Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Transjakarta, Keadilan adalah Ketidakadilan Itu Sendiri

17 Februari 2017   18:11 Diperbarui: 17 Februari 2017   19:15 1956
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kemacetan di jalan Sudirman Jakarta saat usai jam kerja. Sumber: photo pribadi

Sebuah pemandangan di kawasan Sudirman menjelang jam pulang kantor. Sebuah bus Transjakarta berwarna biru meluncur lancar dari arah Kota menuju Blok M, mendekati stasiun Dukuh Atas 1. Di depannya, bus Transjakarta lainnya meluncur tanpa ada hambatan yang berarti kecuali jalur busway yang sedang mengalami ‘gangguan’ sementara akibat pembangunan MRT.

Di dalam bus-bus baru dan kinclong itu, penumpang penuh, tetapi tidak berjubel. Berjubel di angkutan umum di bus Transjakarta sudah menjadi cerita lama. Penumpang sekarang masih tetap berdiri. Tetapi tetap nyaman, karena pendingin udaranya berfungsi dengan baik. Tentu saja, bus-busnya masih baru dan dipastikan bus dengan kualitas baik. Sebabnya, bus-bus itu bermesin mobil Eropa, Scania.

Perjalanan yang lancar karena jalur yang steril memastikan para penumpang setidaknya dapat memprediksi waktu tiba. Jika pun waktu tibanya tidak terlalu tepat, tetapi bisa dipastikan jauh lebih cepat dibandingkan ketika masih ditangai pemerintah yang dulu. Yang dulu, berhasil menyulap bus-bus yang seharusnya bagus dan nyaman menjadi apartemen istri muda dan barang-barang mewah lainnya. Bus-busnya ‘dirampok’.

Di sisi kirinya, pemandangan yang sangat berbeda terjadi. Hanya dipisahkan pembatas jalur, di sisi kirinya berbaris kendaraan yang bisa dipastikan keluaran baru. Bentuknya tidak ada yang kotak-kotak, warna-warna buram dan memiliki pendingin udara. Di dalamnya ada satu, dua penumpang atau tiga penumpang. Perjalanan mereka hanya kurang dari 5 kilometer per jam. Bahkan berhenti untuk beberapa saat. Baru saja bergerak maju, sudah harus berhenti lagi. Jarak 100 meter bisa ditempuh dengan waktu 10-15 menit.

Mobil-mobil baru dan sebagian mewah serta taksi-taksi itu seperti parkir saja di jalanan itu. Dipastikan, suasana seperti itu tidaklah nyaman bagi pengemudi dan penumpangnya. Bisa dipastikan juga para penumpang itu adalah orang-orang yang sibuk, sehingga waktu menjadi sangat penting bagi mereka. Mereka pasti menggerutu melihat bus Tranjakarta yang meluncur mulus.

Komentar mereka sering sekali soal jalur yang ‘dirampok’ Transjakarta. “Jalan sudah sempit, masih aja diambil untuk jalur Transjakarta”, begitu salah satu gerutuan pemakai mobil pribadi. Di kesempatan lain sopir taksi juga menganggap pemerintah ‘bodoh’, karena mempersempit jalan raya. “Bukannya diambil, harusnya diperlebar”, ujar sopir taksi itu sambil mengeluhkan kakinya yang pegel karena mengalami macet berjam-jam. Apalagi mobilnya tidak matic.

Pada satu titik, kondisi itu dianggap banyak orang sebagai kondisi tidak adil bagi pemakai jalan raya. Terlebih para pengguna dan pemilik mobil merasa membayar pajak lebih banyak. Tetapi, pengguna Transjakarta diberikan waktu tiba yang lebih cepat, ongkos yang murah, bus-bus yang baru dan nyaman, serta jalur yang lancar. Di sisi pengguna mobil, merangkak kayak siput, tetapi dapat duduk dengan nyaman. Pengguna Transjakarta, meski nyaman, memang harus berdiri lama sesuai waktu perjalanan. Sebagian besarnya.

Pengguna mobil di Sudirman itu pasti mengatakan jika pemerintah DKI Jakarta tidak berlaku adil bagi masyarakatnya.

Seperti Apa itu Adil?

Masalah adil dan ketidakadilan sudah menjadi sesuatu yang klasik sejak jaman manusia itu ada. Apakah adil hukuman untuk Adam dan Eva di keluarkan dari taman Firdaus untuk sebiji buah, misalnya? Keadilan itu akan selalu berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Nilai-nilai kebiasaan yang berubah tanpa henti akan terus mengubah konsep adil yang ada.

Meskipun dalam pengadilan ketika seorang hakim menjatuhkan hukuman atas seorang terdakwa dengan mengucapkan, “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, tetap saja si terdakwa tidak merasa adil. Jika kasusnya pembunuhan, bisa saja keluarga korban merasa tidak adil. Bahkan seorang terdakwa bisa mengatakan ‘dizolimi’ oleh keadilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun