Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Anies Mengalami Disorientasi Akut di Pilkada DKI?

9 Februari 2017   19:53 Diperbarui: 10 Februari 2017   09:51 2939
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: turuntangan.org

Masih teringat dulu sekali ketika masa-masa kampanye pemilihan presiden di 2014. Seorang sosok yang sangat menawan membuai sekelompok anak muda kota Jakarta di suatu kampanye. Di sebuah gedung megah di kawasan Sudirman Central Bisnis District.Sosok yang muncul untuk memenangkan Jokowi. Ucapannya sangat menarik. Tutur katanya mencerminkan tingkat kecerdasan yang tinggi. Semangatnya dapat mengalir ke darah-darah muda yang duduk manis di depannya. Mendengarkan setiap kata yang mengalir seperti membangkitkan darah muda setiap orang yang hadir ketika itu. Terpartri mereka disitu, terpesona.

Bagaimana tidak bergairah? Bagaimana tidak terpesona? Kata-kata persatuan, kebangkitan Indonesia, nasionalisme dan keutuhan bangsa dibalut dalam kata-kata yang bijak, masuk ke relung hati setiap manusia yang rela hadir. Buaian kata-kata membakar setiap orang disana.

Dia berkisah betapa Indonesia akan jaya jika setiap orang mendapatkan akses pendidikan yang memadai. Dengan ide cemerlangnya, lahirlah gerakan Indonesia Mengajar. Gerakan ini menghadirkan pendidikan berkualitas yang tidak konservatif di ujung-ujung Indonesia. Anak-anak muda yang bersemangat dibakar gairahnya untuk mau terjun dan terlibat dalam program ini.

Di kala lain, sosok ini menawarkan sesuatu yang menantang semua orang yang cinta Indonesia dan sadar bahwa Indonesia masih tertinggal dan harus maju bersaing dengan bangsa-bangsa dunia. Semua harus ikut berjuang. Lahirlah gerakan Turun Tangan. Kita tidak bisa hanya urun angan. Harus ikut serta dalam setiap derap pembangunan. Ucapan-ucapannya di telan bulat-bulat dan menyemai keindahan setidaknya dalam bayangan.

Tidak cukup hanya disitu, untuk menciptakan Indonesia yang damai sosok itu melemparkan ide cemerlang tentang Tenun Kebangsaan. Bahwa Indonesia terdiri dari berbagai bangsa, suku, agama dan kebiasaan. Perbedaan ini tidak harus menghasilkan sektarianisme. Tidak boleh memecah belah Negara Republik Indonesia yang kita cintai. Kita harus bersatu dalam perbedaan ini. Untuk itu diperlukan sikap toleran dan penerimaan. Tidak ada dualisme minoritas mayoritas. Tidak ada paradoks pribumi non-pribumi. Kita adalah orang Indonesia.

Semuanya terkesima. Semuanya menerima. Semuanya terpesona. Dengan pendidikan yang tinggi, memuncaki posisi tertinggi di suatu universitas yang terkenal dengan personalitas pluralisme-nya, tutur katanya yang rapih dan cerdas, sosok ini seharusnya menjadi bagian bangsa ini. Sosok ini harus ada di lingkungan kekuasaan. Sosok itu adalah Anies Baswedan.

Dulu Jokowi sekarang Prabowo

Itu dulu. Itu sudah dua hampir tiga tahun yang lalu. Ketika Anies mendukung Jokowi untuk memenangi pertarungan merebut RI-1 yang berdarah-darah. Semua kebaikan Jokowi ditiupkan ke udara. Supaya anak-anak muda terbakar semangatnya dan ikut memperjuangkan kemenangan Jokowi menjadi presiden. Setiap langkah Jokowi selalu menjadi emas dalam untaian kata Anies.

Rival Jokowi menjadi bulan-bulanan manis Anies. Kata-kata manis dengan kekuatan menjatuhkan lawan Jokowi meluncur deras. Prabowo disebutkan dikelilingi para mafia yang akan merampok harta dan kekayaan Indonesia untuk kekayaan pribadi dan golongannya. Prabowo tidak layak menjadi presiden RI dengan dukungan partai-partai yang tidak menghargai persatuan Indonesia, yang akan merusak tenun kebangsaan Indonesia. Pesan-pesan itu mengalir lugas dan lancar.

Cerita selanjutnya, Jokowi menang, Anies duduk sebagai Menteri Pendidikan. Tapi, hanya beberapa saat.

Pasca diberhentikan Jokowi sebagai menteri, Anies sempat hilang dari amatan publik. Tiba-tiba menjelang penutupan pendaftaran calon gubernur DKI untuk Pilkada 2017, Anies muncul. Anies muncul di sisi bandul yang berbeda. Anies bersatu dengan bagian yang dulu dia kecam. Kelompok yang dulu dianggap tidak mewakili gerakan Turun Tangan dan Tenun Kebangsaannya, dimasuki. Dia harus mengaku dan mengklarifikasi di depan kelompok yang selama ini dia anggap kelompok yang intoleran. Di depan kelompok yang tidak setuju dengan pluralisme yang dulu dia perjuangkan, dia bersimpuh. Kini, semua berubah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun