Sebuah entitas tidak hidup dalam ruang vakum. Setiap entitas hidup dalam sebuah lingkungan. Entitas itu dapat berupa individu, keluarga, organisasi, perusahaan, kelompok masyarakat dan bahkan negara. Setiap entitas tersebut berinteraksi dalam lingkungan yang dinamis menurut nilai-nilai dan aturan yang ada dalam lingkungan tersebut. Lingkungan yang dinamis ini tentunya akan berubah seiring waktu. Perubahan bisa terjadi pada entitas baik secara internal, maupun secara eksternal.
Perubahan entitas berpengaruh kepada lingkungannya. Perubahan lingkungan juga berpengaruh kepada entitas. Tetapi, entitas cenderung lebih dipengaruhi lingkungannya, Mau tidak mau, entitas harus mengikuti perubahan jika tidak ingin mengalami konflik dan berkelanjutan. Perihal ini dijabarkan dalam teori organisasi. Hal yang sama berlaku untuk semua entitas termasuk Freeport.
Freeport sebagai sebuah entitas hidup dalam sebuah lingkungan, yakni negara Indonesia. Negara Indonesia memiliki sistem peraturan yang ditujukan untuk mengatur kehidupan dan hubungan antar entitas maupun hubungan entitas dengan lingkungan itu sendiri. Demikian pula halnya, Freeport harus mengikuti aturan permainan yang berlaku di lingkungannya.
Negara Indonesia saat ini sedang berubah. Perubahan yang dibawa oleh sosok kepemimpinan yang menginginkan kesejahteraan rakyatnya. Arah kepemimpinan pemerintah saat ini menuju pada perbaikan pemerintahan dan pelayanan publik yang berkualitas. Pemerintah perlu menggunakan seluruh sumber daya untuk tujuan itu. Ini merupakan amanat konstitusi. Dalam konteks Freeport, terkait pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.
Pemerintah ingin peraturan yang berlaku dipatuhi, Undang-Undang Dasar 1945 dan turunannya. Ujung-ujungnya, perubahan itu menghapuskan segala sesuatu praktik yang selama ini terjadi, terutama dalam industri mineral dan batubara, terutama terkait sistem kerjasama, dan ikutannya termasuk kepemilikan dan pengolahan dalam negeri. Beberapa perusahaan multinasional sejenis telah mengikutinya, seperti Newmont yang kepemilikannya telah berganti.
Lama dengan Ekonomi Ekstraktif
Selama ini perekonomian Indonesia bersifat ekstraktif. Hanya mengeruk hasil sumber daya mineral. Tidak ada proses pengolahan dari kerukan mineral mentah Indonesia ini. Tembaga mentah yang digali dari perut bumi Indonesia langsung di ekspor. Biji besi yang ditambang langsung di jual ke pasar asing. Emas yang dikeruk juga sama halnya. Minyak mentah Indonesia memiliki kisah yang sama, langsung dijual ke keluar negeri.
Selanjutnya Indonesia membeli tembaga yang sudah dimurnikan dari pasar asing. Membeli besi yang sudah dibentuk dari negara lain. Membeli bahan bakar dari luar negeri seperti Singapura yang tidak memiliki tambang minyak. Semua praktek ini, yang dibiarkan dalam waktu yang lama, merugikan Indonesia.
Pemerintah Indonesia menginginkan suatu perubahan yang mendasar terkait ekonomi ekstraksif ini. Ekonomi jenis ini harus dihilangkan. Harusnya ada ekonomi berbasis pengolahan. Untuk mewujudkan perubahan tersebut, pemerintah berkeras untuk menghadirkan industri pengolahan itu di Indonesia. Upaya yang dilakukan setidaknya dalam sektor-sektor mineral dan batu bara akan bermanfaat bagi bangsa Indonesia.
Apa Manfaatnya?
Dengan mengekspor langsung bahan mentah ke luar negeri, maka Indonesia mengalami kerugian yang sangat besar. Penjualan bahan mentah hanya memberikan sedikit keuntungan bagi Indonesia. Tidak ada nilai tambah yang bisa menjadi modalitas Indonesia untuk membangun bangsa ini. Nilai tambah yang dapat dikerjakan di Indonesia akan membuka kesempatan yang sangat luas.