Kelimanya, pada sebuah kejadian illegal seperti ini seharusnya tempat kejadian perkara (crime scene) harus steril dari pihak-pihak yang berkepentingan. Faktanya, para pendukung oposan Jokowi dengan heboh malah sibuk bongkar-bongkar kantong plastik tempat surat suara yang katanya sudah tercoblos tersebut. Foto-foto dan rekam-rekam. Crime Scene-nya tercemari. Jangan-jangan memang disengaja?
Terakhir yang keenam, dalam video kedua tampak beberapa wanita sedang dengan santainya membolongi surat suara. Yaza mengatakan bahwa wanita-wanita yang dibayar 50 sen Ringgit per kertas suara tahu bahwa perbuatannya illegal. Nyatanya mereka dengan santai memasukkan surat suara yang sudah dicoblos ke dalam amplop. Tidak nampak mereka takut melakukannya. Lucunya lagi, Yaza mengatakan bahwa mereka pergi begitu saja tanpa ditanyain. Rasa-rasanya ada yang amis.
Menambah keanehan lagi, semua video itu merupakan bikinan pihak oposan Jokowi. Bukan dari Panitia Pengawas Pemilu di Malaysia.
Memang, Yaza juga mengatakan bahwa ini harus diselidiki lebih lanjut agar terang benderang agar tidak merugikan siapa pun. Akan tetapi faktanya, pihak lawan Jokowi telah berani membuat tindakan yang pada intinya seolah-olah itu telah menjadi fakta dan pelakunya adalah koalisi Jokowi. Yaza bahkan cenderung tidak melakukan tugasnya dengan baik dan berat sebelah.
Belajar dari kejadian sebelumnya, di pihak lawan Jokowi berkembang banyak berita bohong. Mulai dari Ratna Sarumpaet dengan operasi plastiknya, Bagus Bawana dengan kisah 7 kontainer surat suara tercoblos dan lebih brutal lagi kejadian di 2014 dengan Tabloid Obornya. Hukum masih harus membuktikan. Tetapi bau amisnya terlalu kencang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H