Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

PDIP Menjaring Penantang Ahok

26 April 2016   19:07 Diperbarui: 26 April 2016   19:10 646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Megawati Ketua PDIP. Foto: beritasatu.com

Perjalanan panjang mendapatkan penantang Ahok dan mengalahkannya masih harus dialami oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Mengumpulkan petugas-petugas partai yang dianggap mampu mengalahkan Ahok hingga saat ini belum menuai hasil. Masih diupayakan berbagai cara.

Dicurigasi, pasca tersinggungnya Megawati setelah Ahok meresmikan maju lewat jalur independen dengan dukungan teman Ahok, ibu ketua menugaskan para petugas partainya untuk ikut-ikutan menyerang Ahok. Mulai dari gaya Bu Risma, salah satu petugas partai yang mau diperintah, melakukan manuver mencat rumah-rumah nelayan, sambil menyentil Ahok. Ternyata tidak lama kemudian, Ibu Walikota yang mendapat banyak penghargaan ini harus menjilat ludah sendiri karena harus melakukan penggusuran di pasar yang dialihfungsikan pedagang menjadi tempat tinggal.

Bahkan Djarot, yang saat ini masih menjabat sebagai wakil gubernur, juga menjadi corong partai dalam upaya menurunkan popularitas dan elektabilitas Ahok yang tidak tergoyahkan. Tiba-tiba Djarot berseberagan dengan Ahok. Program yang disusun bersama dengan Ahok, harus dihina demi melaksanakan tugas menegasikan Ahok dan sekaligus memberikan kelegaan bagi partai. Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) yang juga dibidaninya dan bahkan pernah menjadi program yang dibanggakannya, terpaksa harus dilecehkan demi menjatuhkan Ahok. Katanya membunuh sifat gotong-royong di masyarakat.

Ahok tidak bergeming. Dengan segala hal-hal negatif yang dituduhkan kepadanya, elektabilitasnya ternyata tidak juga kunjung turun, malah menanjak, setidaknya menurut survei Populi Center. Hal ini tentunya menimbulkan ‘kesengsaraan’ tiada batas bagi PDIP. Hal-hal yang digerakkan untuk melemahkan Ahok mulai dari rekan sejawatnya hingga ‘menggoreng’ kasus-kasus yang kini ramai, reklamasi dan kasus Rumah Sakit Sumber Waras, tidak menggoyahkan posisi Ahok.

Segala upaya yang dilakukan tidak kunjung memberikan dampak negatif bagi Ahok. Lalu, bagaimana mengalahkan Ahok? Sementara waktu sudah tidak banyak. Harus dicarikan sosok yang bisa mengalahkan Ahok di pemilihan kepala daerah DKI Februari 2017 nanti.

PDIP ternyata masih masih tetap memiliki ‘kejumawaan’ kalau tidak bisa disebut percaya diri sebagai partai besar, pasca dideparpolitisasi oleh Ahok. Partai ini tidak mau melihat arah mata angin minat masyarakat yang sudah lama menginginkan pimpinan yang benar-benar memperhatikan rakyat. Lihatlah, betapa masyarakat sekarang bisa naik bus transjakarta yang resik dan baru. Bus-bus abu-abu yang dulu selalu menghantui sudah hilang. Coba palingkan sedikit perhatian ke jalan-jalan. Betapa banyak penyapu jalan dan penggali kubur yang bisa tersenyum, karena belum ada sebelumnya gubernur yang begitu perhatian kepada mereka.

Jika mereka miskin dan tidak memiliki KTP, Ahok akan memberikan KTP dan memberikan rumah susun. Tidak hanya disitu, pelayanan publik lainnya juga diterima kelompok masyarakat miskin ini. Kartu Jakarta Sehat ada di saku untuk memastikan kesehatan keluarga terjaga. Kartu Jakarta Pintar ada di dompet untuk memastikan anak-anak mereka dapat melanjutkan sekolah bahkan hingga perguruan tinggi jika anak-anak mereka masuk PTN. Masih ada BPJS yang bisa memberikan tunjangan pensiun dan preminya ditanggung pemerintah daerah dari APBD.

Kenyataan ini mungkin tidak masuk dalam kalkulasi PDIP untuk mencari penantang Ahok. Mereka hanya berfikir, bahwa nanti partai akan menemukan sosok yang tepat untuk melawan Ahok.

Cara yang kemudian dilakukan adalah melakukan penjaringan calon gubernur. Penjaringan oleh PDIP ini cukup laku. Setidaknya sudah ada 34 orang yang mendaftar. Pada penjaringan oleh Gerindra yang terhenti, setelah tertangkapnya Sanusi dalam kasus reklamasi, adalah salah satu contoh kegagalan partai dalam bertindak. Partai tidak memiliki manajemen yang baik dalam mengkalkulasi segala faktor yang ada.

Penjaringan yang lain pernah dilakukan oleh FPI. Jika penjaringan yang dilakukan oleh Gerindra masih ada calonnya, penjaringan oleh FPI sama sekali tidak disenggol siapa pun. Niat baik ini tidak bersambut. Hilang ditelan keriuhan proses calon-calon yang mencari pendukukung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun