong, congkak dan angkuh.

Saat mengikuti "Penataran P-4 Pola 40 Jam" tahun 1996 di PTKI Medan, ketika memasuki sesi diskusi, giliran saya tampil sebagai penyaji bahan diskusi tentang "PANCASILA sebagai azas tunggal". Beberapa kali saya diingatkan oleh nara sumber (Penatar) karena saya terlalu dominan dan berusaha mematahkan semua pendapat peserta diskusi seolah-olah sayalah yang paling hebat.

Itu adalah salah satu contoh arogansi. Merasa diri paling tahu segalanya dan orang lain tidak tahu apa-apa. Merasa diri paling benar dan orang lain selalu salah. Berusaha memaksakan pendapat sendiri karena pendapat orang lain salah. Berusaha memaksakan kehendak sendiri karena kehendak orang lain tidak benar.

Bagi seorang arogan, apapun yang dikatakan orang lain akan selalu salah. Bagi seorang arogan segala sesuatu akan menjadi salah kalau bukan dia yang mengatakan. Bagi seorang arogan, menerima pendapat orang lain adalah musibah dan mengakui kehebatan orang lain adalah malapetaka.

Ketika seorang temannya berkata: "Lo, koq pendapat saya salah padahal pendapat kita kan sama?". Si arogan akan menjawab dengan santai: "Sekalipun sama, kalau Anda yang mengatakan akan menjadi salah dan menjadi benar hanya kalau saya yang mengatakan".

Beberapa politisi dari pihak oposisi sering tampil arogan. Mereka akan berusaha selalu berbeda sekalipun maksudnya sama dengan pemerintah. Bagi masyarakat yang melek politik akan melihatnya sebagai lelucon atau dagelan. Tetapi bagi mereka yang "buta" politik, hal itu merupakan sesuatu kebenaran. Mottonya adalah: "Kami memang beda!"

Semoga kita tidak arogan dan semoga kita tidak "buta" politik.

Selamat siang!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun