Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Jika Masih Hidup, Khalil Gibran Pun Akan Marah sama Pepo

10 Februari 2017   17:11 Diperbarui: 11 Februari 2017   10:30 12827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: new.detik.com

Khalil Gibranseniman, penyair dan penulis Amerika Lebanon terkenal. Penyair yang lahir di Lebanon ini menciptakan banyak karya, terutama setelah pindah ke Amerika Serikat. Pada usia yang masih tergolong muda, 48 tahun, dia meninggal. Karyanya akan selalu dikenang. Salah satu karyanya yang terkenal adalah The Prophet. Tetapi, kali ini tentang satu puisinya tentang anak, “Anakmu Bukanlah Milikmu”.

Memaknai puisi itu, ditemukan bahwa bagi Gibran, anak hanyalah titipan. Anak itu bukan milik orang tuanya. Anak itu milik kehidupan. Anak tidak dihadirkan untuk dipaksa. Terlebih lagi memaksakan kehendak dan menjadi mirip oranga tuanya. Orang tua hanya wajib memberikan anak cinta, kasih sayang, rumah, dan melengkapinya untuk kemudian melepaskannya bebas jauh ke masa depan. Seperti anak panah meluncur dari busurnya. Biarlah anak itu memilih tujuannya. Meniti buih. Melewati onak dan duri. Menantang kejamnya dunia. Kasih sayang orang tua hanya sebatas ketika busur dan panah masih bersatu.

Sejatinya, seperti itu. Karena orang tua tidak hidup untuk selalu ada bagi anak-anaknya. Masa depan anak tidak akan sama dengan masa depan orang tuanya yang adalah masa kini anaknya. Tantangannya berbeda. Masalahnya tidak sama. Kesempatannya lebih beragam. Lalu, caranya harus dicarikan. Si anak akan menemukannya jika diberikan kemampuan memadai.

Tetapi, kadang rasa sayang yang berlebihan menegasi semua nasehat Gibran soal anak. Anak diberikan sangat sedikit kesempatan untuk menjadi dirinya. Semua disediakan. Semua disajikan. Bahkan untuk mengikat sepatu, orang tua hadir lewat si asisten rumah tangga.

Tetapi, bisa juga ambisi yang sangat besar mengalahkan semua mutiara Gibran itu. Keinginan yang luar biasa untuk mencapai impian. Impian akan sesuatu yang luar biasa. Bisa jadi kekayaan. Bisa jadi kekuatan. Bisa jadi dinasti kekuasaan. Untuk ini sang anak harus diarahkan. “Sang anak adalah milikku” berkatalah orang tua itu.

Kenapa Dia, Kenapa Bukan Aku?

Mungkin Agus kaget menerima telepon pada malam itu ketika dia masih berada di Darwin, Australia di suatu malam di bulan September 2016. Dia diminta untuk menjadi calon gubernur DKI. Jawaban Agus sangat diperlukan. Pendaftaran tinggal beberapa hari lagi. Harus diburu-buru, kalau tidak akan kehilangan kesempatan. Sehari setelah Agus mendarat di Jakarta, pengunduran diri dilakukan segera, pendaftaran dilakukan tergesa.

Ketika masih berada di Australia, Agus memang sudah ditanyakan kesediannya. Meskipun pada intinya bahwa keputusan ada di Agus, tetapi kemungkinan terbesarnya adalah dorongan dari pihak-pihak tertentu yang menginginkannya menjadi calon. Ada ambisi besar di luar diri Agus yang memaksa dirinya menerima takdir yang tidak dikehendakinya.

Seharusnya untuk memastikan suatu karir dapat lancar, maka prosesnya harus dijalani bahkan dalam waktu yang lama. Tidak dikarbit. Cepat mateng, cepat juga busuknya. Malah ada kemungkinan tidak matang-matang. Tetapi itulah, Agus ‘dimatangkan’ segera.

Sementara itu, Ibas adik Agus sudah lama berkarir di politik. Melalui partai yang didirikan orang tuanya, Ibas berhasil menjalani karir politiknya dengan tokcer. Menjadi anggota DPR dan selanjutnya diangkat menjadi sekretaris jenderal partai. Tidak ada perjalanan karir politik yang menonjol sebenarnya, tetapi keberuntungan dimiliki karena menjadi anak ketua.

Berdasarkan nalar politik dan bahkan nalar awam sekalipun, melihat perjalanan karir politik Ibas yang bahkan menjadi orang nomor 2 di partai, seharusnya Ibaslah yang dicalonkan. Bisa dipastikan, Ibas akan lebih bersemangat menjadi calon gubernur daripada Agus. Politik itu hidup Agus. Keinginan Ibas sudah dibangun sejak lama, setidaknya dibangun sang Ketua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun