Performance based budgetting. Quality Spending. Payment for Result (P4R). Jargon-jargon ini mungkin asing bagi sebagian besar masyarakat. Bagi mereka yang terbiasa dengan program pembangunan, ini menjadi sesuatu yang biasa. Istilah-istilah asing ini jika dituliskan definisinya, maka tulisan ini akan sangat panjang. Karena itu, akan diberikan makna secara umum saja.
Tiga istilah dalam bentuk frasa itu bermuara pada satu hal. Bahwa pekerjaan yang dilakukan pemerintah dalam menjalankan fungsinya harus memberikan hasilan yang berkualitas. Hasilan yang berkualitas akan diganjar dengan kompensasi yang baik, berupa anggaran yang meningkat. Semuanya berawal dari anggaran yang didasarkan pada kinerja.Â
Anggaran tidak akan diberikan pada organisasi publik yang tidak berkinerja. Pengganran yang berkualitas akan mendorong pengeluaran yang berkualitas. Pengeluaran yang berkualitas menghasilkan hasilan yang berkualitas. Hasilan yang berkualitas, mendapatkan insentif. Insentifnya seperti apa? Dalam konteks pemerintahan, anggaran yang meningkat. Â
Praktek penilaian kinerja pemerintah yang didasarkan pada besarnya pengeluaran masih berlaku secara umum. Laporan kinerja pemerintah didasarkan pada besarnya ‘bakaran’ anggaran (budget burning) tanpa melihat hasil di lapangan berupa jasa dan barang yang berkulitas. Jika pengeluarannya sudah tinggi dan dilengkapi dengan dokumen administrasi yang memadai, maka pertanggung-jawaban pengeluaran dianggap selesai. Pada masa pemerintahan SBY, UKP4 yang diketuai Kuntoro Mangkusubroto menilai kinerja kementerian lewat besarnya pengeluaran. Jika pengeluaran mendekati 100%, satu kementerian dianggap ‘berprestasi’.
Pola-pola kinerja diukur dari besarnya pengeluaran tanpa melihat hasilan, seperti dijelaskan di atas, berujung apda hasil-hasil pembangunan yang buruk. Pelayanan publik di masyarakat berkualitas sangat rendah. Bahkan sering juga pelayanan publik tidak hadir di masyarakat. Pemeliharaan pelayanan publik serta sarana dan prasarananya juga setali tiga uang. Sudah hasilanya ‘butut’, semakin parah karena tidak pernah dipelihara. Jika berkunjung ke kantor pemerintah dan menggunakan lift, bayangan melayang dan terjun bebas suka mengganggu perasaan.
#Berani Berubah
Seiring berjalannya waktu, watak kepemimpinan yang berubah, pemerintah Jakarta mulai berbenah. Meskipun tidak menggunakan jargon-jargon ‘keren’ pembangunan di atas, tetapi gambaran pelayanan publik Jakarta sudah menuju ke arah itu. Kinerja para punggawa birokrasi pemerintahan Jakarta sudah dihargai, tentunya dengan tuntutan hasilan yang berkualitas. Para birokrat yang berprestasi akan diganjar dengan posisi pemimpin tanpa melalui proses antrian.
Layanan publik sudah membaik. Di berbagai sektor proses yang sama juga dapat disaksikan. Pelayanan kesehatan di Jakarta juga mulai menunjukkan wujud terbaiknya. Rumah Sakit Umum Daerah Jakarta sudah memberikan layanan berkelas. Ruang-ruang publik disediakan dengan tampang dan kualitas yang apik. Sumber daya dikembangkan. Manusia Jakarta dibangun terutama kalangan miskin dengan berbagai fasilitas gratis dan murah. Proses perijinan dengan sistem satu atap juga jauh lebih baik dari sebelumnya.
Dalam sektor transportasi proses transformasi juga sedang berlangsung. Pelayanan transportasi publik Transjakarta sudah jauh meninggalkan kelas ‘kambing’ yang dulu disediakan pemerintahan sebelumnya. Uang pajak rakyat dibelikan bus-bus baru dengan kualitas baik. Kelas bus yang disediakan tidak abal-abal. Kualitas Eropa. Bus-bus khusus wanita dengan warna pink juga disediakan. Jumlah busnya juga diperbanyak sehingga waktu tunggu menjadi singkat.
Pelayanan tidak berhenti di situ. Untuk memastikan pelayanan baik, di setiap bus disiapkan petugas dengan pakaian seragam yang lengkap dan beretika baik. Di setiap halte, petugas selalu siap membantu penumpang yang mengalami kesulitan. Layanan yang baik ditambah senyuman yang ramah menambah suasana hangat transportasi publik. Ini berdampak pada sikap baik yang ditunjukkan penumpang. Halte-halte juga dibersihkan. Kaca-kaca halte dilap dan lantainya disapu.
Untuk memastikan sistem keuangan yang tertata, pembayaran tiket dilakukan dengan sistem elektronik. Tetapi untuk tetap menjangkau penumpang dari seluruh kalangan, sistem pembayaran tunai masih diberikan ruang.